Proyek Infrastruktur Jalan Terus dengan Terobosan Pembiayaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berkomitmen terus menggencarkan pembangunan infrastruktur dalam negeri tahun ini. Besaran alokasi anggaran infrastruktur sebesar Rp417 triliun diharapkan dapat mendukung upaya pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
Anggaran ini meningkat signifikan yakni sebesar 48% dibanding tahun 2020 yang nilainya Rp281,1 triliun. Angka ini di atas anggaran sektor kesehatan yang pada tahun ini dialokasikan sebesar Rp169 triliun. Adapun sektor pendidikan tetap mendapatkan porsi terbesar di tahun ini yakni Rp550 triliun.
Pemerintah berdalih, besarnya anggaran infrastruktur tahun ini untuk mengakomodasi sejumlah proyek yang tertunda. Selain itu, infrastruktur juga menjadi andalan pemerintah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui perusahaan-perusahaan yang ada di bawahnya, berkomitmen terus menggarap sejumlah proyek infrastruktur. Hal itu sesuai dengan roadmap atau peta jalan pengembangan aset perusahaan BUMN selama tiga tahun ke depan.
Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo menuturkan, dalam dua tahun pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, pihaknya masih tetap fokus pada pembangunan infrastruktur fisik, seperti bandar udara (bandara), pelabuhan, dan jalan tol.
“Fokus kami seperti yang saya sebutkan sebelumnya, seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan, saya pikir itu sangat jelas, kami ingin menggunakan kesempatan ini untuk memperbaiki kualitas aset, dan juga meluaskan kapasitas dengan mitra global, untuk membawa trafik dan penciptaan nilai setelah pandemi," ujar Kartika dalam sebuah acara di Jakarta, awal Februari lalu.
Untuk menggarap proyek-proyek pembangunan di Tanah Air, memang bukan pekerjaan mudah. Pasalnya di tengah kondisi pandemi seperti saat ini, perlu upaya ekstra karena tantangannya tidak sedikit. Selain pemenuhan protokol kesehatan di lapangan, faktor lain yang tak kalah penting adalah dukungan pendanaan.
Terkait kebutuhan pendanaan ini sempat disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, Indonesia saat ini masih membutuhkan dana untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur. Tak tanggung-tanggung nilai investasi yang diperlukan sekitar Rp6.445 triliun hingga 2024 mendatang. Angka sebesar itu tidak bisa dipenuhi seluruhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melainkan harus disediakan oleh BUMN, maupun berbagai instrumen pembiayaan lain.
"Kalau ingin terus meningkatkan dengan hanya bersandar pada instrumen utang, kita akan leverage makin tinggi. Kapasitas pembiayaan APBN dan BUMN saat ini terlihat dalam neraca, terutama BUMN adalah sudah tinggi exposure dari leverage," kata dia.
Besarnya kebutuhan untuk pembangunan proyek infrastruktur tersebut juga diakui oleh anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi. Dia membeberkan, dalam konteks pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh BUMN khususnya BUMN Karya, memang ada yang dibiayai dari utang termasuk utang luar negeri.
Pernyataan ini sekaligus merepons besarnya utang yang dimiliki BUMN-BUMN dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir karena terbebani sejumlah proyek pembangunan yang dirancang pemerintah.
Data Kementerian BUMN menyebutkan, hingga September 2020 total utang BUMN mencapai Rp1.682 triliun. Tren kenaikan utang perusahaan pelat merah ini terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun lalu, terjadi kenaikan utang secara signifikan karena BUMN kekurangan dana operasionalnya untuk menggenjot sejumlah program, salah satunya adalah anggaran BUMN Karya untuk pembangunan infrastruktur.
"Memang kami sangat diharapkan membangun infrastruktur dasar seperti tol, bandara, pelabuhan membuat secara posisi utang BUMN meningkat mencapai Rp1.682 triliun di bulan sembilan 2020," kata Kartika beberapa waktu lalu.
Baidowi pun menegaskan, utang adalah hal yang biasa dalam perekonomian dunia. Hanya saja, kata dia, yang diperlukan adalah bagaimana pendekatan dalam melihat dan menilai utang tersebut. Jika menggunakan pendekatan awam, maka seolah-olah utang Indonesia dibagi rata untuk menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.
