Terlilit Utang Hingga 11 Tahun ke Depan, BUMN Pelayaran Ini Susah Melaut

Selasa, 03 November 2020 - 13:52 WIB
loading...
Terlilit Utang Hingga 11 Tahun ke Depan, BUMN Pelayaran Ini Susah Melaut
Foto/Ilustrasi/Okezone
A A A
JAKARTA - Badan usaha milik negara (BUMN) pelayaran PT Djakarta Lloyd (Persero) masih memikul beban utang masa lalu. Dalam catatan laporan keuangan, perseroan masih memiliki kerugian akibat utang senilai Rp1,2 triliun. ( Baca juga:UU Ciptaker Diteken Jokowi, DPR Minta Erick agar Kebut Kinerja BUMN )

Direktur Utama Djakarta Lloyd Suyoto mengatakan, beban utang masa lalu tersebut menjadi kendala perseroan untuk mendapatkan pendanaan, seperti dana murah lewat IPO atau melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memperoleh dana operasional bisnis.

"Ada beberapa kendala di kami, terutama masalah finansial recovery. Kami masih memikul kerugian di masa lalu yang cukup banyak, hampir Rp1,2 triliun. Ini menjadi catatan jelek dalam laporan keuangan kami. Jadi kami masih ada kendala, terutama kendala yang bersifat dana murah atau mungkin public offering," kata Suyoto dalam Webinar, Jakarta, Selasa (3/11/2020).

Meski begitu, restrukturisasi utang perseroan sudah mulai dilakukan sejak 2019 lalu melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU. Bahkan, saat ini sebanyak 20% saham perseroan dipegang oleh debitur, namun manajemen tengah berupaya melakukan buyback.

Akibat lain dari utang tersebut, kata Suyoto, selama beberapa tahun belakangan ini perseroan tidak menyetor laba bersih kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal itu dikarenakan keuntungan yang diperoleh BUMN sektor pelayaran tersebut tidak saja digunakan untuk membayar upah buruh atau karyawannya, tapi juga digunakan untuk membayar utang.

"Selama ini bukan hanya membayar karyawan dan melaksanakan operasional, tapi kami juga membayar utang masalah lalu. Jadi ini adalah kontribusi kami kepada negara, karena perusahaan ini adalah perusahaan negara. Otomatis utang dan masalah ini juga menjadi masalah negara, dan ini menjadi tanggung jawab kami," katanya.

Hingga menjelang akhir 2020, proses restrukturisasi utang perseroan sudah memasuki tahun kedua. Bos perusahaan itu menyebut, masih tersisa 11 tahun bagi manajemen perseroan untuk melunasi semua beban keuangan tersebut.

Saat ini Djakarta Lloyd masih di bawah naungan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA. Setelah pembukuan keuangan perusahaan dinyatakan bersih, maka manajemen akan menerima bendera opsi terkait suntikan dana pemerintah, seperti penyertaan modal negara (PMN) non tunai. ( Baca juga:Menakar Kemungkinan Volkswagen Golf Terbuas Masuk ke Indonesia )

"Setelah kami pembukuannya bersih, ada beberapa opsi berupa PMN non-tunai atau menghilangkan akumulasi kerugian di dalam catatan pembukuan kami. Jadi kami bisa melakukan penyegaran keuangan lebih mudah dan bisa membagi saham kami ke pasar sehingga kami mendapatkan dana segar untuk ekspansi," ujarnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2108 seconds (0.1#10.140)