Menuju Bangunan Sehat: Kenyamanan Termal Adaptif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peranan bangunan sehat dalam lingkungan binaan menjadi semakin penting saat ini mengingat situasi pandemi. Hal ini dikarenakan meningkatnya kesadaran akan kesehatan manusia atau individu dalam lingkungan binaan.
Kesehatan manusia ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal pada individu tersebut. Faktor internal meliputi kandungan makanan yang dikonsumsi, pengelolaan stress dan olah raga yang yang dapat menentukan tingkat sistem imunitas tubuh.
Sementara faktor eksternal yang perlu diakomodasi oleh suatu bangunan yaitu meliputi kualitas udara, kualitas air, sistem keselamatan dan keamanan serta kondisi lingkungan sekitar. Terkait bangunan gedung pada situasi pandemi, kualitas udara dalam bangunan gedung menjadi faktor yang paling strategis untuk diperhatikan.
Ikatan Ahli Bangunan Hijau Indonesia (IABHI) mencoba untuk merespon kondisi saat ini dengan mengajak para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam menggali lebih jauh berbagai peluang strategi dalam mewujudkan bangunan sehat dalam suatu rangkaian pelatihan.
Alur pelatihan yang dilakukan secara daring ini diselenggarakan dengan menghadirkan tiga sub-topik penting yang dapat membentuk kerangka berpikir tentang kualitas udara yang perlu dicapai dalam memenuhi prinsip bangunan sehat.
Sub-topik pertama pada tanggal 13 dan 14 Agustus 2020 membahas tentang pengelolaan kualitas udara dalam ruangan. Perlu disadari bahwa 90% waktu masyarakat urban beraktivitas di dalam gedung. Sedangkan, kandungan polutan dalam ruangan cukup tinggi yang terdiri dari polutan kimia dan biologis.
Untuk polutan kimia, umumnya berasal dari emisi kandungan material finishing maupun furnishing, sementara polutan biologis seperti bakteri dan virus seringkali berasal dari para penghuninya. Pengurangan sumber polutan merupakan langkah awal yang diperlukan sebagai strategi awal pada pengelolaan kualitas udara dalam ruang.
Terkait dengan penyebaran bakteri dan virus, selain mengurangi jumlah okupansi dalam ruang, pengurangan sumber polutan dapat dilakukan dengan mengurangi kandungan konsentrasi polutan biologis dengan mengintroduksi udara luar ke dalam ruangan atau bangunan.
Untuk lebih memantapkan strategi tersebut, sistem tata udara perlu juga dilengkapi dengan sistem filtrasi yang mumpuni, yaitu yang memiliki kualifikasi setara dengan MERV 13 berdasarkan standar ASHRAE 52.2.
Volume introduksi udara luar yang dibutuhkan untuk mengurangi konsentrasi polutan biologis pada masa pandemi cukup besar dibanding pada standar kondisi sebelumnya. Untuk bangunan yang memiliki sistem tata udara mekanik, hal ini akan mempengaruhi secara signifikan terhadap konsumsi energi apabila standar kenyamanan udara terkait suhu masih berkisar di 25oC.
Kondisi ini terjadi dikarenakan tidak hanya udara luar, tetapi panas radiasi juga ikut masuk ke dalam ruangan sehingga menjadi beban pendingin. Untuk itu, sub-topik kedua pelatihan pada tanggal 5, 6 dan 9 November 2020 membahas tentang kenyamanan termal adaptif yang memasukkan faktor psikologis untuk membentuk persepsi kenyamanan termal baru, yang relatif lebih tinggi dari kenyamanan termal sebelumnya namun masih dapat diterima karena didukung oleh kecepatan pergerakan udara yang memadai.
Dalam menyajikan volume introduksi udara luar dan kecepatan pergerakan angin yang optimal bagi bangunan sehat, sub-topik ketiga yang dipilih pada tanggal 8 dan 11 Januari 2021 adalah sistem ventilasi alami. Desain ventilasi alami perlu dilakukan secara cermat, sehingga diperlukan analisis kondisi iklim pada tapak bangunan terlebih dahulu seputar arah pergerakan dan angin, suhu udara luar serta kondisi tapak lainnya yang relevan.
"Hal ini perlu dilakukan agar desain bukaan atau ventilasi yang dihasilkan cukup responsif menjembatani antara kebutuhan dengan kondisi lingkungan. Intervensi desain berupa sistem peneduh buatan maupun peneduh alami (vegetasi) menjadi faktor penting agar radiasi panas udara luar yang masuk ke dalam ruangan dapat berkurang," ujar Ketua IABHI, Bintang Nugroho.
Pada kondisi ruangan tertentu, bantuan sistem mekanik seperti kipas angin dan sistem pendingin seperti DOAS atau Dedicated Outdoor Air System akan diperlukan. Aplikasi dari ketiga sistem yaitu ventilasi alami, kipas angin dan ventilasi buatan seperti DOAS dapat diintegrasikan baik secara dual ataupun tripple hybird berdasarkan kebutuhan setiap bangunan sehingga tercipta kualitas udara yang nyaman, sehat dan stabil.
Animo peserta pelatihan dinilai cukup baik secara kuantitas maupun kualitas. Pelatihan dihadiri sekita 60 s.d. 80 peserta dengan latar belakang kelilmuan yang beragam. Keberagaman latar belakang keilmuan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam memperkaya proses desain yang terintegrasi.
Selain dapat mengkampanyekan pentingnya berbangun hijau dan sehat dalam suatu lingkungan binaan, pelatihan ini juga dapat memperdalam pemahaman bahwa perwujudan bangunan sehat dan ramah lingkungan dibutuhkan solusi yang holistik melalui pendekatan yang terintegrasi. Selanjutnya, sebagai asosiasi profesi, IABHI berkomitmen akan terus melanjutkan program-program yang mendukung perwujudan lingkungan binaan yang ramah lingkungan dan sehat.
