Robinson Singapura Aja Keok, Kondisi Ritel RI: Masih Hidup Namun Berat

Jum'at, 30 Oktober 2020 - 20:53 WIB
loading...
Robinson Singapura Aja...
Ketika Robinson Singapura, salah satu peritel tertua dengan catatan lebih dari satu abad berbisnis, akan tutup untuk selamanya. Kondisi bisnis ritel di Indonesia masih hidup, namun berat. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menilai, kondisi ritel Indonesia terbilang sangat berat. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 telah menekan keuangan industri ritel , ketika pembatasan aktivitas terus terjadi.

Apalagi, Robinson Singapura, salah satu peritel tertua dengan catatan lebih dari satu abad berbisnis, akan tutup untuk selamanya menyusul kerugian dalam beberapa tahun terakhir. Tapi dua toko terakhirnya di The Heeren dan Raffles City Shopping Center mungkin akan tetap buka beberapa saat lagi untuk penjualan akhir.

"Masih bisa hidup, namun berat," ujar Budihardjo saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Jumat (30/10/2020).

(Baca Juga: Nyerah! Setelah 162 Tahun, Robinsons Singapura Tutup )

Kata dia, kondisi ritel dalam negeri masih kuat dikarenakan masih banyak populasi masyarakat Indonesia. Serta tidak mengandalkan kedatangan turis untuk beberlanja. "Indonesia ada basis penduduk banyak, beda dengan Singapura yang andalkan turis," tandasnya.

Saat ini, operator department store tersebut telah ditutup secara sukarela oleh kreditor. Robinson & Co (Singapura) mengonfirmasi hal itu dalam pernyataannya, Jumat (30/10).

"Kami menyesali hasil ini hari ini. Terlepas dari tantangan baru-baru ini di industri, tim Robinsons terus berupaya mengejar kesuksesan. Namun, lanskap konsumen yang berubah membuat kami sulit untuk berhasil. jangka panjang dan pandemi Covid-19 semakin memperburuk keadaan," ungkap Manajer Umum Senior Robinson & Co Singapura Danny Lim.

(Baca Juga: Corona Bikin Bisnis Meredup, Matahari Tutup 7 Gerai Besar )

Tutupnya peritel ini mengakhiri setidaknya enam tahun kerugian yang ditorehkan oleh Robinsons. Catatan keuangan menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian setelah pajak dari operasi yang dilanjutkan sebesar 26,5 juta dolar Singapura pada tahun 2014.

Angka ini semakin merosot hingga tahun 2018, ketika perusahaan mencatat kerugian sebesar 54,4 juta dolar Singapura. Terjadi perbaikan pada tahun 2015, ketika kerugiannya berkurang menjadi 17,4 juta dolar Singapura.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1744 seconds (0.1#10.140)