Bank Wakaf Mikro Perlu GCG agar Tak Senasib Lembaga Zakat Formal

Kamis, 26 November 2020 - 08:33 WIB
loading...
Bank Wakaf Mikro Perlu GCG agar Tak Senasib Lembaga Zakat Formal
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ada beberapa catatan untuk mengembangkan model bisnis bank wakaf mikro (BWM) . Hal ini dikarenakan Wakil Presiden Ma'ruf Amin menginginkan model bisnis yang lebih jelas agar ke depannya bank wakaf mikro makin berkembang.

Ekonom Indef Fauziah Rizki Yuniarti mengatakan, untuk mengembangkan BWM harus ada kejelasan, transparansi, akuntabilitas atas tata kelola BWM. Khususnya BWM model sekarang yang pesantren-based, karena orang-orang manajemen pengelola BWM adalah orang pesantren yang mungkin skill dan knowledge dalam menjalankan tata kelola yang baik belum memadai.

Good governance adalah hal krusial karena BWM masih tahap awal pengembangan (BWM pertama di 2017), sehingga penting untuk BWM menunjukkan ke masyarkat bahwa lembaga ini memiliki tata kelola yang baik agar persepsi masyarakat tentang BWM terjaga dengan baik. Jadi tidak rusak misal karena tidak ada transparansi dalam pengelolaan wakaf atau dana lainnya. ( Baca juga:OJK Digitalisasi Bank Wakaf Mikro, BPR pun Kalah Canggih )

"Belajar dari pengalaman salah satu alasan belum berhasilnya lembaga pengelola zakat formal dalam mengumpulkan zakat yang ada (zakat collection sangat kecil dibanding zakat potential) karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas dari pengelola zakat formal dalam mengelola zakatnya yang dampak negatifnya berlansung selama bertahun-tahun. Makanya, BWM yang masih baru berdiri ini harus lepas landas dengan tata kelola yang baik," kata Fauziah di Jakarta, Kamis (26/11/2020).

Kata dia, BWM perlu menggunakan konsep group-based lending. Konsep ini memang konsep utama dari format operasional mikro keuangan secara umum yang merupakan cerminan dari institusi mikro keuangan pertama, Grameen Bank di Bangladesh.

"Sejauh ini tidak ada yang perlu dibenahi dari konsep ini karena konsep ini yang berhasil dilakukan di belahan dunia manapun karena konsep ini yang berhasil mengatasi masalah risiko kredit karena tidak adanya jaminan fisik (physical collateral) sehingga group-based lending yang menghasilkan tekanan sosial (social pressure) dapat menjadi jaminan sosial (social collateral)," katanya.

Lalu, perlu mencapai economies of scale. Kesulitan utama dari viability (kelangsungan hidup) dan sustainability (keberlanjutan) bisnis institusi mikro keuangan adalah biaya operasional yang tinggi hasil dari monitoring cost yang sangat tinggi karena memantau risiko yang sangat tinggi dari para nasabah yang tidak memiliki kolateral fisik.

Monitoring cost tinggi karena adanya weekly meetings antara manajemen BWM dan grup nasabah karena di sanalah terjadi transaksi penagihan utang oleh manajemen BWM, pembayaran utang dan penyetoran tabungan dan asuransi takaful oleh nasabah. ( Baca juga:Mobil-mobil Supercar nan Mewah dalam Kehidupan Diego Maradona )

"BWM harus cerdik menemukan satu titik agar operasional bisa mencapai economies of scale sehingga biaya operasional bisa turun," katanya.

Serta, di era seperti sekarang ini, khususnya adanya corona, digitialisasi di semua lini bisnis sangat krusial dan utama. BWM harus bisa upgrade melakukan digitalisasi dalam hal pengumpulan dana pihak ketiga, pembiayaan, operasional, dan pengembangan usaha nasabah.

"Digitalisasi sangat penting khususnya dalam hal pengumpulan dana pihak ketiga (ZISWAF) sehingga dana yang terkumpul bisa dari mana saja," bebernya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2009 seconds (0.1#10.140)