Kesehatan manusia ditentukan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal pada individu tersebut. Faktor internal meliputi kandungan makanan yang dikonsumsi, pengelolaan stress dan olah raga yang yang dapat menentukan tingkat sistem imunitas tubuh.
Sementara faktor eksternal yang perlu diakomodasi oleh suatu bangunan yaitu meliputi kualitas udara, kualitas air, sistem keselamatan dan keamanan serta kondisi lingkungan sekitar. Terkait bangunan gedung pada situasi pandemi, kualitas udara dalam bangunan gedung menjadi faktor yang paling strategis untuk diperhatikan.
Ikatan Ahli Bangunan Hijau Indonesia (IABHI) mencoba untuk merespon kondisi saat ini dengan mengajak para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam menggali lebih jauh berbagai peluang strategi dalam mewujudkan bangunan sehat dalam suatu rangkaian pelatihan.
Alur pelatihan yang dilakukan secara daring ini diselenggarakan dengan menghadirkan tiga sub-topik penting yang dapat membentuk kerangka berpikir tentang kualitas udara yang perlu dicapai dalam memenuhi prinsip bangunan sehat.
Sub-topik pertama pada tanggal 13 dan 14 Agustus 2020 membahas tentang pengelolaan kualitas udara dalam ruangan. Perlu disadari bahwa 90% waktu masyarakat urban beraktivitas di dalam gedung. Sedangkan, kandungan polutan dalam ruangan cukup tinggi yang terdiri dari polutan kimia dan biologis.
Untuk polutan kimia, umumnya berasal dari emisi kandungan material finishing maupun furnishing, sementara polutan biologis seperti bakteri dan virus seringkali berasal dari para penghuninya. Pengurangan sumber polutan merupakan langkah awal yang diperlukan sebagai strategi awal pada pengelolaan kualitas udara dalam ruang.
Terkait dengan penyebaran bakteri dan virus, selain mengurangi jumlah okupansi dalam ruang, pengurangan sumber polutan dapat dilakukan dengan mengurangi kandungan konsentrasi polutan biologis dengan mengintroduksi udara luar ke dalam ruangan atau bangunan.
Untuk lebih memantapkan strategi tersebut, sistem tata udara perlu juga dilengkapi dengan sistem filtrasi yang mumpuni, yaitu yang memiliki kualifikasi setara dengan MERV 13 berdasarkan standar ASHRAE 52.2.
Volume introduksi udara luar yang dibutuhkan untuk mengurangi konsentrasi polutan biologis pada masa pandemi cukup besar dibanding pada standar kondisi sebelumnya. Untuk bangunan yang memiliki sistem tata udara mekanik, hal ini akan mempengaruhi secara signifikan terhadap konsumsi energi apabila standar kenyamanan udara terkait suhu masih berkisar di 25oC.
Kondisi ini terjadi dikarenakan tidak hanya udara luar, tetapi panas radiasi juga ikut masuk ke dalam ruangan sehingga menjadi beban pendingin. Untuk itu, sub-topik kedua pelatihan pada tanggal 5, 6 dan 9 November 2020 membahas tentang kenyamanan termal adaptif yang memasukkan faktor psikologis untuk membentuk persepsi kenyamanan termal baru, yang relatif lebih tinggi dari kenyamanan termal sebelumnya namun masih dapat diterima karena didukung oleh kecepatan pergerakan udara yang memadai.
Dalam menyajikan volume introduksi udara luar dan kecepatan pergerakan angin yang optimal bagi bangunan sehat, sub-topik ketiga yang dipilih pada tanggal 8 dan 11 Januari 2021 adalah sistem ventilasi alami. Desain ventilasi alami perlu dilakukan secara cermat, sehingga diperlukan analisis kondisi iklim pada tapak bangunan terlebih dahulu seputar arah pergerakan dan angin, suhu udara luar serta kondisi tapak lainnya yang relevan.
"Hal ini perlu dilakukan agar desain bukaan atau ventilasi yang dihasilkan cukup responsif menjembatani antara kebutuhan dengan kondisi lingkungan. Intervensi desain berupa sistem peneduh buatan maupun peneduh alami (vegetasi) menjadi faktor penting agar radiasi panas udara luar yang masuk ke dalam ruangan dapat berkurang," ujar Ketua IABHI, Bintang Nugroho.
Pada kondisi ruangan tertentu, bantuan sistem mekanik seperti kipas angin dan sistem pendingin seperti DOAS atau Dedicated Outdoor Air System akan diperlukan. Aplikasi dari ketiga sistem yaitu ventilasi alami, kipas angin dan ventilasi buatan seperti DOAS dapat diintegrasikan baik secara dual ataupun tripple hybird berdasarkan kebutuhan setiap bangunan sehingga tercipta kualitas udara yang nyaman, sehat dan stabil.
Animo peserta pelatihan dinilai cukup baik secara kuantitas maupun kualitas. Pelatihan dihadiri sekita 60 s.d. 80 peserta dengan latar belakang kelilmuan yang beragam. Keberagaman latar belakang keilmuan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam memperkaya proses desain yang terintegrasi.
Selain dapat mengkampanyekan pentingnya berbangun hijau dan sehat dalam suatu lingkungan binaan, pelatihan ini juga dapat memperdalam pemahaman bahwa perwujudan bangunan sehat dan ramah lingkungan dibutuhkan solusi yang holistik melalui pendekatan yang terintegrasi. Selanjutnya, sebagai asosiasi profesi, IABHI berkomitmen akan terus melanjutkan program-program yang mendukung perwujudan lingkungan binaan yang ramah lingkungan dan sehat.
(akr)