IHSG Babak Belur, Pemerintah Diminta Tak Perlu Ikut Campur

Kamis, 28 Januari 2021 - 18:03 WIB
loading...
IHSG Babak Belur, Pemerintah...
foto/YorriFarli/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tiarap 2,12% atau 129,78 poin ke level 5.979,38 dalam perdagangan Kamis (28/1). Tren perdagangan IHSG berada di zona merah dan bergerak di rentang terendah 5.957,55-6.123,46.

Baca Juga: Polisi Jaga Ketat Ruangan Sidang Aktivis KAMI Jumhur Hidayat

Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin menilai koreksi yang terjadi berturut-turut disebabkan karena terjadi bubble. Ini terjadi sebelumnya ketika indeks terbang dari 6.000 menuju 6.500 di dua minggu pertama Januari. "Menurut saya koreksi sudah memcerminkan level yang wajar. Fair value," ujar Ferry saat dihubungi MNC Portal Indonesia hari ini (28/1) di Jakarta. ( Baca juga:Ketularan Bursa Asia, IHSG Terperosok Jatuh ke Bawah Level 6.000 )

Dia juga menambahkan pemerintah tidak perlu ikut campur bereaksi. Lebih bijak bila memberikan kesempatan market mencari keseimbangannya. "Biarkan saja market bekerja sendiri. Saya masih yakin indeks akan menuju level 7.000 di akhir tahun ini. Karena pertumbuhan ekonomi kita yang akan mencapai angka 5,8% di tahun 2021," lanjutnya.

Baca Juga: Ibrahimovic Dituduh Rasis, Pogba: Ayo Jangan Bercanda

Menurutnya, vaksinasi baru akan menunjukkan hasilnya di kuartal kedua tahun ini dan saat itulah pertumbuhan ekonomi pun akan mengalami percepatan. "Tahun lalu saya proyeksikan indeks ke 6.000 sejak bulan Juni dan ternyata tercapai ke 6.000. Karena itu tahun ini saya perkirakan hit 7.000 di akhir tahun," katanya. ( Baca juga:Bakal Dilaporkan Abu Janda, Ketua KNPI: Saya Ikhlas Ditangkap karena Melawan Pemecah Belah Bangsa )

Sementara itu pengamat ekonomi dari INDEF Nailul Huda menilai kondisi indeks sekarang kebalikan dari pekan lalu yang mengalami kenaikan drastis. Karena itu menurutnya ini menunjukkan kondisi investasi yang memang maksimal di level 6.450. "Investor sudah tidak dapat melakukan pembelian lagi pada level di atas itu. Ada juga sentimen dari semakin buruknya pengelolaan pandemi di Indonesia sehingga investor memilih wait and see," ujar Nailul.

Baca Juga: Kasus COVID-19 Tembus 100 Juta, Dunia Krisis Vaksin
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1325 seconds (0.1#10.140)