"Nyatanya, kita semua menanggung utang enggak? Kan tidak juga. Karena kan utang itu ada logikanya sendiri. Utang itu kan ada jangka waktunya. Misalnya pengembalian investasi ditarget berapa tahun dan ada mekanismenya, ada pengembalian bayaran, ada juga yang bersifat konsesi pengelolaan," ucap Sekretaris Fraksi PPP di DPR ini, kemarin.
Baidowi menuturkan, untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur berupa jalan yang bersifat publik seperti jalan tol maka mekanisme pengembalian utangnya melalui konsesi pengelolaan. Lama konsesi itu di tergantung dari kontrak atau perjanjian kerja sama (MoU) misalnya selama 30 tahun pengelolaan. Setelah 30 tahun, kata dia, maka jalan tol tersebut resmi menjadi milik negara seutuhnya.
"Ada mekanisme kalau utang untuk pembiayaan infrastruktur. Yang penting itu mekanisme pengembaliannya (utang). Karena kalau kita tidak berutang, tidak pakai pinjaman, memang mampu negara kita dan APBN kita? APBN kita kan cuman Rp2.000 triliun sekian, hampir sebagian itu belanja rutin," ujarnya.
Baidowi yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR ini menjelaskan, ketidakmampuan APBN membiayai proyek infrastruktur terbalik dengan rentang luas wilayah seluruh Indonesia. Maka, kata dia, skema pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia dicarikan dengan cara pinjaman dari luar negeri. Di sisi lain, dia memaparkan, pemerintah serta juga BUMN Karya tidak boleh sampai terjebak pada kepentingan global dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur dari utang luar negeri.
"Supaya kita tidak tersandera oleh kepentingan global, maka harus ada mekanisme dan syarat yang ketat. Seperti yang saya sampaikan tadi, anda boleh memberikan utang tetapi syarat-syarat begini-begini. Contoh dalam proyek infrastruktur, harus melibatkan tenaga kerja Indonesia khususnya tenaga kasar tapi tenaga ahli teknologi silakan anda bawa dari luar. Berikutnya, anda diberi konsesi sekian tahun, setelah ini selesai maka anda harus pulang," ungkapnya.
Tetap Ekspansif
Di tengah kondisi pandemi, sejumlah BUMN terus berupaya menggarap proyek infrastrutur yang menjadi penugasan pemerintah. Mulai dari jalan tol, bendungan, hingga pelabuhan.
PT Hutama Karya (Persero) misalnya, saat ini sedang menggarap Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Tercatat ada delapan ruas JTTS yang sedang dikerjakan, antara lain Tol Sigli – Banda Aceh sepanjang 60 kilometer (km) yang progresnya konstruksinya mencapai 63%. Kemudian Tol Pekanbaru - Pangkalan (83 Km) dengan progres konstruksi 43%, Tol Padang – Sicincin (37 Km) dengan progres konstruksi mencapai 38% dan Tol Bengkulu – Taba Penanjung (18 Km) dengan progres konstruksi 80%.
Selain itu, Hutama Karya juga sedang menggarap Tol Simpang Indralaya–Muara Enim (119 Km) dengan progres konstruksi 22%, serta Tol Binjai–Langsa seksi Binjai–Pangkalan Brandan (58 Km) dengan progres konstruksi 27%.
“Ada juga Tol Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Parapat (143 km) dengan progres konstruksi 59% dan Tol Kisaran – Indrapura (48 Km) dengan progres konstruksi 17%;” kata EVP of Corporate Secretary PT Hutama Karya (Persero) Muhammad Fauzan kemarin.
Dalam membangun dan mengerjakan JTSS, kata Fauzan, Hutama Karya berpatokan pada skema yang ada. Sehingga proses pembangunan tidak terkendala dalam bidang pembiayaan.
"Kami melaksanakan pembangunan konstruksi Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sesuai dengan PMN (penyertaan modal negara) yang telah diberikan oleh Pemerintah sehingga tidak ada kendala terutama dalam pembiayaan,” ungkapnya.
