Industri Mebel dan Kerajinan Megap-megap, Pemerintah harus Turun Tangan
loading...
A
A
A
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi), para menteri, lembaga maupun instansi terkait harus berhenti berwacana menyelamatkan perekonomian nasional dengan membiarkan seluruh pasar produk dalam negeri disapu bersih barang impor.
Pemerintah seharusnya fokus melakukan upaya maksimal menyelamatkan industri nasional yang terancam bangkrut karena krisis ekonomi, melalui pengadaan barang pemerintah yang selama ini nyaris dikuasai importir sebagai pemenang lelang.
(Baca juga:Terhambat Regulasi, Industri Mebel dan Kerajinan Perlu Diselamatkan)
Kebijakan yang dibuat pemerintah menjadi mandul karena lembaga terkait tidak mau melakukan penyesuaian aturan sesuai dengan perkembangan bisnis dan industri di dalam negeri. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Pemerintah (LKPP) sebagai pelaksana seharusnya bekerja dengan hati melakukan penyesuaian peraturannya, sehingga niat Presiden untuk mendorong pertumbuhan produk industri dalam negeri melalui aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) tidak sia-sia.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur mengatakan jika Presiden Jokowi, Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Perdagangan (Mendag), dan Menteri Perindustrian (Menperin) serius menyelamatkan pelaku industri, seharusnya memberikan kesempatan ke pelaku industri.
(Baca juga:Industri Mebel dan Kerajinan Nasional Terpukul Regulasi Pemerintah)
“Beri kami pasar pemerintah dengan diskresi khusus. Jangan biarkan kami dihabisi produk impor dengan harga yang tidak rasional dan kualitas hanya berstempel SNI,” tegas Abdul Sobur di Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Menurut Sobur, dengan pagu anggaran sebesar Rp695,2 triliun, sesuai penegasan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, seharusnya sejak April 2020, negeri ini bisa berbuat banyak untuk melakukan pemulihan perekonomian nasional (PEN). Nyatanya hingga saat ini pemutusan hubungan kerja (PHK) tak terbendung dan banyak usaha mandeg.
“Bantuan sosial yang diberikan pemerintah dalam bentuk natura nyaris tidak menjadi stimulus dan memicu agregat pasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah,” katanya.
(Baca juga:Pemerintah Anyam Industri Kerajinan Masuk Rantai Pasok Global)
Bantuan pemerintah dalam bentuk natura hampir semuanya produk industri besar yang umumnya memiliki kekuatan pasar dan modal hingga dua atau lima tahun ke depan. Program bantuan sosial itu justru memberi amunisi dalam nilai puluhan triliun rupiah kepada kongkomerat dan pihak lainnya mendapatkan keuntungan ekonomi.
Jika bantuan itu diberikan dalam bentuk tunai atau pengadaan barang pemerintah kepada pelaku UMKM, bukan hanya terjadi perputaran uang di masyarakat secara merata, tetapi juga penyelamatan lapangan kerja, kelanjutan industri, dan meminimalisir peluang munculnya para spekulan dan oknum memanfaatkan kepentingan ekonomi pribadi.
(Baca juga:Terhambat Regulasi, Industri Mebel dan Kerajinan Perlu Diselamatkan)
“Saya meminta kepada Presiden Jokowi untuk melihat kehancuran ekonomi yang dialami pelaku bisnis nasional, terutama UMKM di tengah pandemi Covid-19 dengan kacamata komprehensif dan bukan parsial, apalagi dari para pembisik,” kata Sobur.
Pemerintah, lanjut Sobur, khususnya Presiden Jokowi punya kekuatan. Namun nyaris mandul karena para pelaksana birokrasi mulai dari eselon III hingga jenjang di atasnya tidak melaksanakan amanat Perpres Pengadaan Produk Nasional.
Sobur mencontohkan di industri mebel dan kerajinan. Jika pemerintah memberikan kesempatan pengadaan bangku dan peralatan sekolah dari industri mebel dan kerajinan nasional, diyakini bisa menghidupi jutaan pelaku usaha UMKM di Indonesia.
Keputusan politik itu penting karena ada puluhan juta sekolah di seluruh Indonesia, dengan klaster industri berbasis budaya dan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang tinggi di setiap provinsi di Indonesia. Nyatanya kan tidak. Pengadaan kebutuhan sekolah di Indonesia hampir dipenuhi produk impor yang menguasai pasar mebel domestik. Kalau saja langkah sederhana ini dilakukan, berapa puluh juta atau mungkin ratusan juta stake and share holder di Indonesia yang akan hidup.
“Saya yakin, Presiden Jokowi sangat paham kultur bisnis berbasis kayu yang beliau geluti sendiri selama puluhan tahun. Namun sayangnya potensi ekonomi dan konstituen politik yang pro pemerintah ini dibiarkan merana dan satu per satu mati. Padahal tak ada satu kelurahan di republik ini yang tidak ada tukang furniture, dan tidak ada satu ruang sekecil apapun yang tidak butuh mebel atau kerajinan,” tutur Sobur.
