Mengubah Penghalang Jadi Peluang

Jum'at, 29 Januari 2021 - 06:27 WIB
loading...
Mengubah Penghalang Jadi Peluang
Pandemi Covid-19 berdampak pada kehidupan masyarakat. Namun, bagi mereka yang kreatif, pendemi bisa juga mendatangkan peluang. FOTO/KORAN SINDO
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 memberikan dampak luas ke semua sektor, terutama dalam bidang ekonomi . Tidak sedikit perusahaan harus mengurangi jumlah karyawan, bahkan gulung tikar akibat situasi ini. Agar bisa melalui hal ini diperlukan mental yang tangguh untuk tetap bertahan. Meski diterjang keterpurukan, Varian Arsyagam Isbandi, 28, atau yang akrab disapa Rian mencoba tetap bertahan dan bisa kembali bangkit.

Awalnya, Rian mengalami masa terpuruk selama kurang lebih tujuh bulan lantaran pandemi. Dia yang hanya seorang sopir rental terpaksa berhenti karena sepi penumpang, padahal dia memiliki anak dan istri yang harus dihidupi. Tidak menyerah dalam kondisi yang sulit, Rian mencoba bangkit dengan budi daya cacing tanah dari saudaranya yang tinggal di Ponorogo, Jawa Timur. Dia pun mantap memilih berternak cacing tanah lantaran kesulitan mencari kerja di perusahaan.

Rian pertama kali memulai bisnisnya pada Juli 2020 dengan modal Rp35 juta. Uang tersebut dia peroleh dari tabungan serta beberapa pinjaman.

"Saat itu saya hanya berpikir bagaimana bangkit di saat pandemi. Saya mencoba belajar dari saudara untuk membuka peluang budi daya cacing tanah ini," katanya.

(Baca juga: Akademisi Unpad Ini Optimistis UU Ciptaker akan Bangkitkan Entrepreneurship Muda )

Dengan modal seadanya dia membuat kolam cacing tanah di belakang rumah, menyimpan oven pengering cacing serta membeli dua kuintal bibit. Beternak cacing terbilang sangat mudah, hanya perlu menyirami air serta memberi ampas tahu untuk makanannya. Cacing tanah mudah kawin, bertelur sendiri, serta tidak mudah sakit. Cacing tanah ini sangat mudah dipanen setiap dua pekan sekali, dalam sekali panen Rian mengaku bisa mendapat 36 kilogram (kg) cacing basah.

"Untuk dijual di pasaran cacingnya harus kering. Kalau panen 36 kg cacing basah maka bila dikeringkan menjadi enam kilogram," ujarnya.

(Baca juga: Sempat Dihantam Pandemi Industri Alas Kaki Mulai Bangkit )

Di pasaran, harga cacing tanah jenis Lumbricus bisa dijual dengan harga Rp500.000 per kilogram. Artinya, jika dalam satu bulan Rian panen 72 kg cacing basah atau 12 kg kering, maka dia bisa meraup omzet hingga Rp6 juta. Dari usahanya ini Rian banyak memasok perusahaan jamu karena cacing dianggap sebagai obat.

“Kebutuhan pabrik jamu herbal terhadap cacing kering masih sangat besar. Dari kebutuhan tujuh ton cacing kering, saat ini baru terpenuhi dua ton. "Biasanya warga banyak mencari cacing untuk mengobati sakit maag, tifus, hingga melancarkan peredaran darah,"‎ tutur Rian.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Wisnu Wibowo, mengatakan, wabah pandemi saat ini secara tidak langsung menuntut masyarakat untuk mengeluarkan insting bertahannya dengan cara mengembangkan berbagai inovasi yang mereka miliki.

"Di masa ini, milenial harus bisa lebih tangguh untuk bertahan dengan menciptakan solusi yang langsung aplikatif dan sesuai dengan minat mereka. Saya yakin dengan semakin banyaknya entrepreneur muda kita bisa menciptakan peluang usaha baru, membuka lapangan kerja, menciptakan inovasi-inovasi sehingga terwujudlah kepribadian tangguh. Terlebih lagi untuk kaum setelah milenial atau generasi Z," tambahnya.

(Baca juga: Bekas Lahan Tambang Emas Ilegal Disulap Jadi Pusat Ekonomi Kreatif Warga )

Hal terpenting, menurut Wisnu, para generasi milenial dan generasi Z ini harus bisa menumbuhkan sikap kepercayaan diri dahulu dan juga rasa saling menghargai antarsesama. Dua cara ini menjadi kunci agar generasi milenial dan seterusnya bisa lebih tangguh. "Banyaknya industri rumahan seperti kuliner, kesehatan, dan beberapa industri inovatif lainnya membuktikan masyarakat kita sudah kuat untuk menghadapi pandemi," ucapnya.

Sementara itu, pegiat ekonomi kreatif Gupta Sitorus berpendapat, menilik kondisi saat ini, para pelaku usaha subsektor kreatif di masa pandemi Covid-19 sedang dalam posisi bertahan (survival) dengan strategi sendiri-sendiri. Ini disebabkan karena subsektor kreatif ini belum high regulated. Ke depan, kata dia, perlu ada sebuah skema atau sistem yang bisa membantu agar bonus demografi memiliki daya kreatif dan critical thinking.

Terkait pemanfaatan bonus demografi seperti data yang disampaikan oleh BPS, kondisi itu harus dapat dimaksimalkan dengan memperkuat keterampilan teknis. "Ini yang memegang peranan besar kan pemerintah dan sektor-sektornya. Demografis kita menunggu untuk dikelola," katanya.

Jika dikaitkan dengan kondisi saat ini, saat teknologi digital mulai mendominasi, Gupta menyarankan pemerintah agar terus mendorong ekosistem digital yang baik sehingga tercapai efisiensi. Kondisi ini mau tidak mau bakal berimbas pada berkurangnya keterlibatan tenaga kerja.

"Yang juga sangat penting adalah belajar skill teknis yang idealnya didapat di sekolah atau di tempat lain yang mendukung sehingga apabila nanti pandemi berakhir, kelompok produktif ini sudah siap berkarya," ujarnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1740 seconds (0.1#10.140)