PR Besar Ekonomi Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Potensi besar ekonomi digital di Tanah Air harus dibarengi tata kelola bisnis yang baik guna memitigasi berbagai risiko. Faktor keamanan mesti dikedepankan agar digitalisasi dapat membantu meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat.
Kehadiran ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi arus utama aktivitas bisnis di Indonesia. Di masa pandemi Covid-19, aktivitas berbasis koneksi internet itu bahkan melaju lebih cepat karena terbatasnya kehadiran fisik. Pelaku usaha pun ramai-ramai menggunakan platform digital demi menjangkau konsumen. Tidak sedikit pula masyarakat memulai usaha dari rumah dengan memanfaatkan teknologi terkini.
Di antara sekian banyak aktivitas ekonomi yang menggunakan teknologi digital, sektor keuangan menjadi salah satu yang paling gencar melakukan revolusi. Ini terlihat dari keberadaan perusahaan teknologi keuangan (financial technology/fintech) yang dari hari ke hari kian menjamur. Nilai transaksinya pun terbilang besar, mencapai ratusan triliun. (Baca: Amalan Doa Agar Rezeki Melimpah Ruah)
Ihwal peran penting fintech ini diakui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta kemarin. Menurut Presiden, layanan fintech telah memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional.
“Layanan fintech berkembang sangat pesat. Kontribusi fintech penyaluran pinjaman nasional 2020 capai Rp128,7 triliun meningkat 113% secara year on year,” kata Presiden dalam video virtual kemarin.
Menurut catatan presiden, hingga September 2020 terdapat 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi Rp9,87 triliun pada transaksi layanan jasa keuangan Indonesia. Sedangkan Rp15,5 triliun disalurkan penyelenggara fintech, equity crowdfunding. “Ihwal ini menjadi perkembangan luar biasa,” katanya.
Namun, kata Jokowi, Indonesia masih punya pekerjaan rumah besar untuk pengembangan teknologi finansial. Hal ini dilihat dari indeks inklusi keuangan di Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan beberapa negara lain di Asia. (Baca juga: Kemendikbud Dukung Pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)
Presiden menyayangkan tingkat literasi keuangan digital nasional baru mencapai 35,5%. Demikian pula Indeks Inklusi Keuangan Indonesia yang hanya di kisaran 76%, lebih rendah dibandingkan negara lain di ASEAN seperti Singapura yang mencapai 98%, Malaysia 85%, serta Thailand 82%.
“Masih banyak masyarakat yang menggunakan layanan keuangan informal dan hanya 31,26% masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital,” kata Jokowi.
Untuk itu, Presiden meminta agar para inovator fintech tidak hanya sebagai penyalur pinjaman dan pembayaran online saja, tetapi juga sebagai penggerak utama literasi keuangan digital bagi masyarakat. Jokowi ingin agar fintech menjalankan fungsi sebagai pendamping perencana keuangan, dan memperluas akses usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam pemasaran e-commerce.
Selain itu, Presiden juga mengingatkan bahwa terdapat risiko yang muncul di industri keuangan digital di antaranya kejahatan, misinformasi, dan penyalahgunaan data. “Ditambah regulasi sektor keuangan nonbank yang tidak seketat regulasi perbankan. Untuk itu, pelaku industri fintech harus memperkuat tata kelola yang lebih baik dan akuntabel serta memitigasi berbagai risiko yang muncul,” kata Jokowi.
Potensi besar ekonomi digital Indonesia juga sejalan dengan hasil survei yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company beberapa hari lalu. Dalam publikasinya tiga institusi itu mengungkapkan bahwa nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun ini bisa mencapai USD44 miliar (Rp620 triliun), dan akan tumbuh signifikan menjadi USD124 miliar (Rp1.750 triliun) pada 2025. Angka tersebut lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya yang diperkirakan hanya di kisaran USD50 miliaran pada lima tahun ke depan. (Baca juga: Kiat Pangkas Berat Badan Selama Pandemi)
Infrastruktur Jadi Kunci
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpendapat, laporan perkembangan ekonomi digital dari Temasek dan kawan-kawan menunjukkan besarnya potensi ekonomi digital di Tanah Air. Khusus di sektor e-commerce, kata dia, terjadi lonjakan signifikan di mana pertumbuhannya bisa mencapai 3-4 kali lipat.
Namun, kata dia, potensi tersebut tidak akan bisa terpenuhi jika infrastruktur di Indonesia tidak memadai. Pasalnya, infrastruktur tersebut menjadi penting dan memungkinkan seluruh orang Indonesia mengakses internet di manapun mereka berada.
