Pemerintah Jamin Ketersediaan Produk Ternak
loading...
A
A
A
“Kenaikan konsumsi/kebutuhan telur ayam ras ini diduga disebabkan terjadinya pergeseran konsumsi daging ayam ras ke telur ayam ras akibat pandemi Covid-19,” jelas Fini.
Untuk menjaga stabilitas harga, maka produksi menyesuaikan dari 5,04 juta ton menjadi 5,14 juta ton dengan cara memperpanjang masa produksi dari 92-93 minggu menjadi 95 minggu.
Sementara untuk 2021 konsumsi telur ayam ras nasional diperkirakan 18,61 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 5,07 juta ton, dengan produksi sebanyak 5,10 juta ton maka masih terdapat surplus sebesar 32,26 ribu ton.
Program Sikomandan
Lebih lanjut, Fini menerangkan, stabilisasi harga juga dilakukan dengan menerapkan program Sikomandan. Sikomandan dilaksanakan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak melalui optimalisasi reproduksi ternak sapi/kerbau.
Pada periode 2019 sampai 2020 telah lahir 4,13 juta ekor anakan sapi/kerbau dengan nilai setara Rp24,78 triliun (asumsi harga sapi lepas sapih Rp6 juta per ekor) dengan anggaran yang dikeluarkan hanya Rp652,39 miliar.
Selain melaksanakan Program Sikomandan, untuk mencapai proporsi penyediaan daging sapi/kerbau dalam negeri sebesar 70% pada 2024, maka perlu dilakukan upaya-upaya akselerasi peningkatan populasi dan produksi. Salah satu solusinya dengan menambah indukan sapi/kerbau dalam negeri melalui impor indukan.
Berdasarkan hasil simulasi dan parameter teknis, maka untuk mencapai kondisi tersebut perlu dilakukan impor indukan sapi sebanyak 2 juta ekor secara bertahap pada 2021 hingga 2023. Potensi impor indukan tersebut berasal dari Mexico, Australia, Spanyol, USA, dan New Zealand.
Peningkatan populasi dan produksi daging sapi/kerbau melalui impor indukan ini juga diharapkan bisa menambah nilai ekonomi dari komoditas sapi/kerbau sebesar Rp61,7 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 26,9 juta orang pada periode 2020 sampai 2024.
Kemudian, program prioritas kedua adalah Pengembangan Usaha Peternakan Berbasis Korporasi melalui penguatan kelembagaan dan manajemen kawasan yang mencakup pencatatan asset, penguatan asset, tata kelola operasional, organisasi, perencanaan bisnis, dan pembentukan badan hukum dalam satu manajemen.
Lalu, melalui pengembangan skala dan jenis usaha yang mencakup peningkatan populasi dan skala usaha, kontinuitas produksi, pengembangan usaha lain-multi produk untuk meningkatkan efisiensi usaha.
Untuk menjaga stabilitas harga, maka produksi menyesuaikan dari 5,04 juta ton menjadi 5,14 juta ton dengan cara memperpanjang masa produksi dari 92-93 minggu menjadi 95 minggu.
Sementara untuk 2021 konsumsi telur ayam ras nasional diperkirakan 18,61 kg/kapita/tahun sehingga kebutuhannya mencapai 5,07 juta ton, dengan produksi sebanyak 5,10 juta ton maka masih terdapat surplus sebesar 32,26 ribu ton.
Program Sikomandan
Lebih lanjut, Fini menerangkan, stabilisasi harga juga dilakukan dengan menerapkan program Sikomandan. Sikomandan dilaksanakan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak melalui optimalisasi reproduksi ternak sapi/kerbau.
Pada periode 2019 sampai 2020 telah lahir 4,13 juta ekor anakan sapi/kerbau dengan nilai setara Rp24,78 triliun (asumsi harga sapi lepas sapih Rp6 juta per ekor) dengan anggaran yang dikeluarkan hanya Rp652,39 miliar.
Selain melaksanakan Program Sikomandan, untuk mencapai proporsi penyediaan daging sapi/kerbau dalam negeri sebesar 70% pada 2024, maka perlu dilakukan upaya-upaya akselerasi peningkatan populasi dan produksi. Salah satu solusinya dengan menambah indukan sapi/kerbau dalam negeri melalui impor indukan.
Berdasarkan hasil simulasi dan parameter teknis, maka untuk mencapai kondisi tersebut perlu dilakukan impor indukan sapi sebanyak 2 juta ekor secara bertahap pada 2021 hingga 2023. Potensi impor indukan tersebut berasal dari Mexico, Australia, Spanyol, USA, dan New Zealand.
Peningkatan populasi dan produksi daging sapi/kerbau melalui impor indukan ini juga diharapkan bisa menambah nilai ekonomi dari komoditas sapi/kerbau sebesar Rp61,7 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 26,9 juta orang pada periode 2020 sampai 2024.
Kemudian, program prioritas kedua adalah Pengembangan Usaha Peternakan Berbasis Korporasi melalui penguatan kelembagaan dan manajemen kawasan yang mencakup pencatatan asset, penguatan asset, tata kelola operasional, organisasi, perencanaan bisnis, dan pembentukan badan hukum dalam satu manajemen.
Lalu, melalui pengembangan skala dan jenis usaha yang mencakup peningkatan populasi dan skala usaha, kontinuitas produksi, pengembangan usaha lain-multi produk untuk meningkatkan efisiensi usaha.