ALSI Tolak Rencana Menperin Merampingkan LSPro
loading...
A
A
A
“Jadi jangan langsung apriori terhadap renjana kebijakan ini. Kita sikapi rencana kebijakan restrukturisasi LSPro ini dalam rangka menigkatan kualitas LSPro, khsusnya dalam standarisasi produk dalam negeri dan secara umum bisa meningkatkan perekonomian Indonesia,” kata Nusron Wahid.
(Baca Juga: Gemuk, Menteri Agus Segera Rampingkan Lembaga Sertifikasi di Indonesia )
Nusron mengungkapkan, sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan mengatur semua barang yang diperdangangkan dalam rangka perlindungan konsumen wajib mencantumkan standarisasi. Dalam merealisasikan amanat UU itu, kebijakan pemerintah terkait standarisasi ini melibatkan 4 stekholder.
Pertama pemerintah yang dalam hal ini ada Kemenperin, Kemendag, dan BSN. Ketiganya harus punya suara dan pendapat sama soal standarisasi. Kedua adalah pelaku lembaga sertifikasi produksi (LSPro). Karenanya, setiap kebijakan standarisasi juga harus mendengarkan aspirasi dari LSPro yang sudah lama bergerak di bidang sertifikasi. Dan yang ketiga adalah melibatkan pelaku industri selaku yang memproduksi dan menjual.
“Maka dengan rencana kebijakan itu, kami di DPR ingin melihat mana kebijakan yang terbaik untuk kepentingan nasional. Pengertian baik ini berlaku baik untuk pemerintah, baik untuk LSPro, baik untuk pelaku usaha, baik juga untuk kepentingan konsumen. Artinya, kita ingin tidak ada yang dirugikan akibat kebijakan yang diambil pemerintah,” ungkapnya.
Nusron menguraikan, untuk mengambil langkah, terlebih dahulu mengetahui jawaban atas pertanyaan besar terkait standarisasi, yakni apakah standarisasi yang dibuat pemerintah sudah layak sehingga sudah berikan perlindungan ke konsumen?.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah pelaksanaan SNI kita itu juga sudah memiliki standarisasi bertaraf internasional perlu sertifikasi ulang di luar negeri untuk kepentingan ekspor? Dan apakah sertifikasi kita sudah cukup memuaskan bagi pelaku usaha?
“Sehingga kita bisa tarik benang merah dalam rencana restrukturisais, apakah yang akan diambil pemerintah baik atau tidak? Saya selaku Anggota Komisi VII tentu menyerap keluhan pelaku usaha dan konsumen. Tetapi di sisi lain ada niat pemerintah juga untuk melakukan pembenahan dalam rangka pelayanan terkait standarisasi,” ujarnya.
Dalam konteks inilah, jalan tengah menjadi penting agar di satu sisi tidak ada monopoli LSPro oleh pemerintah, tetapi di sisi lain juga harus ada peningkatan kualitas oleh LSPro.
“Karena faktanya banyak juga LSPro yang uji laboratoriumnya kurang baik, atau bahkan satu lab dipakai banyak LSPro. Maka wacana ini jadi momentum bagi LSPro untuk berbenah meningkatkan kualitas dan kualifikasi,” terangnya.
(Baca Juga: Gemuk, Menteri Agus Segera Rampingkan Lembaga Sertifikasi di Indonesia )
Nusron mengungkapkan, sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan mengatur semua barang yang diperdangangkan dalam rangka perlindungan konsumen wajib mencantumkan standarisasi. Dalam merealisasikan amanat UU itu, kebijakan pemerintah terkait standarisasi ini melibatkan 4 stekholder.
Pertama pemerintah yang dalam hal ini ada Kemenperin, Kemendag, dan BSN. Ketiganya harus punya suara dan pendapat sama soal standarisasi. Kedua adalah pelaku lembaga sertifikasi produksi (LSPro). Karenanya, setiap kebijakan standarisasi juga harus mendengarkan aspirasi dari LSPro yang sudah lama bergerak di bidang sertifikasi. Dan yang ketiga adalah melibatkan pelaku industri selaku yang memproduksi dan menjual.
“Maka dengan rencana kebijakan itu, kami di DPR ingin melihat mana kebijakan yang terbaik untuk kepentingan nasional. Pengertian baik ini berlaku baik untuk pemerintah, baik untuk LSPro, baik untuk pelaku usaha, baik juga untuk kepentingan konsumen. Artinya, kita ingin tidak ada yang dirugikan akibat kebijakan yang diambil pemerintah,” ungkapnya.
Nusron menguraikan, untuk mengambil langkah, terlebih dahulu mengetahui jawaban atas pertanyaan besar terkait standarisasi, yakni apakah standarisasi yang dibuat pemerintah sudah layak sehingga sudah berikan perlindungan ke konsumen?.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah pelaksanaan SNI kita itu juga sudah memiliki standarisasi bertaraf internasional perlu sertifikasi ulang di luar negeri untuk kepentingan ekspor? Dan apakah sertifikasi kita sudah cukup memuaskan bagi pelaku usaha?
“Sehingga kita bisa tarik benang merah dalam rencana restrukturisais, apakah yang akan diambil pemerintah baik atau tidak? Saya selaku Anggota Komisi VII tentu menyerap keluhan pelaku usaha dan konsumen. Tetapi di sisi lain ada niat pemerintah juga untuk melakukan pembenahan dalam rangka pelayanan terkait standarisasi,” ujarnya.
Dalam konteks inilah, jalan tengah menjadi penting agar di satu sisi tidak ada monopoli LSPro oleh pemerintah, tetapi di sisi lain juga harus ada peningkatan kualitas oleh LSPro.
“Karena faktanya banyak juga LSPro yang uji laboratoriumnya kurang baik, atau bahkan satu lab dipakai banyak LSPro. Maka wacana ini jadi momentum bagi LSPro untuk berbenah meningkatkan kualitas dan kualifikasi,” terangnya.