Joe Biden Menang, TikTok Bakal Bisa Lagi Goyang-Goyang?
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Menangnya Joe Biden dalam pemilihan presiden Amerika Serikat membawa angin segar bagi perusahaan China pembesut aplikasi TikTok . Pasalnya, TikTok berharap pelarangan apilkasi itu di Negeri Paman Sam segera diakhiri. Sebelumnya Donald Trump melarang TikTok di negaranya hingga 12 November besok. ( Baca juga:Survei: Hampir 80% Warga AS Akui Biden Menangkan Gedung Putih )
Memang pelarang itu akan berakhir besok, namun TikTok berupaya agar pihaknya meminta pengadilan banding federal di Washington untuk mencegah Pemerintah AS memaksa mereka menjual operasional bisnisnya ke perusahaan Amerika. Jika TikTok menolak, maka aplikasi itu akan diblokir di AS.
“Menghadapi tenggat waktu Komite Investasi Asing AS (CFIUS) pada Kamis, kami tidak punya pilihan selain memohon ke pengadilan banding, memohon pemembelaan atas hak-hak kami dan hak-hak lebih dari 1.500 karyawan kami di AS," ujar juru bicara TikTok, dikutip dari Bloomberg Rabu (11/11/2020).
Pada September lalu, sebuah kesepakatan akhirnya tercapai untuk menjual sekitar 20% kepemilikan TikTok di AS kepada Oracle dan Walmart. Namun Trump menolak, dia ingin perusahan di negaranya menjadi pemilik utama TikTok di AS. Kini kesepakatan itu berada dalam ketidakpastian di tengah perubahan pemerintahan di Gedung Putih.
"Dalam dua bulan sejak proposal kami disetujui namun akhirnya terkendala. Kami telah menawarkan solusi terperinci untuk menyelesaikan perjanjian itu. Tetapi AS tidak menerima umpan balik substantif kami, khususnya tentang kekhawatiran privasi data," kata TikTok. ( Baca juga:3 Praktisi Ini Yakin UU Cipta Kerja Kunci Persoalan Ekonomi Indonesia )
Alasan Trump memaksa TikTok melepas operasionalnya di AS adalah masalah privasi data pengguna yang diduga disetor ke Pemerintah China. TikTok mengatakan, telah meminta perpanjangan 30 hari untuk terus mengupayakan solusi permasalahan itu yang mencakup data 100 juta pengguna di AS.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Memang pelarang itu akan berakhir besok, namun TikTok berupaya agar pihaknya meminta pengadilan banding federal di Washington untuk mencegah Pemerintah AS memaksa mereka menjual operasional bisnisnya ke perusahaan Amerika. Jika TikTok menolak, maka aplikasi itu akan diblokir di AS.
“Menghadapi tenggat waktu Komite Investasi Asing AS (CFIUS) pada Kamis, kami tidak punya pilihan selain memohon ke pengadilan banding, memohon pemembelaan atas hak-hak kami dan hak-hak lebih dari 1.500 karyawan kami di AS," ujar juru bicara TikTok, dikutip dari Bloomberg Rabu (11/11/2020).
Pada September lalu, sebuah kesepakatan akhirnya tercapai untuk menjual sekitar 20% kepemilikan TikTok di AS kepada Oracle dan Walmart. Namun Trump menolak, dia ingin perusahan di negaranya menjadi pemilik utama TikTok di AS. Kini kesepakatan itu berada dalam ketidakpastian di tengah perubahan pemerintahan di Gedung Putih.
"Dalam dua bulan sejak proposal kami disetujui namun akhirnya terkendala. Kami telah menawarkan solusi terperinci untuk menyelesaikan perjanjian itu. Tetapi AS tidak menerima umpan balik substantif kami, khususnya tentang kekhawatiran privasi data," kata TikTok. ( Baca juga:3 Praktisi Ini Yakin UU Cipta Kerja Kunci Persoalan Ekonomi Indonesia )
Alasan Trump memaksa TikTok melepas operasionalnya di AS adalah masalah privasi data pengguna yang diduga disetor ke Pemerintah China. TikTok mengatakan, telah meminta perpanjangan 30 hari untuk terus mengupayakan solusi permasalahan itu yang mencakup data 100 juta pengguna di AS.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(uka)