Pandemi Bikin Angka Kelaparan Naik Dua Kali Lipat, Saatnya Reformasi Sistem Pangan
loading...
A
A
A
BOGOR - Laporan Oxfam terkait pandemi Covid-19 dan kelaparan menunjukkan, pandemi telah memberikan pukulan telak pada sektor pangan . Data pangan dunia menunjukkan, jumlah orang yang menderita kelaparan akut meningkat menjadi 270 juta orang sebelum akhir tahun ini. Angka kelaparan ini meningkat dua kali lipat dari tahun 2019.
Ironisnya, di antara kelompok rentan menderita kelaparan itu salah satunya adalah petani, yang merupakan produsen pangan. Head of Program Management Oxfam Indonesia Siti Khoirun Nikmah mengatakan, pandemi memperparah kondisi ini karena petani tidak bisa menjual hasil panennya. Sementara, selama ini petani sangat bergantung pada penjualan hasil panennya.
"Petani juga mengalami kesulitan akses terhadap pangan berkualitas, karena terjadi monetarisasi, semua dibayar dengan uang, sehingga petani menjual hasil pertanian yang bagus ketimbang dimakan. Petani menjadi rentan terhadap akses pangan berkualitas," kata Nikmah, dalam acara 'Refoodmation' yang digelar Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan.
(Baca Juga: Pandemi Bikin Pola Konsumsi Pangan Berubah, Awas Ancam Daya Serap Produk Petani )
Menyikapi kondisi ini, kata Nikmah, salah satu rekomendasi yang dikeluarkan Oxfam adalah, pentingnya membangun sistem pangan yang adil resilien (memiliki daya lenting), dan berkelanjutan. Sistem pangan ini diharapkan mampu menjamin hak atas pangan bagi seluruh penduduk.
"Pada Hari Pahlawan, pahlawan pangan kita menghadapi ujian tidak mudah, karena pandemi Covid. Momen ini harus menjadi momen refleksi agar petani kecil dan perempuan petani memiliki kehidupan lebih baik dengan membangun sistem pangan yang adil, resilien, berdaulat dan berkelanjutan," papar Nikmah.
Badan Pengurus KRKP Nanang Hari mengutarakan, KRKP sendiri berupaya bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan sistem pangan tersebut, agar mampu menjamin pemenuhan hak pangan semua rakyat. Hal itu, kata Nanang, sangat mungkin diwujudkan.
"Kita memiliki beragam sistem pangan yang bersandar pada sumber daya lokal. Sistem pangan kita sangat resilien, sehingga melakukan perbaikan sistem pangan menjadi mungkin. Refoodmation, adalah istilah KRKP untuk menggambarkan semangat reformasi atau perubahan melibatkan semua pihak menggunakan kekuatan yang kita miliki untuk mewujudkan sistem pangan yang adil," papar Nanang.
Dalam gelaran Refoodmation ini, KRKP juga menayangkan laporan dari tiga desa yang menerapkan sistem pangan berbasis kearifan lokal. Pertama adalah di Kasepuhan Cibarani, merupakan bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul (SABAKI) yang berada di Desa Cibarani Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
(Baca Juga: Urgensi Regenerasi Sektor Pertanian )
Kasepuhan ini mengembangkan sistem pangan mereka sendiri yaitu tradisi menyimpan gabah dilumbung-lumbung pangan keluarga dan juga desa. Mereka juga membudidayakan padi lokal. Masyarakat juga membudidayakan tanaman lain seperti kopi dan duren. Masyarakat Cibarani menerapkan tujuh aturan adat yang berkaitan pengelolaan wilayah dan sumber daya alam.
Ketujuh aturan tersebut adalah: Asup leuweng (ritual untuk memulai menggarap sawah, membuka ladang dan kebun), Melak jampe (ritual sebelum menanam padi), Melak padi (ritual penanaman padi pertama), Mipit padi (ritual adat sebelum pelaksanaan panen atau pengumpulan padi), Ngadiukeun/netepkeun (ritual pare yang akan di masukan ke dalam leuit), Jampe peupeur (ritual pare yang terinjak untuk di sempurnakan), dan terakhir Seren tahun, yaitu upacara adat tahunan untuk menyempurnakan semua proses ritual adat.