Bahkan, kata Fauzan, pihaknya mendapat dukungan dan bantuan dari pemerintah dalam pengerjaan JTSS. Sehingga untuk likuiditas Hutama Karya (persero) masih dapat ditanggulangi dan belum pada level memprihatinkan.
“Likuiditas kami terjaga pada level yang manageable. Dalam pembangunan proyek JTTS, kami mendapat dukungan dari pemerintah dengan penambahan PMN sebesar Rp11 triliun pada 2020 serta construction support,” tambahnya.
Selain mendapat bantuan dari pemerintah, pihaknya juga melakukan berbagai upaya alternatif pendanaan melalui creative financing untuk menjaga likuiditas. Misalnya pendanaan perbankan nasional maupun multinasional hingga penerbitan obligasi.
“Dengan kondisi saat ini, perusahaan berharap Pemerintah dapat terus mendukung kebutuhan pendanaan tersebut sehingga Proyek Strategis Nasional (PSN) ini dapat rampung sesuai dengan target yang telah ditentukan,” pungkasnya.
Pengamat bisnis dari Universitas Indonesia (UI) Deni Denial Kesa menilai kinerja perusahaan BUMN di masa pandemi mengalami tekanan. Imbasnya, sejumlah perusahaan ada yang melakukan restrukturisasi dan efisiensi.
“Mau tidak mau mereka melakukan restrukturisasi utang serta efisiensi belanja modal,” katanya kepada KORAN SINDO kemarin.
Kendati dengan kondisi terbebani pademi, namun Deni optimistis BUMN masih bisa bangkit kendati akan memerlukan waktu. Untuk membantu BUMN dalam menghadapi penugasan di tengah keterbatasan sumber daya, pemerintah diimbau untuk lebih berbenah. Misalnya, dengan memfasilitasi restrukturisasi dalam skala besar sebagaian pinjaman.
“Pemerintah juga harus bisa melalukan proses pengawasan dan audit berkelanjutan yang tepat sasaran. Langkah Menteri BUMN Erick Tohir dalam mengelola Krakatau Steel dan merestrukturisasi hutang perlu dicontoh meski belum memperlihatkan produktifitas secara maksimal tapi paling tidak kemampuan membayar utangnya meningkat secara signifikan,” ucapnya.
Anggaran ini meningkat signifikan yakni sebesar 48% dibanding tahun 2020 yang nilainya Rp281,1 triliun. Angka ini di atas anggaran sektor kesehatan yang pada tahun ini dialokasikan sebesar Rp169 triliun. Adapun sektor pendidikan tetap mendapatkan porsi terbesar di tahun ini yakni Rp550 triliun.
Pemerintah berdalih, besarnya anggaran infrastruktur tahun ini untuk mengakomodasi sejumlah proyek yang tertunda. Selain itu, infrastruktur juga menjadi andalan pemerintah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui perusahaan-perusahaan yang ada di bawahnya, berkomitmen terus menggarap sejumlah proyek infrastruktur. Hal itu sesuai dengan roadmap atau peta jalan pengembangan aset perusahaan BUMN selama tiga tahun ke depan.
Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo menuturkan, dalam dua tahun pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, pihaknya masih tetap fokus pada pembangunan infrastruktur fisik, seperti bandar udara (bandara), pelabuhan, dan jalan tol.
“Fokus kami seperti yang saya sebutkan sebelumnya, seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan, saya pikir itu sangat jelas, kami ingin menggunakan kesempatan ini untuk memperbaiki kualitas aset, dan juga meluaskan kapasitas dengan mitra global, untuk membawa trafik dan penciptaan nilai setelah pandemi," ujar Kartika dalam sebuah acara di Jakarta, awal Februari lalu.
Untuk menggarap proyek-proyek pembangunan di Tanah Air, memang bukan pekerjaan mudah. Pasalnya di tengah kondisi pandemi seperti saat ini, perlu upaya ekstra karena tantangannya tidak sedikit. Selain pemenuhan protokol kesehatan di lapangan, faktor lain yang tak kalah penting adalah dukungan pendanaan.
