Jika dirupiahkan, dengan kurs Rp14.000 per USD, maka nilai utang global tersebut mencapai Rp2,8 juta triliun alias Rp2,8 kuintiliun, atau Rp2,8 diikuti dengan 18 angka nol di belakangnya.
(Baca Juga: Penawaran Surat Utang Negara Capai Rp94,3 Triliun)
S&P Global menyatakan, kenaikan utang global itu diperkuat oleh penurunan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 dan pinjaman ekstra yang harus diambil oleh pemerintah, perusahaan, dan rumah tangga.
Baca Juga:
"Utang global terhadap PDB (produk domestik bruto) telah meningkat selama bertahun-tahun, pandemi hanya memperburuk peningkatan," ungkap laporan S&P yang dikutip Reuters, Jumat (4/12/2020).
Namun, terlepas dari lonjakan dan gelombang default yang diharapkan selama tahun mendatang, S&P Globaltidak mengharapkan adanya krisis besar pada tahap ini.
"Proyeksi kenaikan 14% dalam utang global terhadap PDB pada tahun 2020 tidak mungkin menyebabkan krisis utang jangka pendek, asalkan ekonomi pulih, vaksin didistribusikan secara luas, suku bunga tetap sangat rendah, dan perilaku meminjam moderat," kata laporan itu.
S&P menambahkan, selama ekonomi dunia bangkit kembali setelah pandemi, rasio utang terhadap PDB global akan turun kembali ke 256% pada 2023. "Kami berharap pertumbuhan utang perusahaan, pemerintah dan rumah tangga mereda karena cenderung telah melalui resesi," papar S&P.