Pengusaha Harap Besaran Stimulus Ditambah dan Lebih Merata

Rabu, 13 Mei 2020 - 17:44 WIB
loading...
Pengusaha Harap Besaran Stimulus Ditambah dan Lebih Merata
Pengusaha dari berbagai kalangan berharap pemerintah menambah besaran stimulus untuk menekan dampak wabah Corona terhadap dunia usaha. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kalangan pengusaha meminta pemerintah segera memformulasikan stimulus dunia usaha yang lebih masif guna menekan dampak Covid-19. Pengusaha berharap pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperluas basis debitur yang mendapatkan restrukturisasi kredit, sehingga tidak terbatas pada debitur dengan plafon pinjaman Rp10 miliar.

Pengusaha menilai industri yang terkena dampak Covid-19 merata, mulai dari industri kecil dan menengah hingga industri besar. Ketua Umum Indonesia National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, saat ini kondisi yang dirasakan akibat dampak Covid-19 bukan cuma sektor UMKM, namun juga sudah merambah ke industri besar yang salah satunya adalah industri pelayaran.

"Sejak sebulan masa pandemik Covid-19 di Indonesia, angkutan laut untuk penumpang sudah mengalami penurunan sebesar 50-70%, ditambah lagi dengan adanya kebijakan PSBB dan pembatasan pergerakan orang, jumlah arus penumpang bisa dikatakan turun100%. Sedangkan biaya operasional kapal tetap berjalan, termasuk biaya investasi berupa pokok dan bunga pinjaman bank,” ungkap Carmelita di Jakarta, Rabu (13/5/2020).

(Baca Juga: Sektor Pelayaran Nasional Mulai Terpukul Wabah Covid-19)

Adapun sektor angkutan kontainer, satu bulan terakhir telah mengalami penurunan volume kkarena dampak dari pembatasan operasional sektor industri di beberapa tempat. Di tengah situasi yang terjadi tersebut, pelaku usaha angkutan kontainer mengalami kesulitan pembayaran tagihan dari pelanggan. Di sisi lain operasional perusahaan harus tetap dijaga agar berjalan dengan baik terutama yang terkait dengan faktor keselamatan.

Turunnya harga minyak disaat pandemik Covid-19, juga sangat berdampak pada sektor angkutan migas dan pelayaran lepas pantai (offshore). Sebagian besar perusahaan minyak melakukan efiensi dan salah satunya adalah meninjau ulang harga sewa kapal hingga turun 30-40%. Beberapa sektor angkutan laut tersebut sudah merasakan himpitan yang besar seiring tekanan dari dampak Covid-19 yang melumpuhkan sebagian sektor ekonomi.

"Harus ada langkah cepat tepat dan berkesinambungan, dengan risiko yang terukur. Dan itu tidak bisa ditunda lagi, harus segera dilakukan, untuk melengkapi paket kebijakan pemerintah sebelumnya seperti stimulus pajak. Jika tidak, kondisi negatif cashflow yang dialami saat ini dalam waktu dekat akan mengakibatkan perusahaan berhenti beroperasi dan akan banyak korban PHK. Perlu diingat bahwa membangun kembali industri pelayaran memerlukan waktu yang lama dan industri pelayaran merupakan infrastruktur maritim yang menjadi tulang punggung bagi negara maritim seperti Indonesia," pungkasnya.

Senada dengannya, Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan pemerintah harus mengambil langkah cepat jika tidak ingin pendemi Covid-19 semakin menekan ekonomi lebih dalam lagi. Gejala krisis sudah sangat tampak pada ekonomi kuartal I/2020 yang hanya tumbuh sebesar 2,97%. "Jelas pertumbuhan ini terganggu akibat konsumsi masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama di sektor jasa dan transportasi," ucapnya.

