Miliarder Tetap Kaya Raya di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
NEW YORK - Selepas pandemi korona (Covid-19) , dunia akan tetap dihantui dengan kemiskinan dan krisis ekonomi. Tapi, sebagian besar miliarder tetap akan meraih keuntungan besar dan semakin kaya raya. Seruan pemberlakuan pajak yang adil bagi miliarder juga diharapkan menjadi solusi.
Selama pandemi, kekayaan para miliarder Amerika Serikat (AS) meningkat lebih dari USD1 triliun (Rp14 triliun). Dalam analisia Institute for Policy Studies dan Americans for Tax Fairness (ATF) Sebanyak 651 miliarder AS mengalami peningkatan kekayaan dari USD2,95 triliun (Rp41,41 triliun) pada Maret 2020 menjadi USD4,01 triliun (Rp56,3 triliun) pada Desember 2020.
Pendiri Amazon, Jeff Bezos mengalami peningkatan kekayaan lebih dari USD70 miliar (Rp982 triliun) selama pandemi. Sedangkan Elon Musk, pendiri Tesla, kekayaannya naik USD25 miliar (Rp351 miliar) sejak Maret lalu. Sementara Bill Gates, pendiri Microsoft, pundi-pundi hartanya melonjak USD20 miliar (Rp280 miliar) sejak Maret 2020 silam. ( )
Tren peningkatan kekayaan selama pandemi bukan hanya terjadi di AS, tetapi dunia. Dalam analisis Bank UBS menyimpulkan kekayaan para miliarder naik USD25,5% hingga USD10,2 triliun selama pandemi. "Posisi para miliarder selama pandemi selama krisis Covid dalam kondisi baik," demikian laporan UBS.
Apa tren tersebut akan berlanjut pasca-pandemi pada 2021 ketika vaksinasi global dimulai? Para miliarder diprediksi akan terus mengalami kenaikan kekayaan pada tahun depan. Kenaikan itu bisa jadi lebih besar dibandingkan 2020 karena situasi dan kondisi masih berpihak kepada para miliarder. Setidaknya miliarder di tiga bidang seperti teknologi, perawatan kesehatan, dan pariwisata diprediksi akan mengalami peningkatan tajam.
Para miliarder yang memiliki bisnis di bidang teknologi mendapatkan keuntungan lebih banyak selepas pandemi. Selama pandemi, kekayaan mereka meningkat hingga 41% versi UBS. Itu dikarenakan kebijakan lockdown dan bekerja di rumah mengharuskan akselerasi bisnis di bidang digital. Pascapandemi, kekayaan para miliarder teknologi diperkirakan akan meningkat hingga 50% karena transformasi digital di industri dan masyarakat umum akan semakin masif. ( )
Miliader yang menguasai Facebook, Google, Amazon, Oracle, Microsoft dan perusahaan teknologi lainnya tetap akan mendapatkan keuntungan deras dan berlipat ganda pasca pandemi. Zoom juga menjadi perusahaan yang menguntungkan karena mengalami ledakan pengguna. Industri game juga tetap mengalami peningkatan karena banyak orang yang berada di rumah, seperti Nintendo. Game online juga akan tetap mengalami peningkatan tajam.
Miliarder yang terus mengembangkan inovasi mulai dari komputasi awan hingga kecerdasan buatan dan 5G akan mendapatkan keuntungan besar pada 2021. "Transformasi digital adalah hal utama, tren investasi teknologi menjadi pusat perhatian setelah perkembangan listrik," kata CEO Markman Capital Jon Markman.
Investor jangka panjang akan memperhatikan teknologi disruptif seperti kendaraan otonomi, genomics, big data, 5G, robotik dan terapi kanker. Inovasi itu bukan hanya dimiliki miliarder yang memiliki perusahaan berskala raksasa. Tapi, startup juga memiliki kesempatan untuk berkembang.
Miliarder di bidang kesehatan juga akan mendapatkan keuntungan jangka panjang. Vaksinasi global menjadi perusahaan farmasi dan peralatan medis akan mendapatkan keuntungan besar. Apalagi, program vaksinasi akan memakan waktu yang panjang karena sebagian besar penduduk dunia akan mendapatkannya. Investasi besar-besaran pada industri farmasi pun semakin menjadi fokus para miliarder.
Selain meningkatkan kekayaan miliarder, banyak pengusaha farmasi juga mengalami perubahan status dari jutawan menjadi miliarder karena pandemi. Forbes melaporkan 50 dokter, ilmuwan dan pengusaha kesehatan menjadi miliader berubah status menjadi miliarder, mayoritas berasal dari China. Kekayaan mereka juga akan terus meningkat selepas pandemi.