Kedua, adalah Desa Pendua, di Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Belajar dari krisis pangan yang terjadi akibat gempa bumi di tahun 2018, Desa Pendua membangkitkan kembali sistem pangan berbasis kearifan lokal sambi. Sambi secara harfiah adalah lumbung pangan tempat masyarakat Desa Pendua di masa lalu menyimpan gabah untuk cadangan pangan setelah panen.
Desa ketiga, adalah Desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur. Di desa ini, petani yang sebelumnya membudidayakan padi ladang, melakukan perubahan dengan mengembangkan sistem padi sawah secara organik. Untuk meningkatkan kapasitas petani, mereka juga menggandeng swasta yang WISH Indonesia dan juga LSM Ayu Tani.
Pihak LSM bersama WISH memberikan dukungan berupa penyuluhan, dan peningkatan kapasitas petani dalam melakukan buidaya padi secara organik. WISH sebagai pihak swasta juga membantu dari sisi penyediaan produk-produk pendukung budidaya padi secara organik. Hasil panen warga, selain disimpan di lumbung, sebagian juga dijual melalui BUMDes yang memproduksi beras organik 'Helero'.
Dalam sesi talkshow di Refoodmation ini juga dihadiri Wakil DIrektur Utara, Gatot Trihargo. Gatot menyampaikan bahwa penting adanya cadangan pangan di desa dalam skema Lumbung. Menurut gatot, ada sekitar 50-60% cadangan pangan nasional tersimpan di masyarakat baik di rumah maupun di lumbung seperti yang ada di desa Pendua. Kondisi ini yang sangat mendukung adanya pemenuhan pangan yang aman selama masa pandemic COVID -19.
Perencana Bappenas, Jarot Indarto, mengatakan, “Indonesia ini banyak sekali keragaman sistem pangan local, data dan informasinya mengenai success story menjadi penting bagi Bappenas untuk bahan penyusunan rencana program sistem pangan”.
Kemudian Jarot juga mengapresiasi KRKP atas beberapa kumpulan success story mengenai sistem pangan local yang diampaikan pada kegiatan refoodmation.
Said Abdullah, Koordinator Nasional KRKP, di dalam laporan langsungnya di Kasepuhan Cibarani juga menyampaikan “sistem pangan local, seperti yang ada di Cibarani, desa Pendua dan Desa Hewa bisa terhubung dan menjadi bagian dari kebijakan sistem pangan nasional”
Ironisnya, di antara kelompok rentan menderita kelaparan itu salah satunya adalah petani, yang merupakan produsen pangan. Head of Program Management Oxfam Indonesia Siti Khoirun Nikmah mengatakan, pandemi memperparah kondisi ini karena petani tidak bisa menjual hasil panennya. Sementara, selama ini petani sangat bergantung pada penjualan hasil panennya.
"Petani juga mengalami kesulitan akses terhadap pangan berkualitas, karena terjadi monetarisasi, semua dibayar dengan uang, sehingga petani menjual hasil pertanian yang bagus ketimbang dimakan. Petani menjadi rentan terhadap akses pangan berkualitas," kata Nikmah, dalam acara 'Refoodmation' yang digelar Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan.
(Baca Juga: Pandemi Bikin Pola Konsumsi Pangan Berubah, Awas Ancam Daya Serap Produk Petani )
Menyikapi kondisi ini, kata Nikmah, salah satu rekomendasi yang dikeluarkan Oxfam adalah, pentingnya membangun sistem pangan yang adil resilien (memiliki daya lenting), dan berkelanjutan. Sistem pangan ini diharapkan mampu menjamin hak atas pangan bagi seluruh penduduk.
"Pada Hari Pahlawan, pahlawan pangan kita menghadapi ujian tidak mudah, karena pandemi Covid. Momen ini harus menjadi momen refleksi agar petani kecil dan perempuan petani memiliki kehidupan lebih baik dengan membangun sistem pangan yang adil, resilien, berdaulat dan berkelanjutan," papar Nikmah.
Badan Pengurus KRKP Nanang Hari mengutarakan, KRKP sendiri berupaya bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan sistem pangan tersebut, agar mampu menjamin pemenuhan hak pangan semua rakyat. Hal itu, kata Nanang, sangat mungkin diwujudkan.
