Media Sosial Produk Anak Bangsa Patut Diperhitungkan

Sabtu, 14 November 2020 - 06:00 WIB
loading...
Media Sosial Produk...
Seiring perkembangan zaman, Indonesia sudah mulai membuat aplikasi messenger sendiri. Foto: SINDOnews/Hasiholan Siahaan
A A A
JAKARTA - JAKARTA - Karya anak bangsa di sektor digital patut diperhitungkan. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara pencetak perusahaan startup unicorn yang memiliki valuasi nilai di atas USD1 miliar atau Rp14,2 triliun (kurs Rp14.200). Indonesia sudah memiliki 4 unicorn dengan jenis aplikasi marketplace.

Tentu, banyak inovator digital bermimpi untuk membuat perusahaan startup, salah satunya masuk kategori media sosial (medsos) ataupun jenis lainnya. Selama ini sudah ada media sosial buatan lokal seperti Sebangsa, Mindtalk, Kwikku, Catfiz, BuzzBuddies, dan lainnya. Memang belum sebesar layaknya media sosial yang tengah digemari masyarakat, namun kehadiran mereka membawa inspirasi bagi inovator lain.

Aryo Nugroho , co-founder Catfiz, sebuah aplikasi medsos sekaligus pesan, mengatakan, membuat aplikasi ini sebagai idealisme untuk membuat messenger karya bangsa sendiri, dan dioperasikan dengan server yang ada di Indonesia. Kelebihan Catfiz ialah ringan dan cepat. Teknologi baru mereka memungkinkan kirim pesan lebih cepat dan mampu mengirim file hingga 200MB.

"Kami juga dapat streaming yang diletakkan di Cloud Catfiz, grup bisa menampung 2.000 members. Ada juga fitur Channel yang memungkinkan untuk semacam artis atau motivator kirim ide atau chat tanpa diinterupsi dengan komentar," jelasnya.

Prestasi Catfiz beberapa tahun lalu yakni pernah booming di jazirah Arab. Karena itu juga ada fitur menu Bahasa Arab. Aktifitas Catfiz diakui Aryo memang tidak banyak berkembang karena beberapa personel yang harus mengerjakan aktifitas lain dalam kegiatan pekerjaan lain seperti Aryo yang tengah melanjutkan studi doktoral.

Baginya memang sulit mengembangkan aplikasi karena jejaring dan permodalan. Ditambah, kecintaan bangsa ini untuk mengunakan produk sendiri apa pun bentuknya masih sangat kurang.

Bagi seorang inovator digital tidak lelah untuk terus membuat aplikasi. Jika aplikasi khusus media sosial dan messenger sulit banyak aplikasi lain yang dapat dikembangkan. Aryo bersama Moh Noor Al Azam yang juga co-founder Catfiz kini tengah mengembangkan aplikasi BELINDA dan JUMINTEN untuk membantu pembelajaran pada masa pandemi.

"Ke depannya aplikasi kolaboratif akan menjadi salah satu potensi besar sehingga para pembuat startup harus terus berinovasi," ungkapnya.

Aplikasi terbarunya ini akan menjadi solusi dari tantangan generasi masa kini yang kebanjiran informasi khususnya materi belajar juga menuntut mereka bisa memilah mana yang akan jadi bidang fokusnya.

Meskipun gempuran media sosial raksasa dunia tidak dapat tertandingi. Namun, awal 2021 nanti akan ada gebrakan sebuah media sosial baru, yaitu Hyppe.

VP dan Technology Advisor Hyppe Technology Holid's Berhad, Magin M menjelaskan, media sosial baru ini akan beda. Dimulai saat pendaftaran akun harus melalui KTP jika tidak hanya menonton tidak dapat komen ataupun memberi like.
Mereka ingin mencegah tindak kejahatan dan perundungan di dunia maya. Hypee ialah media sosial yang bukan hanya untuk berjejaring, namun wadah untuk berkreasi. Membuat konten apa pun yang dapat diunggah melalui video, foto, ataupun tulisan.

Keuntungan content creator pada aplikasi Hyppe nanti, teknologi single print combad yang mereka miliki akan mendeteksi konten. Jadi, mereka yang mengunggah konten akan diverifikasi bahwa konten tersebut belum pernah ada. Kemudian akan ada persetujuan kepemilikan konten untuk melindungi karya sang pembuat.

"Semua konten yang sudah melewati verifikasi dan klaim kepemilikan digital. Dia bisa menentukan harga. Siapa pun bisa membeli konten untuk mengganti kepemilikan konten tersebut. Kami akan membuka satu peluang ekosistem kepada pembuat konten untuk menjual aset karya digitalnya," ungkap Magin.

Hyppe akan bekerja sama dengan blockchain sehingga pemilik konten dapat melihat tracking konten mereka. IP address mana saja yang sudah mengunduh konten dia, dan siapa yang melihat konten. Begitu juga dengan royalti bisa dilacak, siapa saja yang membagikan konten dia.

Hyppe menganggap pengguna sebagai mitra, perusahaan mengeluarkan algoritma 60% pendapatan perusahaan dibayar keluar kembali kepada pengguna dan pembuat konten. Sesuai hitungan mereka, nantinya konten yang dihasilkan akan mendatangkan uang sesuai like yang didapat. Bukan hanya itu pengguna yang menonton iklan juga akan mendapat insentif.

"Bagi perusahaan yang menaruh iklan kepada kami juga nanti bisa secara transparan melihat siapa saja yang menonton iklan mereka karena Rp 450 dari iklan tersebut menjadi milik penonton," jelas Margin.

Hyppe yakin dapat menjaring banyak pengguna dengan konsep baru mereka. Sebab selama ini, tidak ada kejelasan bagi pembuat konten, tidak ada media sosial yang menghargai kerja mereka. Hypee diharapkan mampu membuat masyarakat Indonesia lebih kreatif dalam membuat karya dalam bentuk apa pun itu.
(wan)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2218 seconds (0.1#10.140)