“Potensi tersebut tidak akan bisa terpenuhi jika infrastruktur di Indonesia tidak memadai. Pasalnya, infrastruktur tersebut menjadi penting dan memungkinkan seluruh orang Indonesia mengakses internet di mana pun mereka berada,” katanya. (Baca juga: Takut Pandemi, Transportasi Bus Jadi Kurang Laku)
Secara terperinci Sri Mulyani mengungkapkan, potensi ekonomi digital seperti transaksi pada e-commerce bakal berkembang dari USD20 miliar ke USD82 miliar. Sedangkan, online traveling naik 2,5 kali lipat dari USD10 miliar menjadi USD25 miliar. Adapun di sektor media berpotensi naik dari USD3,5 miliar menjadi USD9 miliar dan melalui ride hailing dari USD5,7 miliar ke USD18 miliar.
Founder dan CEO Indonesia Economic Forum Shoeb Kagda juga sepakat untuk bisa memaksimalkan potensi ekonomi digital, Indonesia harus berinvestasi pada infrastruktur dan mengadopsi lebih banyak teknologi seperti AI, Cloud Computing, IoT, dan Big Data Analytic sebagai landasan dari revolusi industri 4.0.
“Kuncinya, pemerintah, swasta, dan masyarakat harus bekerja sama membangun infrastruktur dan mengadopsi teknologi baru maupun proses bisnis baru,” ujarnya.
Di bagian lain, peneliti Indef Nailul Huda mengungkapkan, ekonomi digital bisa dikaitkan dengan seluruh jenis layanan ekonomi mulai dari sistem pembayaran, pinjaman, e-commerce, ride hailing, hingga online travel. Menurutnya, besaran ekonomi digital diprediksi mencapai 9,5% dari produk domestik bruto pada 2025.
“Ini jumlah yang cukup besar. Tingkat penetrasi internet di Indonesia pun meningkat terus. Maka porsi ekonomi digital terhadap PDB diprediksi bisa meningkat,” kata Nailul Huda. (Lihat videonya: Fenomena Pohon Pisang Berdaun Putih Gegerkan Warga Kudus)
Terkait pentingnya keamanan dalam mengimplementasikan ekonomi digita l, pengamat teknologi informasi (TI) Marsudi Wahyu Kisworo menerangkan, ada tiga komponen penting dalam keamanan teknologi informasi. Ketiganya adalah teknologi, prosedur, dan manusia.
“Tapi yang paling lemah itu manusianya karena sering teledor. Paspor dan pin gampang ditebak, misalnya, tanggal lahir. Atau kita sering lihat WhatsApp diretas,” ucapnya. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni/FW Bahtiar)
Kehadiran ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi arus utama aktivitas bisnis di Indonesia. Di masa pandemi Covid-19, aktivitas berbasis koneksi internet itu bahkan melaju lebih cepat karena terbatasnya kehadiran fisik. Pelaku usaha pun ramai-ramai menggunakan platform digital demi menjangkau konsumen. Tidak sedikit pula masyarakat memulai usaha dari rumah dengan memanfaatkan teknologi terkini.
Di antara sekian banyak aktivitas ekonomi yang menggunakan teknologi digital, sektor keuangan menjadi salah satu yang paling gencar melakukan revolusi. Ini terlihat dari keberadaan perusahaan teknologi keuangan (financial technology/fintech) yang dari hari ke hari kian menjamur. Nilai transaksinya pun terbilang besar, mencapai ratusan triliun. (Baca: Amalan Doa Agar Rezeki Melimpah Ruah)
Ihwal peran penting fintech ini diakui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta kemarin. Menurut Presiden, layanan fintech telah memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional.
“Layanan fintech berkembang sangat pesat. Kontribusi fintech penyaluran pinjaman nasional 2020 capai Rp128,7 triliun meningkat 113% secara year on year,” kata Presiden dalam video virtual kemarin.
Menurut catatan presiden, hingga September 2020 terdapat 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi Rp9,87 triliun pada transaksi layanan jasa keuangan Indonesia. Sedangkan Rp15,5 triliun disalurkan penyelenggara fintech, equity crowdfunding. “Ihwal ini menjadi perkembangan luar biasa,” katanya.
Namun, kata Jokowi, Indonesia masih punya pekerjaan rumah besar untuk pengembangan teknologi finansial. Hal ini dilihat dari indeks inklusi keuangan di Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan beberapa negara lain di Asia. (Baca juga: Kemendikbud Dukung Pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)
Presiden menyayangkan tingkat literasi keuangan digital nasional baru mencapai 35,5%. Demikian pula Indeks Inklusi Keuangan Indonesia yang hanya di kisaran 76%, lebih rendah dibandingkan negara lain di ASEAN seperti Singapura yang mencapai 98%, Malaysia 85%, serta Thailand 82%.
“Masih banyak masyarakat yang menggunakan layanan keuangan informal dan hanya 31,26% masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital,” kata Jokowi.
