Gegara Data Ayam Pitik Amburadul, Harga Daging Ayam di Indonesia Lebih Mahal Dibanding Amrik

Rabu, 11 November 2020 - 23:55 WIB
loading...
Gegara Data Ayam Pitik...
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mendorong Kementerian Pertanian untuk fokus mengembangkan data mutakhir (real time) industri perunggasan. Dibutuhkan data yang mengatur keseimbangan supply-demand, khususnya pada bibit ayam (day old chicken/DOC), sehingga

Data DOC itu krusial sebagai referensi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tepat, demi mengantisipasi kelebihan produksi DOC.

"Data dan informasi sangat penting dalam menentukan kebijakan. Seperti jumlah DOC, berapa data kandang, karkhas, parent stock. Informasi yang asimetris berdampak pada dasar pengambilan keputusan menjadi tidak tepat atau terlambat," kata Tauhid dalam sebuah webinar, Rabu (11/11/2020). ( Baca juga:10 Lembaga Pemerintah Dibubarkan, Indonesia Sehat )

Dia menjelaskan bahwa dari sisi permintaan dan penawaran DOC broiler/ayam potong, cenderung mengalami kelebihan produksi. Ini berdasarkan data BPS tahun 2012-2016.

Kebijakan pengaturan DOC belum efektif dilakukan, karena adanya ketergantungan dari perusahaan kecil dan peternak mandiri. Serta situasi informasi pasar yang sulit dipastikan karena tidak didukung data mutakhir.

Oleh karena itu, Tauhid mendukung perlunya data real time dari masing-masing pelaku industri perunggasan guna mengetahui keseimbangan permintaan dan penawaran, khususnya pada DOC.

Dia menjelaskan dampak utama dari tidak adanya data yang memadai adalah Asymmetric Information. Ketidakjelasan informasi pasar tersebut akan memicu perilaku economic rent seeking (pemburu rente). Informasi yang tidak linier sering kali mengakibatkan harga peternak yang tertekan namun harga di level konsumen masih tinggi.

"Terlebih untuk kasus transaksi di pasar tradisional dengan rantai distribusi yang panjang," ujarnya.

Tidak ketinggalan yang juga harus tersedia adalah informasi yang akurat terkait tingkat konsumsi rumah tangga dan industri yang akan menyerap hasil pelaku industri. Tidak akuratnya informasi ini juga berdampak pada tidak jelasnya mekanisme pembentukan harga di tingkat final demand.

Berbagai persoalan industri unggas nasional pada akhirnya menjadikan produk domestik menjadi tidak kompetitif. Baik pada tingkat harga produksi livebirds maupun harga ayam karkas.

Data Indef menunjukkan harga karkas (daging) ayam Indonesia sebesar Rp32 ribu masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan sesama negara berkembang seperti Turki (Rp12 ribu), Brazil (Rp16 ribu), Argentina (Rp16 ribu), Malaysia (Rp23 ribu) dan bahkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat (Rp25 ribu) dan Uni Erop (Rp29 ribu). ( Baca juga:Jangan Keburu Nafsu Beli, Ternyata iPhone 12 Dirundung Banyak Masalah )

Meski demikian BPS mulai mengeluarkan proyeksi demand DOC sejak Januari 2020 untuk mendukung penyediaan informasi kebutuhan DOC. Selain data, Indef juga merekomendasikan peningkatan efektivitas kebijakan dan efisiensi dalam penyediaan pakan yang berkelanjutan.

Dia menambahkan produk yang tidak kompetitif juga dipengaruhi tingginya biaya pakan. Ini akibat ketergantungan pada gandum, sebagai bahan substitusi yang juga harus diimpor.

"Yang penting adalah dukungan penyediaan pakan karena masalah ketergantungan impor pakan ini menjadi krusial," kata Tauhid.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1359 seconds (0.1#10.140)