Sebanyak 28 pengusaha di antaranya disebut dengan miliarder pandemi dari China. Seperti Hu Kun, pemilik Contec Medican Systems. Kekayaanya kini mencapai USD3,9 miliar karena peningkatan penjualan peralatan medis. Miliarder lainnya adalah pendiri BioNTech, Ugur Sahin dari Jerman, yang mengembangkan vaksin Covid-19 bersama Pfizer, dengan kekayaan USD4,2 miliar. Kemudian, Stephane Bancel, dari Prancis, CEO Moderna, memiliki kekayaan USD4,1 miliar dan memiliki vaksin Covid-19 yang sudah disetujui pemerintah AS.
Miliader dari perusahaan perjalanan, hiburan dan industri memang tiarap selama 2020. Namun, mereka juga akan kembali bangkit selepas pandemi berakhir. "Semua orang tidak pergi berlibur ke Disney pada 2020, mungkin mereka akan berlibur pada 2021," kata Jeremy Siegel, Profesor Keuangan dari Universitas Pennsylvania, dilansir Forbes.
Bank UBS melaporkan banyak miliarder mendonasikan sebagian kekayaannya untuk membantu perang melawan virus korona. “Penelitian kita mengidentifikasi 209 miliarder yang mempublikasikan komitmen bantuan donasi senilai USD7,2 miliar dari Maret hingga Juni 2020,” demikian laporan UBS.
Miliarder Inggris paling kecil yang memberikan donasi. Di AS, 98 miliarder mendonasikan USD4,5 miliar. Di China, 12 miliarder menyumbangkan USD679 miliar. Di Australia, hanya dua miliarder mendonasikan USD324 miliar. Di Inggris, sembilan miliarder mendonasikan USD298 miliar.
Untuk membantu ekonomi bertumbuh, pemberlakuan pajak khusus bagi para miliarder adalah solusi terbaik. Perlu kebijaksanaan bagi para miliarder untuk lebih peduli kepada lingkungannya dengan pemberlakuan pajak yang tinggi. Sebab, banyak miliarder justru kerap menyembunyikan asetnya, melimpahkan asetnya ke anaknya, serta menyumbangkan kekayaannya ke lembaga amal untuk mendukung kepentingan bisnisnya sendiri.
Dalam pandangan Ana Arendar, Kepala Kampanye Ketidakadilan Oxfam, orang kaya memegang uang lebih banyak saat pandemi itu membuktikan sistem ekonomi global tidak sesuai dengan tujuan utamanya. "Hanya sedikit orang yang menguasai kekayaan dan jutaan rakyat mengalami penderitaan," katanya dilansir The Guardian.
Dia mengatakan, itu disebabkan pemerintah global tidak bergerak untuk mengatasi ketimpangan sosial. Arendar pun mengajukan solusi pajak miliarder untuk membedakan antara miliarder dengan orang biasa. Nantinya, dana pajak tersebut bisa digunakan mengatasi pandemi. "Dana pajak miliarder bisa digunakan untuk membantu kaum miskin yang membutuhkan untuk pendidikan, kesehatan, perumahan dan makanan dalam bentuk subsidi," kata Sudhir Thomas Vadaketh, peneliti dari Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Singapura.
Upaya pemulihan ekonomi di saat pandemi seperti sekarang ini memang sangat tergantung dengan kebijakan fiskal dan ketersediaan vaksin dalam beberapa bulan ke depan.
Wacana pajak khusus bagi miliarder sangat menguat di AS. Politikus AS yang serius mengampanyekan pajak bagi miliarder adalah anggota parlemen Ilhan Omar dari Partai Demokrat. Hal senada juga diungkapkan Senator Bernie Sanders. Dia mendukung usulan undang-undang pajak bagi miliarder di saat krisis untuk menjamin perawatan kesehatan bagi rakyat AS. "Di saat krisis seperti ini, kita memiliki pilihan fundamental untuk dibuat," kata Sanders.
Fenomena tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di AS , tetapi di banyak negara. Misalnya, kelompok oposisi di Argentina, mengkhawatirkan kebijakan pajak bagi orang kaya justru tidak akan menarik investasi. "Pajak bagi orang kaya justru seperti penyitaan," kata ketua partai kanan-tengah Juntos por el Cambio, dilansir BBC.