"Kita memiliki beragam sistem pangan yang bersandar pada sumber daya lokal. Sistem pangan kita sangat resilien, sehingga melakukan perbaikan sistem pangan menjadi mungkin. Refoodmation, adalah istilah KRKP untuk menggambarkan semangat reformasi atau perubahan melibatkan semua pihak menggunakan kekuatan yang kita miliki untuk mewujudkan sistem pangan yang adil," papar Nanang.
Dalam gelaran Refoodmation ini, KRKP juga menayangkan laporan dari tiga desa yang menerapkan sistem pangan berbasis kearifan lokal. Pertama adalah di Kasepuhan Cibarani, merupakan bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul (SABAKI) yang berada di Desa Cibarani Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
(Baca Juga: Urgensi Regenerasi Sektor Pertanian )
Kasepuhan ini mengembangkan sistem pangan mereka sendiri yaitu tradisi menyimpan gabah dilumbung-lumbung pangan keluarga dan juga desa. Mereka juga membudidayakan padi lokal. Masyarakat juga membudidayakan tanaman lain seperti kopi dan duren. Masyarakat Cibarani menerapkan tujuh aturan adat yang berkaitan pengelolaan wilayah dan sumber daya alam.
Ketujuh aturan tersebut adalah: Asup leuweng (ritual untuk memulai menggarap sawah, membuka ladang dan kebun), Melak jampe (ritual sebelum menanam padi), Melak padi (ritual penanaman padi pertama), Mipit padi (ritual adat sebelum pelaksanaan panen atau pengumpulan padi), Ngadiukeun/netepkeun (ritual pare yang akan di masukan ke dalam leuit), Jampe peupeur (ritual pare yang terinjak untuk di sempurnakan), dan terakhir Seren tahun, yaitu upacara adat tahunan untuk menyempurnakan semua proses ritual adat.
Kedua, adalah Desa Pendua, di Kecamatan Kayangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Belajar dari krisis pangan yang terjadi akibat gempa bumi di tahun 2018, Desa Pendua membangkitkan kembali sistem pangan berbasis kearifan lokal sambi. Sambi secara harfiah adalah lumbung pangan tempat masyarakat Desa Pendua di masa lalu menyimpan gabah untuk cadangan pangan setelah panen.
Desa ketiga, adalah Desa Hewa, Kecamatan Wulanggitang, Flores Timur. Di desa ini, petani yang sebelumnya membudidayakan padi ladang, melakukan perubahan dengan mengembangkan sistem padi sawah secara organik. Untuk meningkatkan kapasitas petani, mereka juga menggandeng swasta yang WISH Indonesia dan juga LSM Ayu Tani.
Pihak LSM bersama WISH memberikan dukungan berupa penyuluhan, dan peningkatan kapasitas petani dalam melakukan buidaya padi secara organik. WISH sebagai pihak swasta juga membantu dari sisi penyediaan produk-produk pendukung budidaya padi secara organik. Hasil panen warga, selain disimpan di lumbung, sebagian juga dijual melalui BUMDes yang memproduksi beras organik 'Helero'.
Dalam sesi talkshow di Refoodmation ini juga dihadiri Wakil DIrektur Utara, Gatot Trihargo. Gatot menyampaikan bahwa penting adanya cadangan pangan di desa dalam skema Lumbung. Menurut gatot, ada sekitar 50-60% cadangan pangan nasional tersimpan di masyarakat baik di rumah maupun di lumbung seperti yang ada di desa Pendua. Kondisi ini yang sangat mendukung adanya pemenuhan pangan yang aman selama masa pandemic COVID -19.
Perencana Bappenas, Jarot Indarto, mengatakan, “Indonesia ini banyak sekali keragaman sistem pangan local, data dan informasinya mengenai success story menjadi penting bagi Bappenas untuk bahan penyusunan rencana program sistem pangan”.
Kemudian Jarot juga mengapresiasi KRKP atas beberapa kumpulan success story mengenai sistem pangan local yang diampaikan pada kegiatan refoodmation.
Said Abdullah, Koordinator Nasional KRKP, di dalam laporan langsungnya di Kasepuhan Cibarani juga menyampaikan “sistem pangan local, seperti yang ada di Cibarani, desa Pendua dan Desa Hewa bisa terhubung dan menjadi bagian dari kebijakan sistem pangan nasional”
(akr)