Makin Melebar, Defisit APBN Capai 4,67%

Selasa, 24 November 2020 - 07:32 WIB
loading...
Makin Melebar, Defisit APBN Capai 4,67%
Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 semakin melebar akibat lemahnya penerimaan negara. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 semakin melebar akibat lemahnya penerimaan negara. Di sisi lain, realisasi belanja negara juga tumbuh signifikan yang dipicu pengeluaran untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Dalam laporan terbaru yang dirilis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemarin, per Oktober lalu defisit tercatat sebesar Rp765,9 triliun atau 4,67%. Angka ini kian mendekati target defisit yang dipatok pada APBN 2020 sebesar 6,34%. (Baca: Apakah Amal Bisa Mengubah Takdir?)

Angka defisit tersebut diperoleh akibat penerimaan pendapatan negara yang hanya sebesar Rp1.276,9 triliun atau menurun 15,4% dibanding periode yang sama tahun lalu Rp1.508,5 triliun. Sedangkan dari sisi belanja, hingga Oktober 2020 pemerintah telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp2.041,8 triliun. Realisasi belanja itu tumbuh 13,6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp1.797,7 triliun.

“Dukungan fiskal Indonesia untuk ekonomi yang kontraksi masih termasuk moderat, tidak seperti negara lain yang defisitnya belasan persen,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam video virtual di Jakarta kemarin.

Secara terperinci, realisasi penerimaan perpajakan hingga Oktober 2020 tercatat mencapai Rp991,0 triliun atau 70,6% dari target Rp1.404,5 triliun. Performa itu mencatatkan kontraksi 15,6% dibandingkan realisasi hingga akhir Oktober 2019 senilai Rp1.173,9 triliun.

“Belanja negara total telah mencapai 74,5% dari pagu (APBN), tumbuh 13,6%. Ini untuk mendukung kinerja program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional),” lanjut Sri Mulyani. (Baca juga: Siap-siap. Seleksi PPK Guru Honorer Segera Dibuka)

Terkait pendapatan negara, Kemenkeu mengaku akan terus mendorong penerimaan walaupun di tengah kondisi yang masih relatif sulit akibat pandemi Covid-19.

“Dari sisi penerimaan pajak, meskipun kondisinya sangat sulit, namun kita akan tetap mencoba untuk menjaga penerimaan, di mana realisasi sampai akhir Oktober adalah Rp991 triliun atau sebesar 70,6% dari target,” kata Menkeu.

Menkeu menambahkan, beberapa pos penerimaan pajak memang ada yang mengalami tekanan karena diberlakukan insentif pajak yang diberikan kepada seluruh perekonomian mulai dari pajak untuk karyawan, pajak PPh, maupun untuk PPN.

Data Kemenkeu menyebutkan, untuk PPh nonmigas hingga akhir Oktober 2020 telah tercapai 51,65% dari target yang ada dalam Perpes 72 Tahun 2020 yaitu Rp450,67 triliun dari target Rp638,52 triliun. PPH nonmigas ini mengalami kontraksi 19,03% dibanding tahun lalu. Data ini menggambarkan kondisi ekonomi yang masih mengalami tekanan yang sangat dalam. (Baca juga: Tips Memilih Dokter untuk Konsultasi Anak)

Sementara itu, pandemi Covid-19 juga berdampak pada sektor ketenagakerjaan. (Kemenkeu) mencatat ada sekitar 2,6 juta orang di Tanah Air yang kehilangan pekerjaan alias menganggur.

“Dalam hal ini kita melihat banyak masyarakat bergerak dari sektor formal tadinya 44,12% di 2019 menjadi 39,53% dan mereka sekarang bekerja di sektor informal sehingga pekerja informal naik,” ucap Sri Mulyani.

Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memperkirakan, angka pengangguran diperkirakan terus bertambah pada tahun depan. Pasalnya, industri domestik diprediksi belum akan pulih sehingga penyerapan tenaga kerja menjadi terhambat.

“TPT tahun 2021 diperkirakan sebesar 7,8% (atau setara 10,4 juta jiwa). Lalu, terdapat pengangguran tambahan sebesar 1,1 juta orang sebagai akibat pandemi Covid-19 serta sekitar 2,5 juta orang angkatan kerja baru yang tidak terserap sehingga tambahan pengangguran totalnya tahun 2021 sebesar 3,6 juta orang,” kata Tauhid kemarin.

Dia menambahkan, pada masa mendatang, kalaupun industri sudah pulih, maka akan cenderung mempekerjakan tenaga kerja yang sebelumnya dirumahkan. (Baca juga: Mendadak Nganggur, Kartu Prakerja Banyak Diburu Laki-laki)

Pemerintah Dorong Pemulihan melalui UU Cipta Kerja

Pandemi Covid-19 berdampak cukup berat terhadap sektor ketenagakerjaan. Sebanyak 29,12 juta orang kehilangan pekerjaan atau menjadi pengangguran akibat pandemi Covid-19.

“Mereka ada yang menganggur, ada yang dirumahkan. Oleh sebab itu, pemerintah membuat suatu program percepatan untuk pemulihan ekonomi nasional yang intinya untuk menciptakan konsumsi masyarakat sehingga nantinya perekonomian bisa membaik,” ucap Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin dalam webinar di Jakarta kemarin.

Dia mengatakan, dalam mendukung peningkatan ekosistem ketenagakerjaan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah telah menginisiasi penerbitan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Menurut Rudy, upaya yang dilakukan pemerintah tersebut dalam rangka membuka lapangan kerja dan pemulihan ekonomi. (Lihat videonya: Hati-hati Modus Penipuan Modifikasi ATM)

“Di dalam UU Cipta Kerja ada beberapa hal, khususnya dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kita mudahkan dari mulai perizinan, kemudian mempermudah kemitraan antara usaha besar dan menengah dengan usaha mikro kecil,” jelasnya. (Rina Anggraeni/Oktiani Endarwati)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1789 seconds (0.1#10.140)