Potensi Tinggi, Properti Bidik Masyarakat Penghasilan di Bawah Rp4 Juta

Jum'at, 13 November 2020 - 10:28 WIB
loading...
Potensi Tinggi, Properti Bidik Masyarakat Penghasilan di Bawah Rp4 Juta
Potensi pasar rumah bersubsidi masih terbuka lebar. Pasalnya sebagian besar penghasilan masyarakat Indonesia berada di bawah angka Rp4 juta per bulan. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Potensi pasar rumah bersubsidi masih terbuka lebar. Pasalnya sebagian besar penghasilan masyarakat Indonesia berada di bawah angka Rp4 juta per bulan.

Direktur Utama TMA Group Tuti Mugiastuti menyatakan, sejak awal perjalanan Covid-19 hingga saat ini, rumah subsidi masih banyak peminatnya. Dengan demikian kondisi itu menjadi peluang bisnis yang sangat menarik. Apalagi ditambah dengan bantuan adanya keringanan uang muka (DP). (Baca: Gelombang PHK Tak Terbendung, Pengangguran di Bekasi Melonjak)

"Potensi pasar masih tinggi, sebab sekitar 80% masyarakat itu penghasilannya masih di bawah Rp4 juta, makanya perumahan subsidi adalah jawaban yang tepat," kata Tuti saat menghadiri acara webinar di Jakarta kemarin.

Meski demikian masih ada tantangan untuk perumahan kelas menengah dan menengah bawah. "Makanya untuk menjawab itu kami sebagai developer harus memberikan produk yang terbaik bagi masyarakat seperti menyediakan lokasi yang strategis dekat dengan kawasan industri dan memberikan kepastian untuk memudahkan proses pembayaran," ungkap dia.

Sementara itu Direktur Consumer & Commercial Landing PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Hirwandi Gafar menuturkan, penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR), khususnya KPR subsidi, masih menjadi andalan Bank BTN untuk program Sejuta Rumah.

Hal itu terlihat dari realisasi KPR subsidi sebesar 77.828 unit atau senilai Rp10,7 triliun bila dibandingkan dengan KPR nonsubsidi yang sebesar 15.620 unit atau senilai Rp4,8 triliun. Adapun capaian program Sejuta Rumah yang dimulai sejak 2015 itu terus menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. (Baca juga: Kenali Ciri-ciri Rumah Tangga Diganggu Setan Dasim)

Berdasarkan catatan, kinerja Bank BTN pada kuartal III/2020 berhasil menyalurkan kredit dan pembiayaan sebesar Rp254,91 triliun. Dari angka tersebut, terlihat bahwa KPR masih mendominasi, yakni senilai Rp196,51 triliun atau naik 1,39% year on year (yoy) dari Rp193,8 triliun pada kuartal III/2019.

"KPR subsidi mengambil porsi lebih besar senilai Rp116,32 triliun bila dibandingkan dengan KPR nonsubsidi yang sebesar Rp80,18 triliun," kata Hirwandi.

Tahun depan masih ada potensi animo masyarakat terhadap pembelian properti seperti halnya rumah. Pertama karena proyeksi ekonomi tahun 2021 diperkirakan 5,5% plus minus 1% sehingga jika ekonomi membaik, industri properti ikut membaik.

Kedua, ketersediaan anggaran subsidi meningkat di mana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) menjadi Rp16.3 triliun pada tahun 2021. Ketiga, kehidupan baru (new normal) mulai terbiasa di kehidupan masyarakat. Lalu keempat, pada Desember 2020 hingga Januari 2021 vaksin kemungkinan sudah bisa dipergunakan. Dengan demikian dirinya optimistis pasar properti tahun depan bisa membaik. (Baca juga: Manfaat Produk Herbal untuk Ibu Hamil dan Menyusui)

Bisnis properti residensial tampaknya belum tumbuh signifikan pada kuartal III/2020. Perkembangan tersebut tecermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) kuartal III/2020 yang tercatat sebesar 1,51% yoy, tetapi relatif lebih stabil bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya yang sebesar 1,59% (yoy).

"IHPR diprakirakan masih tumbuh terbatas pada kuartal IV/2020 sebesar 1,29% (yoy)," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko di Jakarta kemarin.

Dari sisi volume, penjualan properti residensial pada kuartal III/2020 masih anjlok. Hal tersebut tecermin dari penjualan properti residensial yang terkontraksi 30,93% (yoy) bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar 25,60% (yoy).

Adapun penurunan penjualan properti residensial ini terjadi pada seluruh tipe rumah. Menurut sumber pembiayaan, hasil survei menunjukkan pengembang masih mengandalkan sumber dari non-perbankan untuk pembiayaan pembangunan properti residensial. (Baca juga: Bakal Ubah Peta Politik Indonesia, Habib Rizieq Makin Kuat)

"Pada kuartal III/2020, pembiayaan pembangunan properti yang bersumber dari dana internal pengembang mencapai 66,87% dari total kebutuhan modal," beber dia.

Dari sisi konsumen, fasilitas KPR menjadi sumber pembiayaan utama dalam pembelian properti residensial dengan pangsa mencapai 76,02% dari total pembiayaan.

Pada kuartal IIl/2020, pengembang properti masih mengandalkan modal dari dana internal perusahaan sebagai sumber utama pembiayaan proyek perumahan dengan persentase sebesar 66,87% terhadap modal perusahaan. Sementara itu pembelian properti residensial oleh konsumen mayoritas masih dibiayai dari fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Hal itu tecermin dari hasil survei harga properti BI yang mengindikasikan mayoritas konsumen (76,02%) membeli properti residensial dengan menggunakan fasilitas KPR, sementara sebanyak 17,67% lainnya dengan tunai bertahap dan 6,31% dengan tunai," papar Onny. (Lihat videonya: Angin Puting Beliung Rusak Sejumlah Rumah)

Kemudian sumber pembiayaan properti berikutnya yang digunakan oleh pengembang antara lain pinjaman perbankan dan pembayaran dari konsumen dengan proporsi masing-masing 22,17% dan 8,56%

"Lalu total modal berdasarkan komposisi dana internal, porsi terbesar berasal dari modal disetor (50,07%) dan laba ditahan (45,4%)," kata Onny.

Adapun pada kuartal III/2020, pertumbuhan KPR dan KPA secara tahunan tercatat kembali melambat dari 3,50% (yoy) pada kuartal sebelumnya menjadi 2,05% (yoy). Sementara itu secara kuartal, penyaluran KPR dan KPA tumbuh 0,62% (qtq), membaik dari kuartal sebelumnya yang tercatat mengalam kontraksi -0,11% (qtq). (Kunthi Fahmar Shandy)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0913 seconds (0.1#10.140)