Pemerintah seharusnya fokus melakukan upaya maksimal menyelamatkan industri nasional yang terancam bangkrut karena krisis ekonomi, melalui pengadaan barang pemerintah yang selama ini nyaris dikuasai importir sebagai pemenang lelang.
(Baca juga:Terhambat Regulasi, Industri Mebel dan Kerajinan Perlu Diselamatkan)
Kebijakan yang dibuat pemerintah menjadi mandul karena lembaga terkait tidak mau melakukan penyesuaian aturan sesuai dengan perkembangan bisnis dan industri di dalam negeri. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Pemerintah (LKPP) sebagai pelaksana seharusnya bekerja dengan hati melakukan penyesuaian peraturannya, sehingga niat Presiden untuk mendorong pertumbuhan produk industri dalam negeri melalui aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) tidak sia-sia.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur mengatakan jika Presiden Jokowi, Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Perdagangan (Mendag), dan Menteri Perindustrian (Menperin) serius menyelamatkan pelaku industri, seharusnya memberikan kesempatan ke pelaku industri.
(Baca juga:Industri Mebel dan Kerajinan Nasional Terpukul Regulasi Pemerintah)
“Beri kami pasar pemerintah dengan diskresi khusus. Jangan biarkan kami dihabisi produk impor dengan harga yang tidak rasional dan kualitas hanya berstempel SNI,” tegas Abdul Sobur di Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Menurut Sobur, dengan pagu anggaran sebesar Rp695,2 triliun, sesuai penegasan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, seharusnya sejak April 2020, negeri ini bisa berbuat banyak untuk melakukan pemulihan perekonomian nasional (PEN). Nyatanya hingga saat ini pemutusan hubungan kerja (PHK) tak terbendung dan banyak usaha mandeg.
“Bantuan sosial yang diberikan pemerintah dalam bentuk natura nyaris tidak menjadi stimulus dan memicu agregat pasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah,” katanya.
(Baca juga:Pemerintah Anyam Industri Kerajinan Masuk Rantai Pasok Global)
Bantuan pemerintah dalam bentuk natura hampir semuanya produk industri besar yang umumnya memiliki kekuatan pasar dan modal hingga dua atau lima tahun ke depan. Program bantuan sosial itu justru memberi amunisi dalam nilai puluhan triliun rupiah kepada kongkomerat dan pihak lainnya mendapatkan keuntungan ekonomi.
Jika bantuan itu diberikan dalam bentuk tunai atau pengadaan barang pemerintah kepada pelaku UMKM, bukan hanya terjadi perputaran uang di masyarakat secara merata, tetapi juga penyelamatan lapangan kerja, kelanjutan industri, dan meminimalisir peluang munculnya para spekulan dan oknum memanfaatkan kepentingan ekonomi pribadi.
(Baca juga:Terhambat Regulasi, Industri Mebel dan Kerajinan Perlu Diselamatkan)
“Saya meminta kepada Presiden Jokowi untuk melihat kehancuran ekonomi yang dialami pelaku bisnis nasional, terutama UMKM di tengah pandemi Covid-19 dengan kacamata komprehensif dan bukan parsial, apalagi dari para pembisik,” kata Sobur.
Pemerintah, lanjut Sobur, khususnya Presiden Jokowi punya kekuatan. Namun nyaris mandul karena para pelaksana birokrasi mulai dari eselon III hingga jenjang di atasnya tidak melaksanakan amanat Perpres Pengadaan Produk Nasional.
Sobur mencontohkan di industri mebel dan kerajinan. Jika pemerintah memberikan kesempatan pengadaan bangku dan peralatan sekolah dari industri mebel dan kerajinan nasional, diyakini bisa menghidupi jutaan pelaku usaha UMKM di Indonesia.
Keputusan politik itu penting karena ada puluhan juta sekolah di seluruh Indonesia, dengan klaster industri berbasis budaya dan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang tinggi di setiap provinsi di Indonesia. Nyatanya kan tidak. Pengadaan kebutuhan sekolah di Indonesia hampir dipenuhi produk impor yang menguasai pasar mebel domestik. Kalau saja langkah sederhana ini dilakukan, berapa puluh juta atau mungkin ratusan juta stake and share holder di Indonesia yang akan hidup.
“Saya yakin, Presiden Jokowi sangat paham kultur bisnis berbasis kayu yang beliau geluti sendiri selama puluhan tahun. Namun sayangnya potensi ekonomi dan konstituen politik yang pro pemerintah ini dibiarkan merana dan satu per satu mati. Padahal tak ada satu kelurahan di republik ini yang tidak ada tukang furniture, dan tidak ada satu ruang sekecil apapun yang tidak butuh mebel atau kerajinan,” tutur Sobur.
(dar)