Emak-emak Zaman Now Doyan Beli Surat Utang Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat mayoritas pembeli surat utang negara (SUN) berasal dari kalangan ibu-ibu atau emak-emak. Bahkan jumlahnya mencapai 56% dari surat utang beredar.
"Sekarang yang membeli surat utang negara banyak masyarakat Indonesia, 56% surat utang negara yang dikeluarkan dibeli oleh ibu-ibu," ujar Sri Mulyani dalam video virtual, Selasa (22/12/2020).
(Baca Juga: Pemerintah Kantongi Rp27,76 Triliun dari Hasil Lelang Surat Utang Negara )
Pembeli lainnya, lanjut dia, surat utang negara di dalam negeri juga dibeli paling besar oleh perbankan Indonesia karena melimpahnya dana pihak ketiga (DPK) di perbankan. Ditambah mereka hati-hati menyalurkan kredit kepada calon debitur.
Serta, pemerintah juga mendapatkan pembiayaan yang berasal dari pinjaman bilateral dan multilateral dengan porsi yang lebih kecil dibandingkan surat utang di dalam negeri.
“Lalu kemudian kita melakukan issuance atau penerbitan surat utang berdenominasi dolar atau euro maupun yen. Jadi kalau disebutkan bahwa mata uang asing atau surat utang luar negeri dominan itu sama sekali tidak benar,” katanya.
(Baca Juga: Berbagi Beban, BI Borong Surat Utang Pemerintah Rp457 Triliun )
Seperti diketahui, pandemi Covid-19 mendorong pemerintah memperlebar defisit APBN 2020 dari awalnya 1,76% atau sekitar Rp307,2 triliun, membengkak menjadi 6,34% atau Rp 1.039,2 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 965,2 triliun di antaranya untuk membiayai PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).
"Sekarang yang membeli surat utang negara banyak masyarakat Indonesia, 56% surat utang negara yang dikeluarkan dibeli oleh ibu-ibu," ujar Sri Mulyani dalam video virtual, Selasa (22/12/2020).
(Baca Juga: Pemerintah Kantongi Rp27,76 Triliun dari Hasil Lelang Surat Utang Negara )
Pembeli lainnya, lanjut dia, surat utang negara di dalam negeri juga dibeli paling besar oleh perbankan Indonesia karena melimpahnya dana pihak ketiga (DPK) di perbankan. Ditambah mereka hati-hati menyalurkan kredit kepada calon debitur.
Serta, pemerintah juga mendapatkan pembiayaan yang berasal dari pinjaman bilateral dan multilateral dengan porsi yang lebih kecil dibandingkan surat utang di dalam negeri.
“Lalu kemudian kita melakukan issuance atau penerbitan surat utang berdenominasi dolar atau euro maupun yen. Jadi kalau disebutkan bahwa mata uang asing atau surat utang luar negeri dominan itu sama sekali tidak benar,” katanya.
(Baca Juga: Berbagi Beban, BI Borong Surat Utang Pemerintah Rp457 Triliun )
Seperti diketahui, pandemi Covid-19 mendorong pemerintah memperlebar defisit APBN 2020 dari awalnya 1,76% atau sekitar Rp307,2 triliun, membengkak menjadi 6,34% atau Rp 1.039,2 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 965,2 triliun di antaranya untuk membiayai PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional).
(akr)