Makin Diminati, Penyaluran Pinjaman Fintech Capai Rp128,7 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyaluran pinjaman dari P2P lending selama pandemi terus mengalami peningkatan. Secara akumulasi, fintech P2P lending sudah menyalurkan pinjaman mencapai Rp128,7 triliun hingga September 2020.
Seiring perkembangan tersebut, Anggota Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) Hendri Saparini mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun peraturan baru terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) atau P2P lending untuk merevisi peraturan yang sebelumnya.
(Baca Juga: Dua Terlempar, OJK Catat 149 Fintech Lending Berizin)
"Peraturan OJK yang baru ini dapat lebih menjamin pemenuhan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dan pada saat yang sama juga mendorong inovasi dan pertumbuhan akses layanan keuangan digital," kata Hendri Saparini di Jakarta, Rabu (30/12/2020).
Industri fintech diharapkan secara aktif mampu membantu pemerintah menggerakkan perekonomian Indonesia, seperti pemanfaatan dalam program Kartu Prakerja dan QRIS sebagai inovasi dari Bank Indonesia (BI). Salah satu kelebihan QRIS adalah masyarakat dapat bertransaksi dengan cepat, mudah, murah dan aman.
Agar tercipta win-win situation bagi seluruh pemangku kepentingan, BI dinilai perlu mengkaji secara dalam struktur insentif dan disinsentif dalam penerapan QRIS, khususnya dalam hal pricing dan akuisisi merchant.
(Baca Juga: Bukti Bank-Fintech Bisa Akur, Bikin Kartu Kredit BRI Kini Bisa dengan OVO)
Inklusi keuangan merupakan salah satu kebijakan kunci dalam pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah bersama fintech, menurut dia, perlu menyiapkan strategi inovatif untuk melakukan pemerataan literasi keuangan dan pemerataan akses layanan fintech.
"Dimana saat ini digital divide masih menjadi tantangan yang perlu segera diatasi. Indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2019 sebesar 76%, lebih rendah dibandingkan Singapura (98%), Malaysia (85%), dan Thailand (82%)," tandasnya.
Lihat Juga: Usaha Salon di Kediri Makin Cuan sejak Mendapatkan Pemberdayaan BRI dan Jadi AgenBRILink
Seiring perkembangan tersebut, Anggota Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc) Hendri Saparini mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun peraturan baru terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) atau P2P lending untuk merevisi peraturan yang sebelumnya.
(Baca Juga: Dua Terlempar, OJK Catat 149 Fintech Lending Berizin)
"Peraturan OJK yang baru ini dapat lebih menjamin pemenuhan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dan pada saat yang sama juga mendorong inovasi dan pertumbuhan akses layanan keuangan digital," kata Hendri Saparini di Jakarta, Rabu (30/12/2020).
Industri fintech diharapkan secara aktif mampu membantu pemerintah menggerakkan perekonomian Indonesia, seperti pemanfaatan dalam program Kartu Prakerja dan QRIS sebagai inovasi dari Bank Indonesia (BI). Salah satu kelebihan QRIS adalah masyarakat dapat bertransaksi dengan cepat, mudah, murah dan aman.
Agar tercipta win-win situation bagi seluruh pemangku kepentingan, BI dinilai perlu mengkaji secara dalam struktur insentif dan disinsentif dalam penerapan QRIS, khususnya dalam hal pricing dan akuisisi merchant.
(Baca Juga: Bukti Bank-Fintech Bisa Akur, Bikin Kartu Kredit BRI Kini Bisa dengan OVO)
Inklusi keuangan merupakan salah satu kebijakan kunci dalam pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah bersama fintech, menurut dia, perlu menyiapkan strategi inovatif untuk melakukan pemerataan literasi keuangan dan pemerataan akses layanan fintech.
"Dimana saat ini digital divide masih menjadi tantangan yang perlu segera diatasi. Indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2019 sebesar 76%, lebih rendah dibandingkan Singapura (98%), Malaysia (85%), dan Thailand (82%)," tandasnya.
Lihat Juga: Usaha Salon di Kediri Makin Cuan sejak Mendapatkan Pemberdayaan BRI dan Jadi AgenBRILink
(fai)