Kenaikan Cukai Rokok Dikhawatirkan Tambah Beban Industri Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri hasil tembakau (IHT) , termasuk satu di antara industri yang terpukul akibat wabah Covid-19. Padahal, IHT merupakan satu di antara industri strategis yang menggerakkan ekonomi masyarakat. Selain menyerap jutaan tenaga kerja di industri rokok, juga menyerap tenaga kerja di sektor perkebunan serta sektor turunan lainnya.
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok Indonesia (Gapero) Surabaya Sulami Bahar mengatakan, pemerintah seharusnya melindungi IHT dengan cara tidak menaikan cukai rokok pada 2021. Jika pemerintah tidak menaikan cukai rokok, akan menyelamatkan ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja di sektor industri rokok dan perkebunan tembakau. (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melakukan Jimak)
“Menyelamatkan IHT nasional merupakan bagian dari menyelamatkan perekonomian nasional agar perekonomian nasional tidak terseret ke jurang resesi,” kata Sulami dalam rilisnya di Jakarta kemarin.
Sebaliknya, jika pemerintah menaikan cukai rokok, hanya akan menambah beban industri nasional. Mengingat pada 2019 pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 152/ 2019 telah menaikan cukai dan harga jual eceran rokok masing-masing sebesar 23 dan 35%.
“Perekonomian kita saat ini sedang mengalami resesi. Sementara di tahun 2021 itu kemungkinan baru masuk masa recovery atau pemulihan ekonomi. Apalagi, wabah Covid-19 belum tahu kapan akan berakhir. Karena itu, kami meminta tolong kepada pemerintah khususnya Kementrian Keuangan agar jangan membuat regulasi yang melemahkan industri, termasuk industri hasil tembakau,” terangnya.
Ketua Gapero Malang Johni SH secara tegas menyampaikan, IHT merupakan satu di antara industri yang terdampak sekaligus menderita akibat pandemi Covid-19. Karena itu, pemerintah perlu melindungi IHT. Pemerintah perlu mengurangi penderitaan IHT sekaligus ikut membantu pemulihan ekonominya. Karena itu, pada 2021 pemerintah tidak perlu menaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)
“Pemerintah sudah seharusnya menunda kenaikan cukai rokok dan perlu fokus pada pertumbuhan ekonomi agar perekonomian nasional kembali normal,” tegas Johni SH.
Kenaikan tarif cukai sebesar 23% yang dilakukan pemerintah pada 2019 telah membuat produksi dan penjualan rokok menurun. Berakibat pada pembelian hasil panen tembakau dari para petani tembakau nasional juga menurun. Itu merugikan perekonomian nasional. Kondisi ini akan semakin parah apabila pemerintah menaikan kembali cukai rokok pada 2021. Padahal, saat ini kondisi perekonomian sedang lesu, bahkan mengalami resesi.
Di tempat yang sama, Pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) juga mendesak pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan menaikan tarif cukai pada 2021. Alasannya, setiap kali pemerintah menaikan tarif cukai rokok, bukan hanya mengurangi jumlah penjualan rokok, tapi juga mengurangi produksi rokok itu sendiri.
Ketua APTI Nusa Tenggara Barat Sahmihudin menyatakan, setiap kali pemerintah menaikan tarif cukai berimbas lagi pada penurunan produksi rokok. Penurunan produksi rokok berimbas pada penurunan jumlah pembelian produk tembakau petani. Ini berarti petani tembakau semakin menderita. (Lihat videonya: Sejumlah Aktivis dan Petinggi KAMI Ditangkap Polisi)
“Bukan hanya pelaku dan karyawan industri rokok yang menderita, tapi juga petani tembakau pun menderita. Karena itu, kami meminta kepada pemerintah khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani agar tidak menaikan cukai rokok,” harapnya. (Heru Febrianto)
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok Indonesia (Gapero) Surabaya Sulami Bahar mengatakan, pemerintah seharusnya melindungi IHT dengan cara tidak menaikan cukai rokok pada 2021. Jika pemerintah tidak menaikan cukai rokok, akan menyelamatkan ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja di sektor industri rokok dan perkebunan tembakau. (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melakukan Jimak)
“Menyelamatkan IHT nasional merupakan bagian dari menyelamatkan perekonomian nasional agar perekonomian nasional tidak terseret ke jurang resesi,” kata Sulami dalam rilisnya di Jakarta kemarin.
Sebaliknya, jika pemerintah menaikan cukai rokok, hanya akan menambah beban industri nasional. Mengingat pada 2019 pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 152/ 2019 telah menaikan cukai dan harga jual eceran rokok masing-masing sebesar 23 dan 35%.
“Perekonomian kita saat ini sedang mengalami resesi. Sementara di tahun 2021 itu kemungkinan baru masuk masa recovery atau pemulihan ekonomi. Apalagi, wabah Covid-19 belum tahu kapan akan berakhir. Karena itu, kami meminta tolong kepada pemerintah khususnya Kementrian Keuangan agar jangan membuat regulasi yang melemahkan industri, termasuk industri hasil tembakau,” terangnya.
Ketua Gapero Malang Johni SH secara tegas menyampaikan, IHT merupakan satu di antara industri yang terdampak sekaligus menderita akibat pandemi Covid-19. Karena itu, pemerintah perlu melindungi IHT. Pemerintah perlu mengurangi penderitaan IHT sekaligus ikut membantu pemulihan ekonominya. Karena itu, pada 2021 pemerintah tidak perlu menaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Mematikan)
“Pemerintah sudah seharusnya menunda kenaikan cukai rokok dan perlu fokus pada pertumbuhan ekonomi agar perekonomian nasional kembali normal,” tegas Johni SH.
Kenaikan tarif cukai sebesar 23% yang dilakukan pemerintah pada 2019 telah membuat produksi dan penjualan rokok menurun. Berakibat pada pembelian hasil panen tembakau dari para petani tembakau nasional juga menurun. Itu merugikan perekonomian nasional. Kondisi ini akan semakin parah apabila pemerintah menaikan kembali cukai rokok pada 2021. Padahal, saat ini kondisi perekonomian sedang lesu, bahkan mengalami resesi.
Di tempat yang sama, Pengurus Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) juga mendesak pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan menaikan tarif cukai pada 2021. Alasannya, setiap kali pemerintah menaikan tarif cukai rokok, bukan hanya mengurangi jumlah penjualan rokok, tapi juga mengurangi produksi rokok itu sendiri.
Ketua APTI Nusa Tenggara Barat Sahmihudin menyatakan, setiap kali pemerintah menaikan tarif cukai berimbas lagi pada penurunan produksi rokok. Penurunan produksi rokok berimbas pada penurunan jumlah pembelian produk tembakau petani. Ini berarti petani tembakau semakin menderita. (Lihat videonya: Sejumlah Aktivis dan Petinggi KAMI Ditangkap Polisi)
“Bukan hanya pelaku dan karyawan industri rokok yang menderita, tapi juga petani tembakau pun menderita. Karena itu, kami meminta kepada pemerintah khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani agar tidak menaikan cukai rokok,” harapnya. (Heru Febrianto)
(ysw)