Hipmi Minta Pemerintah Bagi-Bagi Proyek Infrastruktur ke Swasta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) meminta kepada pemerintah agar melibatkan pengusaha swasta dalam negeri untuk pembangunan proyek infrastruktur . Hipmi menilai bahwa selama ini pemerintah hanya menggunakan peran BUMN saja.
Ketua Bidang Perhubungan dan BUMN Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Arya Kuntadi mengatakan, selama ini pembangunan proyek-proyek pemerintah, khususnya infrastruktur, tidak banyak melibatkan pengusaha swasta. Semua digarap BUMN, anak perusahaan BUMN, dan cucu perusahaan BUMN. ( Baca juga:Menteri Basuki Tawarkan 17 Proyek Tol ke BUMN dan Swasta )
"Itu pula yang menjadi salah satu penyebab masifnya pembangunan infrastruktur tidak terlalu berdampak pada konsumsi domestik di sektor swasta," ujar Arya, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, (14/12/2020).
Meski demikian, menurutnya, hal tersebut dapat dipahami, mengingat dalam lima tahun terakhir pemerintah menggunakan BUMN sebagai lokomotif untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Ke depan pemerintah tidak bisa lagi hanya bergantung pada BUMN untuk membangun infrastruktur.
"Perlu ada pelibatan dengan swasta. Proyek infrstruktur tidak bisa semuanya dicover lewat BUMN. Sebab, proyeknya semakin banyak, sedangkan kapasitas keuangan, operasional, dan sumber daya manusia (SDM) pasti terbatas. Kolaborasi dan sinergi harus diciptakan," ucapnya.
Arya menambahkan, proyek-proyek perlu didistribusikan ke swasta. Sudah saatnya swasta berperan sebagai pelaku pembangunan infrastruktur nasional, apalagi kini swasta memiliki kemampuan tersebut.
"Proyek infrastruktur di daerah secara finansial tidak menguntungkan, tetapi harus dibangun, karena bisa menggerakkan ekonomi daerah. Sedangkan proyek yang secara finansial, swasta perlu diberi kesempatan lebih dulu," ungkapnya.
Selain itu, Arya berharap, dalam menggarap proyek infrastruktur, jangan lagi melibatkan kontraktor asing untuk masuk ke dalam proyek strategis. Jika kontraktor asal China seperti Qingjian International (South Pacific) Group Development (CNQC) saja bisa pailit, maka peran kontraktor Indonesia atau swasta di bisnis konstruksi harus semakin besar.
"Buktinya saja kontraktor asing bisa pailit. Padahal, swasta masih bisa meraup kontrak baik dari infrastruktur maupun proyek gedung di tengah dominasi kontraktor-kontraktor BUMN," imbuhnya.
Sekedar diketahui, permasalahan awal CNQC asal China itu pailit terjadi saat emiten jasa konstruksi PT Mitra Pemuda Tbk (MTRA) bersama Qingjiang International (South Pacific) Group Development Co. Pte. LTd membentuk usaha patungan yaitu CNQC-MTRA JO (joint operation) untuk mengerjakan pembangunan gedung di Bekasi yang dimiliki PT Logos Indonesia Bekasi One.
Sebagai kontraktor utama, CNQC-MTRA JO mensubkon-kan pekerjaan Mechanical Electric and Plumbing (MEP) kepada PT Grama Bazita sesuai rekomendasi PT Logos Indonesia Bekasi One. ( Baca juga:Dapat Amnesti dari Pemerintah Oman, 99 TKI Kembali Tanah Air )
CNQC-MTRA JO pun merugi atas keterlambatan yang mencapai Rp75,06 miliar per 15 Aprill 2020. PT Grama Bazita, salah satu sub kontraktor proyek Logos Bekasi One, mengajukan Permohonan PKPU atas CNQC-MTRA JO, PT Mitra Pemuda Tbk., dan Qingjian International (South Pacific) Group Development Co. Pte. Ltd. atas tagihan yang belum dibayarkan.
