Dear Milenial, Awas Jangan Utang Buat Beli Saham
loading...
A
A
A
Pengamat keuangan Eko Endarto mengatakan masalah penggunaan uang pribadi untuk investasi adalah masalah klasik. Menurutnya ini biasa terjadi ketika masyarakat awam masuk ke dalam investasi yang tidak dia ketahui benar dari sisi risiko (risk) dan pengembaliannya (return).
Masyarakat hanya melihat dari sisi return dan menafikan adanya risiko. Padahal rumusnya jelas makin tinggi return maka potensi risk akan makin tinggi.
“Dan dalam investasi rumusnya jelas. Jangan pernah berinvestasi dengan uang utang. Karena investasi hasilnya tidak pasti sementara biaya pinjaman yaitu bunga adalah pasti,” ujar Eko mengingatkan.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan hal ini sebagai fenomena latah akibat ramainya influencer dan tokoh figure yang mempromosikan trading saham. Dampaknya tentu pada investor ritel yang tidak kuat dari segi finansialnya.
Seharusnya masyarakat paham investasi harus untuk jangka panjang dan bukan untuk minat sesaat. Selain itu investor harus bisa mengkalkulasi potensi untung dan kerugian. Terakhir pahami regulasinya dan mekanisme jual beli saham ini. “Jangan mau ikutan saja karena fenomena investasi sedang booming karena melihat harga saham sedang murah tapi tidak hati-hati. Jangan mau spekulasi jangka pendek,” kata Bhima.
Menurutnya semua pemahaman ini harus diluruskan dan jangan juga sampai berutang. Karena harga saham itu fluktuatif dan tergantung banyak faktor. Mulai dari makro ekonomi sampai isu di pasar modal. “Lebih baik kalau tabung uang gaji dengan rutin lalu setelah terkumpul baru diinvestasikan,” sarannya. (hafid fuad)
Masyarakat hanya melihat dari sisi return dan menafikan adanya risiko. Padahal rumusnya jelas makin tinggi return maka potensi risk akan makin tinggi.
“Dan dalam investasi rumusnya jelas. Jangan pernah berinvestasi dengan uang utang. Karena investasi hasilnya tidak pasti sementara biaya pinjaman yaitu bunga adalah pasti,” ujar Eko mengingatkan.
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan hal ini sebagai fenomena latah akibat ramainya influencer dan tokoh figure yang mempromosikan trading saham. Dampaknya tentu pada investor ritel yang tidak kuat dari segi finansialnya.
Seharusnya masyarakat paham investasi harus untuk jangka panjang dan bukan untuk minat sesaat. Selain itu investor harus bisa mengkalkulasi potensi untung dan kerugian. Terakhir pahami regulasinya dan mekanisme jual beli saham ini. “Jangan mau ikutan saja karena fenomena investasi sedang booming karena melihat harga saham sedang murah tapi tidak hati-hati. Jangan mau spekulasi jangka pendek,” kata Bhima.
Menurutnya semua pemahaman ini harus diluruskan dan jangan juga sampai berutang. Karena harga saham itu fluktuatif dan tergantung banyak faktor. Mulai dari makro ekonomi sampai isu di pasar modal. “Lebih baik kalau tabung uang gaji dengan rutin lalu setelah terkumpul baru diinvestasikan,” sarannya. (hafid fuad)
(her)