Pertumbuhan Ekonomi Negatif jadi Alarm Depresi di 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat 2020 tercatat -2,19% (yoy) atau -2,07% secara full year 2020. Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira melihat pertumbuhan ekonomi negatif bahaya bila dibiarkan hingga kuartal I/2021. Pasalnya, Indonesia akan rentan masuk dalam wilayah depresi ekonomi. Definisi depresi ekonomi adalah resesi ekonomi yang berkelanjutan satu tahun atau lebih.
"Biaya pemulihan ekonomi relatif mahal jika depresi terjadi. Pola pemulihan menjadi U-shape atau bahkan L-shape jika kebijakan ekonomi kurang responsif," ujarnya, Jumat (5/2/2021).
( )
Dia mengkritisi kebijakan pemerintah dilihat dari pertumbuhan ekonomi di kuartal keempat 2020. Hal paling utama menyoroti ada penurunan dari kuartal ketiga 2020 atau secara q-to-q (antar kuartal).
"Kuartal empat 2020 pertumbuhan q-to-q turun -0,42% dibanding kuartal tiga 2020 yang naik 5,05%. Ini membuktikan pola pemulihan ekonomi kembali turun pada kuartal akhir jika dibanding kuartal ketiga," ungkapnya.
( )
Menurutnya, kinerja ekonomi di akhir 2020 menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pandemi sehingga masyarakat masih menahan untuk berbelanja. Kelompok pengeluaran menengah dan atas berperan hingga 83% dari total konsumsi nasional. "Untuk memulihkan permintaan kelompok ini kuncinya adalah penanganan pandemi. Hal ini yang tidak dijalankan dengan baik oleh pemerintah," sebutnya.
( )
Dia melanjutkan, kebijakan New Normal yang dipaksakan terbukti blunder. Pada satu sisi ada dorongan agar masyarakat bisa beraktivitas dengan protokol kesehatan, tapi PSBB jalan terus operasional berbagai jenis usaha dibatasi. Menurutnya, ini kebijakan yang abnormal.
"Biaya pemulihan ekonomi relatif mahal jika depresi terjadi. Pola pemulihan menjadi U-shape atau bahkan L-shape jika kebijakan ekonomi kurang responsif," ujarnya, Jumat (5/2/2021).
( )
Dia mengkritisi kebijakan pemerintah dilihat dari pertumbuhan ekonomi di kuartal keempat 2020. Hal paling utama menyoroti ada penurunan dari kuartal ketiga 2020 atau secara q-to-q (antar kuartal).
"Kuartal empat 2020 pertumbuhan q-to-q turun -0,42% dibanding kuartal tiga 2020 yang naik 5,05%. Ini membuktikan pola pemulihan ekonomi kembali turun pada kuartal akhir jika dibanding kuartal ketiga," ungkapnya.
( )
Menurutnya, kinerja ekonomi di akhir 2020 menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pandemi sehingga masyarakat masih menahan untuk berbelanja. Kelompok pengeluaran menengah dan atas berperan hingga 83% dari total konsumsi nasional. "Untuk memulihkan permintaan kelompok ini kuncinya adalah penanganan pandemi. Hal ini yang tidak dijalankan dengan baik oleh pemerintah," sebutnya.
( )
Dia melanjutkan, kebijakan New Normal yang dipaksakan terbukti blunder. Pada satu sisi ada dorongan agar masyarakat bisa beraktivitas dengan protokol kesehatan, tapi PSBB jalan terus operasional berbagai jenis usaha dibatasi. Menurutnya, ini kebijakan yang abnormal.
(ind)