Terkait kebutuhan pendanaan ini sempat disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, Indonesia saat ini masih membutuhkan dana untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur. Tak tanggung-tanggung nilai investasi yang diperlukan sekitar Rp6.445 triliun hingga 2024 mendatang. Angka sebesar itu tidak bisa dipenuhi seluruhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melainkan harus disediakan oleh BUMN, maupun berbagai instrumen pembiayaan lain.
"Kalau ingin terus meningkatkan dengan hanya bersandar pada instrumen utang, kita akan leverage makin tinggi. Kapasitas pembiayaan APBN dan BUMN saat ini terlihat dalam neraca, terutama BUMN adalah sudah tinggi exposure dari leverage," kata dia.
Besarnya kebutuhan untuk pembangunan proyek infrastruktur tersebut juga diakui oleh anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi. Dia membeberkan, dalam konteks pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh BUMN khususnya BUMN Karya, memang ada yang dibiayai dari utang termasuk utang luar negeri.
Pernyataan ini sekaligus merepons besarnya utang yang dimiliki BUMN-BUMN dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir karena terbebani sejumlah proyek pembangunan yang dirancang pemerintah.
Data Kementerian BUMN menyebutkan, hingga September 2020 total utang BUMN mencapai Rp1.682 triliun. Tren kenaikan utang perusahaan pelat merah ini terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun lalu, terjadi kenaikan utang secara signifikan karena BUMN kekurangan dana operasionalnya untuk menggenjot sejumlah program, salah satunya adalah anggaran BUMN Karya untuk pembangunan infrastruktur.
"Memang kami sangat diharapkan membangun infrastruktur dasar seperti tol, bandara, pelabuhan membuat secara posisi utang BUMN meningkat mencapai Rp1.682 triliun di bulan sembilan 2020," kata Kartika beberapa waktu lalu.
Baidowi pun menegaskan, utang adalah hal yang biasa dalam perekonomian dunia. Hanya saja, kata dia, yang diperlukan adalah bagaimana pendekatan dalam melihat dan menilai utang tersebut. Jika menggunakan pendekatan awam, maka seolah-olah utang Indonesia dibagi rata untuk menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.
"Nyatanya, kita semua menanggung utang enggak? Kan tidak juga. Karena kan utang itu ada logikanya sendiri. Utang itu kan ada jangka waktunya. Misalnya pengembalian investasi ditarget berapa tahun dan ada mekanismenya, ada pengembalian bayaran, ada juga yang bersifat konsesi pengelolaan," ucap Sekretaris Fraksi PPP di DPR ini, kemarin.
Baidowi menuturkan, untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur berupa jalan yang bersifat publik seperti jalan tol maka mekanisme pengembalian utangnya melalui konsesi pengelolaan. Lama konsesi itu di tergantung dari kontrak atau perjanjian kerja sama (MoU) misalnya selama 30 tahun pengelolaan. Setelah 30 tahun, kata dia, maka jalan tol tersebut resmi menjadi milik negara seutuhnya.
"Ada mekanisme kalau utang untuk pembiayaan infrastruktur. Yang penting itu mekanisme pengembaliannya (utang). Karena kalau kita tidak berutang, tidak pakai pinjaman, memang mampu negara kita dan APBN kita? APBN kita kan cuman Rp2.000 triliun sekian, hampir sebagian itu belanja rutin," ujarnya.
Baidowi yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR ini menjelaskan, ketidakmampuan APBN membiayai proyek infrastruktur terbalik dengan rentang luas wilayah seluruh Indonesia. Maka, kata dia, skema pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia dicarikan dengan cara pinjaman dari luar negeri. Di sisi lain, dia memaparkan, pemerintah serta juga BUMN Karya tidak boleh sampai terjebak pada kepentingan global dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur dari utang luar negeri.
"Supaya kita tidak tersandera oleh kepentingan global, maka harus ada mekanisme dan syarat yang ketat. Seperti yang saya sampaikan tadi, anda boleh memberikan utang tetapi syarat-syarat begini-begini. Contoh dalam proyek infrastruktur, harus melibatkan tenaga kerja Indonesia khususnya tenaga kasar tapi tenaga ahli teknologi silakan anda bawa dari luar. Berikutnya, anda diberi konsesi sekian tahun, setelah ini selesai maka anda harus pulang," ungkapnya.
