Harga Gas USD6 per MMBTU untuk Industri Tertentu Perlu Dievaluasi

Rabu, 16 Desember 2020 - 17:00 WIB
loading...
Harga Gas USD6 per MMBTU...
Harga gas USD6 per MMBTU bagi sejumlah industri tertentu perlu dievaluasi kembali berdasarkan performanya agar negara tak dirugikan. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Rencana Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menaikkan harga gas khusus bagi industri yang tetap tidak memiliki performa bagus setelah mendapatkan harga khusus USD6 per MMBTU mendapat dukungan berbagai pihak. Sebab, jika harga khusus itu tidak juga menimbulkan efek pengganda (multiplier effect) seperti yang diharapkan, maka negara akan dirugikan.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, jika ada industri dari tujuh industri tertentu yang ditetapkan mendapat harga gas USD6 per MMBTU tidak menghasilkan multiplier effect pada masyarakat dan perekonomian, maka kesitimewaan itu sebaiknya dicabut saja.

(Baca Juga: Harga Gas Diusulkan Naik di Atas USD6 per MMBTU)

"Saya rasa satu tahun cukup untuk dievaluasi. Apakah industri-industri tersebut layak atau tidak mendapatkan harga gas tersebut. Jika tidak, sebaiknya dikembalikan seperti awal, atau dialihkan untuk industri yang lebih layak," kata Mamit kepada media di Jakarta, Rabu (16/12/2020).

Seperti diketahui, kebijakan harga gas sebesar USD6 per MMBTU tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Perpres tersebut kemudian diturunkan dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Adapun aturan teknisnya dituangkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 89 K/10/MEM/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Dalam Kepmen 89 ESDM itu disebutkan tujuh sektor industri memperoleh gas dengan harga khusus USD 6 per MMBTU. Ketujuh industri itu adalah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet. Berdasarkan aturan tersebut, skema harga ini berlangsung dari 2020 sampai 2024.

"Jadi yang perlu diubah saya rasa cukup Kepmen 89 ESDM saja, karena yang mengatur inudstri mana saja yang mendapat jatah USD6 per MMBTU ada di situ," katanya.

Oleh karena itu, Mamit meminta agar Kemenperin, Kementerian ESDM, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Keuangan duduk bersama dan mengevaluasi regulasi harga gas industri ini. Apakah dampak yang diharapkan sudah sesuai atau sebaliknya.

"Rangkaian evaluasi ini perlu dibuka, jangan sampai nanti dampaknya adalah harga gas turun tetapi multiplier effect-nya tidak terlihat. Karena yang dipotong ini adalah jatah negara, jangan sampai negara justru dirugikan," cetusnya.

Mamit mengingatkan, kebijakan harga gas USD6 per MMBTU awalnya ditujukan agar beban biaya industri berkurang, sehingga bisa bersaing dengan produk luar negeri dan harga produk yang lebih rendah itu juga dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan bersaingnya industri nasional, maka penjualan industri meningkat, sehingga penerimanan negara meningkat dari penerimaan pajak. Dari situlah jatah negara yang dikurangi dari penurunan harga gas dapat dikembalikan.

(Baca Juga: Setelah Dilindungi dan Harga Gas Turun, Saatnya Geber Industri Keramik)

"Berdasarkan perhitungan yang saya lakukan, negara bisa kehilangan potensi pendapatan sebesar USD14,39 juta atau Rp223,13 miliar dengan kurs Rp15.500 dengan pengurangan harga gas di hulu itu. Saya menghitung untuk enam industri yaitu petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet," kata Mamit.

Hanya saja, dengan kondisi Pandemi Covid-19 yang menghantam seluruh industri, membuat keputusan evaluasi kebijakan harga gas industri diakuinya menjadi cukup berat. "Tapi evaluasi tetap perlu dilakukan, namun tetap mempertimbangkan kondisi industri. Kita berharap saja, pandemi bisa berakhir di tahun depan," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam, dalam Oil & Gas Stakeholders Gathering 2020 beberapa waktu lalu mengusulkan agar harga gas khusus bagi industri yang tidak memiliki performa bagus dinaikkan di atas USD6 per MMBTU.

Sebab, selama kebijakan tersebut diterapkan, terdapat industri yang belum memberikan dampak seperti yang diharapkan. Pemerintah bisa melihat performa perusahaan yang mendapat fasilitas penurunan harga gas tersebut dari kontribusi pajak dan ekspansi perusahaan. Pemerintah, kata dia, berencana untuk menaikkan harga gas industri yang tidak memiliki performa baik dari USD6 per MMBTU menjadi USD6,5-7 per MMBTU. "Saat ini sedang kami verifikasi," ungkap Khayam.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1898 seconds (0.1#10.140)