Kata Ekonom Ini, Isu Demo UU Ciptaker Tahan IHSG Lompat ke Level 5.200

Senin, 12 Oktober 2020 - 21:50 WIB
loading...
Kata Ekonom Ini, Isu...
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indeks harga saham gabungan (IHSG) seharusnya bisa naik lebih kencang dan berada di level 5.200 hari ini. Menurut Kepala Ekonom TanamDuit Ferry Latuhihin, ada faktor pelaku pasar yang masih menanti perkembangan berbagai demonstrasi yang mengkritisi UU Cipta Kerja .

"Harusnya IHSG bisa 5.200. Tapi pergerakannya tertahan isu demonstrasi. Sedangkan indeks Dow Jones sudah kembali ke level sebelum covid19 merebak. Perekonomian nasional punya lebih banyak potensi ke atas dibandingkan ke bawah," ujar Ferry dalam webinar Market Outlook dengan tema 'Badai Segera Berlalu' di Jakarta, Senin (12/10/2020). ( Baca juga:IHSG Awal Pekan Dibuka Menguat ke Level 5.089 )

Menurutnya, berbagai isu yang ada dalam perekonomian nasional dan global memiliki banyak sentimen positif. Isu seperti UU Cipta Kerja diyakininya akan berdampak sangat positif bagi makro ekonomi Indonesia. Khususnya dalam menarik investor asing dan membuka lapangan kerja. Selama ini masalah utama investasi langsung dari negara lain adalah regulasi berbelit-belit, pembebasan lahan, dan upah buruh.

"Seluruh negara berkembang sedang butuh investasi langsung atau FDI. Jadi ini kompetisi di antara negara berkembang. Pemerintah dan swasta di Indonesia tidak punya uang lagi dan ini terlihat dari APBN dan defisit neraca perdagangan. Jadi kita sangat butuh investasi dari asing seperti China, Korea, Taiwan, atau Jepang," ujarnya. ( Baca juga:Susun Peraturan Turunan UU Cipta Kerja, Pemerintah Ajak Buruh Berdialog )

Sedangkan sentimen dari global akan dipengaruhi rencana kebijakan stimulus fiskal di AS. Sebelumnya The Federal Reserve Amerika Serikat sudah menyatakan akan terus memompa stimulus ke dalam ekonomi AS hingga pasar tenaga kerja telah pulih dari tekanan pandemi covid19. "Dalam pembuatan vaksin juga terus mengalami kemajuan. Buktinya Presiden Trump hanya satu hari dirawat di RS dan ini jauh berbeda dengan saat PM Inggris Boris Johnson yang butuh waktu pemulihan," ujarnya.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1571 seconds (0.1#10.140)