Jonathan Soros, CEO JS Capital Management, mengusulkan agar pajak miliarder seharusnya dikelola secara independen baik oleh pemerintah atau dilimpahkan ke lembaga lain. "Nantinya, lembaga independen itu yang membuat kesepakatan dengan miliarder tentang penggunaan pajak tersebut," ujarnya. Dia menilai, hal itu akan menghasilkan suatu yang baik karena ada upaya membangun kesadaran para miliarder. (andika h mustaqim)
Selama pandemi, kekayaan para miliarder Amerika Serikat (AS) meningkat lebih dari USD1 triliun (Rp14 triliun). Dalam analisia Institute for Policy Studies dan Americans for Tax Fairness (ATF) Sebanyak 651 miliarder AS mengalami peningkatan kekayaan dari USD2,95 triliun (Rp41,41 triliun) pada Maret 2020 menjadi USD4,01 triliun (Rp56,3 triliun) pada Desember 2020.
Pendiri Amazon, Jeff Bezos mengalami peningkatan kekayaan lebih dari USD70 miliar (Rp982 triliun) selama pandemi. Sedangkan Elon Musk, pendiri Tesla, kekayaannya naik USD25 miliar (Rp351 miliar) sejak Maret lalu. Sementara Bill Gates, pendiri Microsoft, pundi-pundi hartanya melonjak USD20 miliar (Rp280 miliar) sejak Maret 2020 silam. ( )
Tren peningkatan kekayaan selama pandemi bukan hanya terjadi di AS, tetapi dunia. Dalam analisis Bank UBS menyimpulkan kekayaan para miliarder naik USD25,5% hingga USD10,2 triliun selama pandemi. "Posisi para miliarder selama pandemi selama krisis Covid dalam kondisi baik," demikian laporan UBS.
Apa tren tersebut akan berlanjut pasca-pandemi pada 2021 ketika vaksinasi global dimulai? Para miliarder diprediksi akan terus mengalami kenaikan kekayaan pada tahun depan. Kenaikan itu bisa jadi lebih besar dibandingkan 2020 karena situasi dan kondisi masih berpihak kepada para miliarder. Setidaknya miliarder di tiga bidang seperti teknologi, perawatan kesehatan, dan pariwisata diprediksi akan mengalami peningkatan tajam.
Para miliarder yang memiliki bisnis di bidang teknologi mendapatkan keuntungan lebih banyak selepas pandemi. Selama pandemi, kekayaan mereka meningkat hingga 41% versi UBS. Itu dikarenakan kebijakan lockdown dan bekerja di rumah mengharuskan akselerasi bisnis di bidang digital. Pascapandemi, kekayaan para miliarder teknologi diperkirakan akan meningkat hingga 50% karena transformasi digital di industri dan masyarakat umum akan semakin masif. ( )
Miliader yang menguasai Facebook, Google, Amazon, Oracle, Microsoft dan perusahaan teknologi lainnya tetap akan mendapatkan keuntungan deras dan berlipat ganda pasca pandemi. Zoom juga menjadi perusahaan yang menguntungkan karena mengalami ledakan pengguna. Industri game juga tetap mengalami peningkatan karena banyak orang yang berada di rumah, seperti Nintendo. Game online juga akan tetap mengalami peningkatan tajam.
Miliarder yang terus mengembangkan inovasi mulai dari komputasi awan hingga kecerdasan buatan dan 5G akan mendapatkan keuntungan besar pada 2021. "Transformasi digital adalah hal utama, tren investasi teknologi menjadi pusat perhatian setelah perkembangan listrik," kata CEO Markman Capital Jon Markman.
Investor jangka panjang akan memperhatikan teknologi disruptif seperti kendaraan otonomi, genomics, big data, 5G, robotik dan terapi kanker. Inovasi itu bukan hanya dimiliki miliarder yang memiliki perusahaan berskala raksasa. Tapi, startup juga memiliki kesempatan untuk berkembang.
Miliarder di bidang kesehatan juga akan mendapatkan keuntungan jangka panjang. Vaksinasi global menjadi perusahaan farmasi dan peralatan medis akan mendapatkan keuntungan besar. Apalagi, program vaksinasi akan memakan waktu yang panjang karena sebagian besar penduduk dunia akan mendapatkannya. Investasi besar-besaran pada industri farmasi pun semakin menjadi fokus para miliarder.
Selain meningkatkan kekayaan miliarder, banyak pengusaha farmasi juga mengalami perubahan status dari jutawan menjadi miliarder karena pandemi. Forbes melaporkan 50 dokter, ilmuwan dan pengusaha kesehatan menjadi miliader berubah status menjadi miliarder, mayoritas berasal dari China. Kekayaan mereka juga akan terus meningkat selepas pandemi.