CNQC diputuskan pailit oleh Majelis Hakim Niaga Pengadilan Negeri Niaga Pusat sesuai dengan putusan no 161/Pdt.Sus-PKPU/2020/Pn.Niaga.Jkt.Pst tanggal 9 November 2020.
Ketua Bidang Perhubungan dan BUMN Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Arya Kuntadi mengatakan, selama ini pembangunan proyek-proyek pemerintah, khususnya infrastruktur, tidak banyak melibatkan pengusaha swasta. Semua digarap BUMN, anak perusahaan BUMN, dan cucu perusahaan BUMN. ( Baca juga:Menteri Basuki Tawarkan 17 Proyek Tol ke BUMN dan Swasta )
"Itu pula yang menjadi salah satu penyebab masifnya pembangunan infrastruktur tidak terlalu berdampak pada konsumsi domestik di sektor swasta," ujar Arya, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, (14/12/2020).
Meski demikian, menurutnya, hal tersebut dapat dipahami, mengingat dalam lima tahun terakhir pemerintah menggunakan BUMN sebagai lokomotif untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Ke depan pemerintah tidak bisa lagi hanya bergantung pada BUMN untuk membangun infrastruktur.
"Perlu ada pelibatan dengan swasta. Proyek infrstruktur tidak bisa semuanya dicover lewat BUMN. Sebab, proyeknya semakin banyak, sedangkan kapasitas keuangan, operasional, dan sumber daya manusia (SDM) pasti terbatas. Kolaborasi dan sinergi harus diciptakan," ucapnya.
Arya menambahkan, proyek-proyek perlu didistribusikan ke swasta. Sudah saatnya swasta berperan sebagai pelaku pembangunan infrastruktur nasional, apalagi kini swasta memiliki kemampuan tersebut.
"Proyek infrastruktur di daerah secara finansial tidak menguntungkan, tetapi harus dibangun, karena bisa menggerakkan ekonomi daerah. Sedangkan proyek yang secara finansial, swasta perlu diberi kesempatan lebih dulu," ungkapnya.
Selain itu, Arya berharap, dalam menggarap proyek infrastruktur, jangan lagi melibatkan kontraktor asing untuk masuk ke dalam proyek strategis. Jika kontraktor asal China seperti Qingjian International (South Pacific) Group Development (CNQC) saja bisa pailit, maka peran kontraktor Indonesia atau swasta di bisnis konstruksi harus semakin besar.
"Buktinya saja kontraktor asing bisa pailit. Padahal, swasta masih bisa meraup kontrak baik dari infrastruktur maupun proyek gedung di tengah dominasi kontraktor-kontraktor BUMN," imbuhnya.
Sekedar diketahui, permasalahan awal CNQC asal China itu pailit terjadi saat emiten jasa konstruksi PT Mitra Pemuda Tbk (MTRA) bersama Qingjiang International (South Pacific) Group Development Co. Pte. LTd membentuk usaha patungan yaitu CNQC-MTRA JO (joint operation) untuk mengerjakan pembangunan gedung di Bekasi yang dimiliki PT Logos Indonesia Bekasi One.
Sebagai kontraktor utama, CNQC-MTRA JO mensubkon-kan pekerjaan Mechanical Electric and Plumbing (MEP) kepada PT Grama Bazita sesuai rekomendasi PT Logos Indonesia Bekasi One. ( Baca juga:Dapat Amnesti dari Pemerintah Oman, 99 TKI Kembali Tanah Air )
CNQC-MTRA JO pun merugi atas keterlambatan yang mencapai Rp75,06 miliar per 15 Aprill 2020. PT Grama Bazita, salah satu sub kontraktor proyek Logos Bekasi One, mengajukan Permohonan PKPU atas CNQC-MTRA JO, PT Mitra Pemuda Tbk., dan Qingjian International (South Pacific) Group Development Co. Pte. Ltd. atas tagihan yang belum dibayarkan.
CNQC diputuskan pailit oleh Majelis Hakim Niaga Pengadilan Negeri Niaga Pusat sesuai dengan putusan no 161/Pdt.Sus-PKPU/2020/Pn.Niaga.Jkt.Pst tanggal 9 November 2020.
(uka)