Untuk itu, Presiden meminta agar para inovator fintech tidak hanya sebagai penyalur pinjaman dan pembayaran online saja, tetapi juga sebagai penggerak utama literasi keuangan digital bagi masyarakat. Jokowi ingin agar fintech menjalankan fungsi sebagai pendamping perencana keuangan, dan memperluas akses usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam pemasaran e-commerce.
Selain itu, Presiden juga mengingatkan bahwa terdapat risiko yang muncul di industri keuangan digital di antaranya kejahatan, misinformasi, dan penyalahgunaan data. “Ditambah regulasi sektor keuangan nonbank yang tidak seketat regulasi perbankan. Untuk itu, pelaku industri fintech harus memperkuat tata kelola yang lebih baik dan akuntabel serta memitigasi berbagai risiko yang muncul,” kata Jokowi.
Potensi besar ekonomi digital Indonesia juga sejalan dengan hasil survei yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company beberapa hari lalu. Dalam publikasinya tiga institusi itu mengungkapkan bahwa nilai ekonomi digital Indonesia pada tahun ini bisa mencapai USD44 miliar (Rp620 triliun), dan akan tumbuh signifikan menjadi USD124 miliar (Rp1.750 triliun) pada 2025. Angka tersebut lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya yang diperkirakan hanya di kisaran USD50 miliaran pada lima tahun ke depan. (Baca juga: Kiat Pangkas Berat Badan Selama Pandemi)
Infrastruktur Jadi Kunci
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpendapat, laporan perkembangan ekonomi digital dari Temasek dan kawan-kawan menunjukkan besarnya potensi ekonomi digital di Tanah Air. Khusus di sektor e-commerce, kata dia, terjadi lonjakan signifikan di mana pertumbuhannya bisa mencapai 3-4 kali lipat.
Namun, kata dia, potensi tersebut tidak akan bisa terpenuhi jika infrastruktur di Indonesia tidak memadai. Pasalnya, infrastruktur tersebut menjadi penting dan memungkinkan seluruh orang Indonesia mengakses internet di manapun mereka berada.
“Potensi tersebut tidak akan bisa terpenuhi jika infrastruktur di Indonesia tidak memadai. Pasalnya, infrastruktur tersebut menjadi penting dan memungkinkan seluruh orang Indonesia mengakses internet di mana pun mereka berada,” katanya. (Baca juga: Takut Pandemi, Transportasi Bus Jadi Kurang Laku)
Secara terperinci Sri Mulyani mengungkapkan, potensi ekonomi digital seperti transaksi pada e-commerce bakal berkembang dari USD20 miliar ke USD82 miliar. Sedangkan, online traveling naik 2,5 kali lipat dari USD10 miliar menjadi USD25 miliar. Adapun di sektor media berpotensi naik dari USD3,5 miliar menjadi USD9 miliar dan melalui ride hailing dari USD5,7 miliar ke USD18 miliar.
Founder dan CEO Indonesia Economic Forum Shoeb Kagda juga sepakat untuk bisa memaksimalkan potensi ekonomi digital, Indonesia harus berinvestasi pada infrastruktur dan mengadopsi lebih banyak teknologi seperti AI, Cloud Computing, IoT, dan Big Data Analytic sebagai landasan dari revolusi industri 4.0.
“Kuncinya, pemerintah, swasta, dan masyarakat harus bekerja sama membangun infrastruktur dan mengadopsi teknologi baru maupun proses bisnis baru,” ujarnya.
Di bagian lain, peneliti Indef Nailul Huda mengungkapkan, ekonomi digital bisa dikaitkan dengan seluruh jenis layanan ekonomi mulai dari sistem pembayaran, pinjaman, e-commerce, ride hailing, hingga online travel. Menurutnya, besaran ekonomi digital diprediksi mencapai 9,5% dari produk domestik bruto pada 2025.
“Ini jumlah yang cukup besar. Tingkat penetrasi internet di Indonesia pun meningkat terus. Maka porsi ekonomi digital terhadap PDB diprediksi bisa meningkat,” kata Nailul Huda. (Lihat videonya: Fenomena Pohon Pisang Berdaun Putih Gegerkan Warga Kudus)
Terkait pentingnya keamanan dalam mengimplementasikan ekonomi digita l, pengamat teknologi informasi (TI) Marsudi Wahyu Kisworo menerangkan, ada tiga komponen penting dalam keamanan teknologi informasi. Ketiganya adalah teknologi, prosedur, dan manusia.
“Tapi yang paling lemah itu manusianya karena sering teledor. Paspor dan pin gampang ditebak, misalnya, tanggal lahir. Atau kita sering lihat WhatsApp diretas,” ucapnya. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni/FW Bahtiar)
(ysw)