Setelah Dilindungi dan Harga Gas Turun, Saatnya Geber Industri Keramik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu produktivitas dan daya saing industri keramik di Tanah Air. Alasannya, industri ini berpotensi besar untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku tersebar di sejumlah daerah.
Saat ini, utilisasi produksi nasional dari sektor industri keramik mulai melonjak hingga 65% pada November 2020. “Diharapkan akan terus meningkat sampai dengan akhir tahun 2020 sebesar 70% dari sebelumnya hanya utilisasi hanya berkisar 45%-50% karena pandemi Covid-19,” kata Direktur Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan dalam keterangan resminya, Senin (7/12/2020). ( Baca juga:Bakal Diguyur Investasi Rp32,5 Triliun, Kemenperin Kebut Tiga Sektor Industri Agro )
Adie menyebutkan, sejumlah kebijakan strategis telah dijalankan pemerintah dalam rangka mendongkrak daya saing industri keramik nasional terhadap ancaman produk impor. Antara lain adalah penerapan safeguard atau pengenaan bea masuk tindakan pengaman (BMTP) terhadap impor produk ubin keramik. Selain itu, pemberlakuan harga gas bumi untuk sektor industri sebesar USD6 per MMBTU.
“Upaya pemerintah yang telah dilakukan tersebut, sangat mendongkrak pemulihan kinerja industri keramik nasional dan dirasakan juga manfaatnya dengan adanya peningkatan permintaan pasar dalam negeri maupun ekspor,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam optimistis pada kebijakan yang telah diterbitkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan industri di tengah masa pandemi saat ini. ( Baca juga:Tak Kapok Dipenjara, Oknum ASN Kembali Nyabu dan Ditangkap Polisi )
“Kami mengapresiasi kepada sektor industri manufaktur dalam negeri, termasuk industri keramik yang telah menunjukkan keuletan dan mampu memanfaatkan peluang rebound dengan dukungan pemerintah,” ujar Khayam.
Khayam menegaskan, pihaknya akan terus berupaya melaksanakan langkah-langkah kebijakan strategis yang merupakan program kementerian. Di antaranya melalui program substitusi impor 35% pada tahun 2022 untuk mendukung pemulihan industri nasional, serta mewujudkan sektor industri yang maju dan berdaya saing.
Saat ini, utilisasi produksi nasional dari sektor industri keramik mulai melonjak hingga 65% pada November 2020. “Diharapkan akan terus meningkat sampai dengan akhir tahun 2020 sebesar 70% dari sebelumnya hanya utilisasi hanya berkisar 45%-50% karena pandemi Covid-19,” kata Direktur Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan dalam keterangan resminya, Senin (7/12/2020). ( Baca juga:Bakal Diguyur Investasi Rp32,5 Triliun, Kemenperin Kebut Tiga Sektor Industri Agro )
Adie menyebutkan, sejumlah kebijakan strategis telah dijalankan pemerintah dalam rangka mendongkrak daya saing industri keramik nasional terhadap ancaman produk impor. Antara lain adalah penerapan safeguard atau pengenaan bea masuk tindakan pengaman (BMTP) terhadap impor produk ubin keramik. Selain itu, pemberlakuan harga gas bumi untuk sektor industri sebesar USD6 per MMBTU.
“Upaya pemerintah yang telah dilakukan tersebut, sangat mendongkrak pemulihan kinerja industri keramik nasional dan dirasakan juga manfaatnya dengan adanya peningkatan permintaan pasar dalam negeri maupun ekspor,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam optimistis pada kebijakan yang telah diterbitkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan industri di tengah masa pandemi saat ini. ( Baca juga:Tak Kapok Dipenjara, Oknum ASN Kembali Nyabu dan Ditangkap Polisi )
“Kami mengapresiasi kepada sektor industri manufaktur dalam negeri, termasuk industri keramik yang telah menunjukkan keuletan dan mampu memanfaatkan peluang rebound dengan dukungan pemerintah,” ujar Khayam.
Khayam menegaskan, pihaknya akan terus berupaya melaksanakan langkah-langkah kebijakan strategis yang merupakan program kementerian. Di antaranya melalui program substitusi impor 35% pada tahun 2022 untuk mendukung pemulihan industri nasional, serta mewujudkan sektor industri yang maju dan berdaya saing.
(uka)