5 Tantangan Ekonomi Hadang Biden Usai Terpilih Jadi Presiden AS

Minggu, 08 November 2020 - 09:12 WIB
loading...
5 Tantangan Ekonomi Hadang Biden Usai Terpilih Jadi Presiden AS
Calon presiden AS Joe Biden dan wakilnya Kamala Harris menyapa para pendukung di Wilmington, Delaware, AS, 7 November 2020. Foto/Andrew Harnik/Pool melalui REUTERS
A A A
JAKARTA - Joe Biden berhasil memenangi pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) setelah mengalahkan petahana Donald Trump dalam pemilihan umum yang berlangsung sengit. Jika tak ada aral melintang, Biden akan mulai menjabat presiden AS ke-46 per Januari 2021 mendatang.

Kondisi negara yang masih belum pulih dari pandemi Covid-19 menjadi tantangan berat Biden selama empat tahun ke depan, terlebih ketika Partai Republik mengklaim kemenangan utama di Kongres AS.

( )

Melansir BBC, Minggu (8/11/2020), berikut adalah lima pertanyaan atau tantangan yang harus dijawab oleh pemerintahan Biden dan wakilnya Kamala Harris terkait perekonomian Negeri Paman Sam ke depan.

1. Bagaimana Biden akan menyelamatkan ekonomi AS?

Rencana stimulus ekonomi AS untuk mengatasi dampak Covid-19 telah tertunda selama berbulan-bulan. Partai Republik menolak besaran proposal yang diajukan oleh Demokrat, meskipun ada tekanan dari Trump agar partainya berkompromi. Hal itu menjadi pertanyaan untuk Biden atas langkah yang akan diambilnya.

Dalam kampanyenya, Biden mendukung rencana untuk merestrukturisasi pinjaman mahasiswa, meningkatkan jaminan sosial untuk pensiunan, dan memberikan bantuan tunai untuk usaha kecil.

Dia juga menawarkan proposal yang lebih ambisius, seperti menginvestasikan USD2 triliun di berbagai bidang seperti energi bersih, infrastruktur, dan angkutan umum.

2. Bagaimana Biden dapat mengatasi kesenjangan ekonomi AS?

Ketidaksetaraan pendapatan di AS meningkat ke level tertinggi dalam lebih dari 50 tahun terakhir. Berbagai jajak pendapat di kalangan publik telah meminta agar pajak yang lebih tinggi dikenakan pada orang-orang kaya Amerika.

Selama kampanye, Biden menyerukan untuk menghapuskan kebijakan pemotongan pajak yang ditandatangani oleh Presiden Donald Trump sejak 2017. Dirinya berjanji untuk menaikkan tarif pada perusahaan dari 21 persen menjadi 28 persen, dan beberapa perubahan aturan pajak lainnya.

Diperkirakan, rencana Biden tersebut dapat menghasilkan lebih dari USD3 triliun selama dekade berikutnya. Jumlah yang cukup besar di tengah membengkaknya utang nasional AS karena pandemi.

Namun, setiap upaya untuk menaikkan tarif akan ditentang oleh Partai Republik dan kelompok bisnis, yang mengatakan pajak yang lebih tinggi akan merugikan ekonomi.

3. Bisakah Biden meyakinkan AS untuk bertindak terkait perubahan iklim?

Biden menjanjikan proposal besar terkait perubahan iklim yang dibuat dengan bantuan dari beberapa mantan pengkritiknya, yang disebut-sebut sebagai rencana paling ambisius yang pernah diajukan oleh seorang calon presiden AS.

Dalam tawarannya, Biden mewacanakan investasi hingga 400 miliar dolar AS dalam penelitian energi terbarukan, memperketat peraturan polusi mobil, menindak pencemaran oleh perusahaan, membangun 500.000 stasiun pengisian kendaraan listrik dan menghilangkan polusi karbon dari pembangkit listrik pada 2035.

Partai Republik menentang hal itu, dan memperingatkan rencana tersebut dapat membunuh ekonomi AS. Wacana Biden akan bertolak belakang dengan langkah kepemimpinan Trump, di mana Gedung Putih telah memutuskan membuka lebih banyak lahan publik untuk pengeboran minyak melalui berbagai peraturan energi.

4. Apakah Biden akan mengakhiri perang dagang?

Kebijakan perdagangan agresif oleh Presiden Donald Trump, seperti menyerang sekutu, mengkritik organisasi internasional, dan menerapkan pajak perbatasan baru pada impor dari banyak negara telah menjadi kebijakan ekonominya yang paling khas.

Beberapa analis menilai akan ada sedikit perbedaan yang akan dilakukan Biden. Seperti ketegangan dengan China, Biden berencana akan bertindak agresif dengan caranya sendiri, meskipun sebagian memperkirakan dia bisa saja menghapus tarif yang dikenakan Trump pada barang-barang China. Namun, China sendiri tidak berharap banyak akan hal itu, siapa pun pemenangnya.

Biden mendukung gagasan tarif lain, dia berencana mengenakan biaya tambahan kepada negara-negara yang tidak memenuhi kewajiban iklim dan lingkungan.

Seperti Trump, dia berjanji akan menghidupkan kembali manufaktur Amerika, dengan pendekatan "Buy American" yang lebih kuat untuk pengeluaran pemerintah. Meskipun itu akan bertentangan dengan aturan perdagangan internasional.

5. Apakah Biden akan menindak raksasa teknologi AS?

Perusahaan raksasa teknologi AS, seperti Google, Amazon, Apple dan Facebook tengah berada di bawah pengawasan ketat di seluruh dunia, atas posisi mereka yang mendominasi pasar bisnis online. Di AS sendiri, mereka juga diawasi dengan ketat terkait persaingan dan privasi konsumen.

Biden mendukung langkah pembubaran perusahaan sebagai ‘upaya terakhir’. Dirinya sempat mengkritik Facebook dan lainnya karena dinilai lemah dalam mengawasi disinformasi.

Dia menyatakan akan mendukung pencabutan undang-undang AS yang selama ini melindungi perusahaan teknologi dari tanggung jawab atas konten di platform mereka.

Biden dan wakil presidennya Kamala Harris, akan memiliki kekuatan besar untuk melakukan penyelidikan persaingan, menegakkan privasi, dan dapat memutuskan apakah akan mengikuti atau justru menentang tindakan internasional. Seperti yang dilakukan Inggris, Korea Selatan, Italia dan lainnya yang ingin mengenakan lebih banyak pajak untuk raksasa teknologi.

Simak Video:

(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1892 seconds (0.1#10.140)