Soal Rencana Kenaikan Cukai Rokok, APTI Surati Sri Mulyani dan Moeldoko
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) melayangkan surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Kepala Staf Presiden Moeldoko. Surat tersebut dilayangkan Rabu (18 November). Surat tersebut dilayangkan selang dua hari setelah APTI diterima Moeldoko di Kompleks Istana Negara, Senin 16/11).
Dalam surat yang ditandatangani Agus Parmuji (Ketua Dewan Nasional APTI) dan Syafrudin (Sekjen Dewan Nasional APTI) itu, APTI meminta agar Sri Mulyani mengkaji ulang rencana kenaikan tarif cukai rokok untuk 2021. (Baca: Amalan-amalan yang Terlupakan Saat Turun Hujan)
APTI mengingatkan bahwa situasi dan kondisi sentra tembakau di dua tahun terakhir (2019 dan 2020) sedemikian parah sehingga menyebabkan penyerapan industri atas hasil perkebunan tembakau juga mengalami penurunan yang luar biasa.
“Perekonomian sentra tembakau ambruk karena lemahnya penyerapan industri dan hancurnya harga pembelian oleh industri,” kata Agus Parmuji, dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Penyebab dari semua itu, lanjut Agus, karena penetapan tarif cukai 23% pada 2020 yang berakibat terhadap minimnya penyerapan tembakau lokal. Lebih jauh APTI juga mengkritisi rencana pemerintah untuk tetap menaikkan tarif cukai sigaret keretek mesin (SKM), yang konon, berada dalam kisaran 13% hingga 20%. (Baca juga: Guru SD-SMP Mulai Masuk di Surabaya, Ini Curhatan Mereka)
Bagi APTI, SKM adalah salah satu produk yang banyak menyerap tembakau lokal. “SKM bisa dikatakan sebagai produk yang padat bahan baku nasional,” kata Agus.
Berdasarkan fakta tersebut, APTI mengusulkan agar besaran kenaikan cukai produk SKM maksimal hanya 5%. Belum lagi keberadaan rokok ilegal jenis SKM yang akan semakin merajalela.
Di sisi lain, APTI menyambut positif rencana pemerintah tidak menaikkan tarif cukai produk sigaret keretek tangan (SKT). “SKT adalah produk yang banyak melibatkan tenaga kerja sehingga tidak adanya kenaikan tarif di sini akan membantu produsen mempertahankan tenaga kerja yang ada,” tutur Agus. (Lihat videonya: Gunung Slamet Dilanda Badai dan Hujan Es)
APTI berharap tarif cukai untuk kedua produk tersebut, yang banyak bernuansa nasional, dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah. (Rakhmat Baihaqi)
Dalam surat yang ditandatangani Agus Parmuji (Ketua Dewan Nasional APTI) dan Syafrudin (Sekjen Dewan Nasional APTI) itu, APTI meminta agar Sri Mulyani mengkaji ulang rencana kenaikan tarif cukai rokok untuk 2021. (Baca: Amalan-amalan yang Terlupakan Saat Turun Hujan)
APTI mengingatkan bahwa situasi dan kondisi sentra tembakau di dua tahun terakhir (2019 dan 2020) sedemikian parah sehingga menyebabkan penyerapan industri atas hasil perkebunan tembakau juga mengalami penurunan yang luar biasa.
“Perekonomian sentra tembakau ambruk karena lemahnya penyerapan industri dan hancurnya harga pembelian oleh industri,” kata Agus Parmuji, dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Penyebab dari semua itu, lanjut Agus, karena penetapan tarif cukai 23% pada 2020 yang berakibat terhadap minimnya penyerapan tembakau lokal. Lebih jauh APTI juga mengkritisi rencana pemerintah untuk tetap menaikkan tarif cukai sigaret keretek mesin (SKM), yang konon, berada dalam kisaran 13% hingga 20%. (Baca juga: Guru SD-SMP Mulai Masuk di Surabaya, Ini Curhatan Mereka)
Bagi APTI, SKM adalah salah satu produk yang banyak menyerap tembakau lokal. “SKM bisa dikatakan sebagai produk yang padat bahan baku nasional,” kata Agus.
Berdasarkan fakta tersebut, APTI mengusulkan agar besaran kenaikan cukai produk SKM maksimal hanya 5%. Belum lagi keberadaan rokok ilegal jenis SKM yang akan semakin merajalela.
Di sisi lain, APTI menyambut positif rencana pemerintah tidak menaikkan tarif cukai produk sigaret keretek tangan (SKT). “SKT adalah produk yang banyak melibatkan tenaga kerja sehingga tidak adanya kenaikan tarif di sini akan membantu produsen mempertahankan tenaga kerja yang ada,” tutur Agus. (Lihat videonya: Gunung Slamet Dilanda Badai dan Hujan Es)
APTI berharap tarif cukai untuk kedua produk tersebut, yang banyak bernuansa nasional, dipertimbangkan secara matang oleh pemerintah. (Rakhmat Baihaqi)
(ysw)