Jika pada kuartal kedua, pemerintah tidak mengupayakan paket kebijakan yang lebih besar sebagaimana dilakukan negara-negara lain yang mengalokasikan belanja Covid-19 lebih hingga di atas 2% dari PDB, kemungkinan kontraksi ekonomi dan arus PHK akan berlanjut. "Saat ini, cashflow perusahaan penerbangan yang sensitif terhadap nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, sudah mulai kesulitan bernapas," jelasnya.

Beberapa diantaranya, tidak dapat bertahan sampai tahun depan jika masalah pandemi ini tidak segera ditekan. Belum lagi dampak langsung kepada industri pendukung seperti bandara, airnav dan penyelenggara avtur yang tidak mungkin terus melangsungkan kegiatan operasionalnya tanpa pendapatan usaha yang diperoleh dari maskapai.

"Kami di industri maskapai dalam negeri pun sudah megap-megap. Padahal ini industri yang cukup besar, padat karya dengan valuasi di atas miliaran rupiah," papar Denon. Dia menilai sudah saatnya pemerintah menambah stimulusnya dari sekitar 2,5% terhadap PDB menjadi 5-10% terhadap PDB.

(Baca Juga: Cegah Krisis, Sri Mulyani Didukung Komisi XI DPR Selamatkan Ekonomi Nasional)

Ketua umum DPP Organda Andre Djokosoetono mendorong agar pemerintah mengkaji kembali program restrukturisasi kredit. Menurutnya, tidak semua pengusaha transportasi darat yang mendapatkan fasilitas ini. Hanya pengusaha dengan armada dalam jumlah terbatas yang bisa memperoleh. Padahal, pengusaha dengan jumlah armada besar pun kesulitan di tengah pandemi ini. Umumnya, perusahaan-perusahaan ini mempekerjakan pegawai dalam jumlah besar.

"Yang unik di transportasi darat adalah UMKM. Ada dua jenis UMKM di sektor transportasi darat, pertama adalah UMKM yang seutuhnya independen seperti angkot, angling, dan lainnya. Tetapi ada UMKM jenis kedua, yaitu yang bernaung di bawah perusahaan besar bahkan regional, yaitu perusahaan aplikasi. Jika UMKM jenis kedua ini mendapatkan kemudahan, maka juga perlu diperhatikan perusahaan nasional walaupun bukan UMKM," tandasnya.

Dia berharap insentif diperluas dan lebih merata. Jika kondisi in terus berlangsung, ujar Andre, perusahaan transportasi umum hanya bisa bertahan 1-2 bulan ke depan.

Dibutuhkan langkah cepat menagani dampak pandemi. Salah satunya diusulkan oleh Badan Angggaran DPR dengan meminta Bank Indonesia mencetak uang. Ketua Banggar DPR, Said Abdullah, usulan itu masuk akal, terutama dari sisi inflasi yang kerap kali dikhawatirkan.

"Kalau cetak uang Rp600 triliun kemudian seakan-akan uangnya banjir, tidak juga. Hitungan kami kalau BI cetak Rp600 triliun, itu inflasinya sekitar 5-6%, tidak banyak. Masa Rp600 triliun tiba-tiba inflasi akan naik 60-70%, tidak juga kalau menurut kami," ungkapnya.

Dihubungi terpisah, ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Mohamad Faisal mengatakan, tidak hanya pemerintah pusat namun sudah saatnya bank sentral ikut aktif berperan membantu krisis pandemi Covid-19 secara nyata dengan mengucurkan likuiditas kepada sektor-sektor ekonomi. "Paling ekstrem ya bisa dilakukan dengan mencetak uang. Tapi karena kondisi saat ini saya kira itu tidak salah dilakukan selama risikonya terukur. Apalagi sebelum masa pandemi Covid terjadi di dalam negeri masih kekurangan likuiditas," ujarnya.

Dia menjelaskan porsi PDB nasional hanya sekitar 40% dari jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga saat ini dibutuhkan banyak uang yang dalam bentu cash. Dia menambahkan, bank sentral harus berpikir out of the box dan ikut andil menyelamatkan perekonomian.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1434 seconds (0.1#10.140)