Tetap Ekspansif
Di tengah kondisi pandemi, sejumlah BUMN terus berupaya menggarap proyek infrastrutur yang menjadi penugasan pemerintah. Mulai dari jalan tol, bendungan, hingga pelabuhan.
PT Hutama Karya (Persero) misalnya, saat ini sedang menggarap Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Tercatat ada delapan ruas JTTS yang sedang dikerjakan, antara lain Tol Sigli – Banda Aceh sepanjang 60 kilometer (km) yang progresnya konstruksinya mencapai 63%. Kemudian Tol Pekanbaru - Pangkalan (83 Km) dengan progres konstruksi 43%, Tol Padang – Sicincin (37 Km) dengan progres konstruksi mencapai 38% dan Tol Bengkulu – Taba Penanjung (18 Km) dengan progres konstruksi 80%.
Selain itu, Hutama Karya juga sedang menggarap Tol Simpang Indralaya–Muara Enim (119 Km) dengan progres konstruksi 22%, serta Tol Binjai–Langsa seksi Binjai–Pangkalan Brandan (58 Km) dengan progres konstruksi 27%.
“Ada juga Tol Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Parapat (143 km) dengan progres konstruksi 59% dan Tol Kisaran – Indrapura (48 Km) dengan progres konstruksi 17%;” kata EVP of Corporate Secretary PT Hutama Karya (Persero) Muhammad Fauzan kemarin.
Dalam membangun dan mengerjakan JTSS, kata Fauzan, Hutama Karya berpatokan pada skema yang ada. Sehingga proses pembangunan tidak terkendala dalam bidang pembiayaan.
"Kami melaksanakan pembangunan konstruksi Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sesuai dengan PMN (penyertaan modal negara) yang telah diberikan oleh Pemerintah sehingga tidak ada kendala terutama dalam pembiayaan,” ungkapnya.
Bahkan, kata Fauzan, pihaknya mendapat dukungan dan bantuan dari pemerintah dalam pengerjaan JTSS. Sehingga untuk likuiditas Hutama Karya (persero) masih dapat ditanggulangi dan belum pada level memprihatinkan.
“Likuiditas kami terjaga pada level yang manageable. Dalam pembangunan proyek JTTS, kami mendapat dukungan dari pemerintah dengan penambahan PMN sebesar Rp11 triliun pada 2020 serta construction support,” tambahnya.
Selain mendapat bantuan dari pemerintah, pihaknya juga melakukan berbagai upaya alternatif pendanaan melalui creative financing untuk menjaga likuiditas. Misalnya pendanaan perbankan nasional maupun multinasional hingga penerbitan obligasi.
“Dengan kondisi saat ini, perusahaan berharap Pemerintah dapat terus mendukung kebutuhan pendanaan tersebut sehingga Proyek Strategis Nasional (PSN) ini dapat rampung sesuai dengan target yang telah ditentukan,” pungkasnya.
Pengamat bisnis dari Universitas Indonesia (UI) Deni Denial Kesa menilai kinerja perusahaan BUMN di masa pandemi mengalami tekanan. Imbasnya, sejumlah perusahaan ada yang melakukan restrukturisasi dan efisiensi.
“Mau tidak mau mereka melakukan restrukturisasi utang serta efisiensi belanja modal,” katanya kepada KORAN SINDO kemarin.
Kendati dengan kondisi terbebani pademi, namun Deni optimistis BUMN masih bisa bangkit kendati akan memerlukan waktu. Untuk membantu BUMN dalam menghadapi penugasan di tengah keterbatasan sumber daya, pemerintah diimbau untuk lebih berbenah. Misalnya, dengan memfasilitasi restrukturisasi dalam skala besar sebagaian pinjaman.
“Pemerintah juga harus bisa melalukan proses pengawasan dan audit berkelanjutan yang tepat sasaran. Langkah Menteri BUMN Erick Tohir dalam mengelola Krakatau Steel dan merestrukturisasi hutang perlu dicontoh meski belum memperlihatkan produktifitas secara maksimal tapi paling tidak kemampuan membayar utangnya meningkat secara signifikan,” ucapnya.
(ynt)