Refleksi Akhir Tahun, Saatnya Pembaharuan Hukum Kemaritiman Indonesia

Minggu, 27 Desember 2020 - 16:45 WIB
loading...
Refleksi Akhir Tahun, Saatnya Pembaharuan Hukum Kemaritiman Indonesia
Untuk mencapai visi Indonesia sebagai Porso Maritim Dunia, Indonesia sudah saatnya memerlukan pembaharuan hukum di bidang kemaritiman. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah suatu visi negara ini untuk menjadi sebuah negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan serta perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional. Pencanangan Indonesia sebagai poros maritim dunia telah dituangkan melalui Peraturan Presiden No. 16 tahun 2017 tentang kebijakan Kelautan Indonesia.

"Oleh karena itu, guna mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia, diperlukan lima fokus pemberdayaan dan pengembangannya yang meliputi; Budaya Maritim, Sumber Daya Maritim, Infrastruktur dan Konektivitas Maritim, Diplomasi Maritim, dan Pertahanan Maritim," ujar Ketua Departemen Maritim dan Perdagangan Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia (APDHI) Achmad Ridwan Tentowi.

Ridwan menyampaikan hal tersebut dalam makalahnya bertema Poros Maritim Sebagai Negara Berdaulat dan Pemanfaatan Bagi Rakyat, dalam Refleksi Akhir Tahun 2020 dan Catatan Hukum Indonesia pada Sarasehan dan Silaturahmi Daring yang dilaksanakan Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia (APDHI), pada Sabtu (26/12/2020).

(Baca Juga: Hari Nusantara Menuju Indonesia Poros Maritim Dunia)

Dia mengatakan, Indonesia pernah mencapai masa keemasan dibidang maritim pada zaman kerajaan Sriwijaya (Abad ke-7), Majapahit (Abad ke 14), dimana masyarakat Indonesia telah memanfaatkan laut untuk aktivitas perdagangan dan pelayaran.

Kemudian, pada tahun 1957 melalui Deklarasi Djuanda, Indonesia menyatakan kepada dunia bahwa Laut Indonesia termasuk laut sekitar, diantara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Deklarasi Djuanda itu diakui pada konfrensi Hukum Laut PBB ke-3 (UNCLOS III) pada 1982.

Tujuan Deklarasi Djuanda tersebut yakni untuk mewujudkan bentuk wilayah kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan kuat serta menentukan batas-batas wilayah NKRI sesuai dengan azas negara kepulauan. Selain itu, bertujuan untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI.

Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (United Nation Convention on the Law of the Sea / UNCLOS) yang juga disebut sebagai hukum laut internasional atau hukum perjanjian laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari konfrensi PBB tentang Hukum Laut.

Pemerintah pun akhirnya turut meratifikasi UNCLOS 1982 dengan terbitnya UU No 17 tahun 1985. UNCLOS 1982 juga secara tegas mengatur kewenangan sebuah negara pantai terhadap wilayah laut (laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eklusif dan landas kontinen).

Selain itu, dalam UNCLOS 1982 juga diatur tata cara penarikan garis batas maritim jika terjadi tumpang tindih klaim antara dua atau lebih negara bertetangga, baik yang bersebelahan maupun yang berseberangan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2988 seconds (0.1#10.140)