Sebanyak 28 pengusaha di antaranya disebut dengan miliarder pandemi dari China. Seperti Hu Kun, pemilik Contec Medican Systems. Kekayaanya kini mencapai USD3,9 miliar karena peningkatan penjualan peralatan medis. Miliarder lainnya adalah pendiri BioNTech, Ugur Sahin dari Jerman, yang mengembangkan vaksin Covid-19 bersama Pfizer, dengan kekayaan USD4,2 miliar. Kemudian, Stephane Bancel, dari Prancis, CEO Moderna, memiliki kekayaan USD4,1 miliar dan memiliki vaksin Covid-19 yang sudah disetujui pemerintah AS.
Miliader dari perusahaan perjalanan, hiburan dan industri memang tiarap selama 2020. Namun, mereka juga akan kembali bangkit selepas pandemi berakhir. "Semua orang tidak pergi berlibur ke Disney pada 2020, mungkin mereka akan berlibur pada 2021," kata Jeremy Siegel, Profesor Keuangan dari Universitas Pennsylvania, dilansir Forbes.
Bank UBS melaporkan banyak miliarder mendonasikan sebagian kekayaannya untuk membantu perang melawan virus korona. “Penelitian kita mengidentifikasi 209 miliarder yang mempublikasikan komitmen bantuan donasi senilai USD7,2 miliar dari Maret hingga Juni 2020,” demikian laporan UBS.
Miliarder Inggris paling kecil yang memberikan donasi. Di AS, 98 miliarder mendonasikan USD4,5 miliar. Di China, 12 miliarder menyumbangkan USD679 miliar. Di Australia, hanya dua miliarder mendonasikan USD324 miliar. Di Inggris, sembilan miliarder mendonasikan USD298 miliar.
Untuk membantu ekonomi bertumbuh, pemberlakuan pajak khusus bagi para miliarder adalah solusi terbaik. Perlu kebijaksanaan bagi para miliarder untuk lebih peduli kepada lingkungannya dengan pemberlakuan pajak yang tinggi. Sebab, banyak miliarder justru kerap menyembunyikan asetnya, melimpahkan asetnya ke anaknya, serta menyumbangkan kekayaannya ke lembaga amal untuk mendukung kepentingan bisnisnya sendiri.
Dalam pandangan Ana Arendar, Kepala Kampanye Ketidakadilan Oxfam, orang kaya memegang uang lebih banyak saat pandemi itu membuktikan sistem ekonomi global tidak sesuai dengan tujuan utamanya. "Hanya sedikit orang yang menguasai kekayaan dan jutaan rakyat mengalami penderitaan," katanya dilansir The Guardian.
Dia mengatakan, itu disebabkan pemerintah global tidak bergerak untuk mengatasi ketimpangan sosial. Arendar pun mengajukan solusi pajak miliarder untuk membedakan antara miliarder dengan orang biasa. Nantinya, dana pajak tersebut bisa digunakan mengatasi pandemi. "Dana pajak miliarder bisa digunakan untuk membantu kaum miskin yang membutuhkan untuk pendidikan, kesehatan, perumahan dan makanan dalam bentuk subsidi," kata Sudhir Thomas Vadaketh, peneliti dari Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Singapura.
Upaya pemulihan ekonomi di saat pandemi seperti sekarang ini memang sangat tergantung dengan kebijakan fiskal dan ketersediaan vaksin dalam beberapa bulan ke depan.
Wacana pajak khusus bagi miliarder sangat menguat di AS. Politikus AS yang serius mengampanyekan pajak bagi miliarder adalah anggota parlemen Ilhan Omar dari Partai Demokrat. Hal senada juga diungkapkan Senator Bernie Sanders. Dia mendukung usulan undang-undang pajak bagi miliarder di saat krisis untuk menjamin perawatan kesehatan bagi rakyat AS. "Di saat krisis seperti ini, kita memiliki pilihan fundamental untuk dibuat," kata Sanders.
Fenomena tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di AS , tetapi di banyak negara. Misalnya, kelompok oposisi di Argentina, mengkhawatirkan kebijakan pajak bagi orang kaya justru tidak akan menarik investasi. "Pajak bagi orang kaya justru seperti penyitaan," kata ketua partai kanan-tengah Juntos por el Cambio, dilansir BBC.
Jonathan Soros, CEO JS Capital Management, mengusulkan agar pajak miliarder seharusnya dikelola secara independen baik oleh pemerintah atau dilimpahkan ke lembaga lain. "Nantinya, lembaga independen itu yang membuat kesepakatan dengan miliarder tentang penggunaan pajak tersebut," ujarnya. Dia menilai, hal itu akan menghasilkan suatu yang baik karena ada upaya membangun kesadaran para miliarder. (andika h mustaqim)
(poe)