Surplus Rp18,7 Triliun, BPJS Kesehatan Diminta Batalkan Kenaikan Iuran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2020 mencatatkan surplus keuangan sebesar Rp18,7 triliun. Karena surplus yang cukup besar itu, pemerintah diharapkan bisa mengembalikan iuran BPJS Kesehatan seperti semula.
"Keuangan BPJS Kesehatan mengalami surplus cukup besar yaitu Rp18,7 triliun justru di saat pandemi Covid-19. BPJS Kesehatan bahkan tidak lagi gagal membayar klaim ke rumah sakit maupun faskes lainnya," jelas anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayanti seperti dikutip MNC Portal Indonesia, Rabu (17/2/2021).
Menurut Kurniasih, surplus ini sebagaimana disampaikan direktur utama BPJS Kesehatan setelah pihak manajemen bersama pemerintah melakukan pembenahan berdasarkan hasil audit menyeluruh yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 2018-2019.
Karena itu, pihaknya meminta agar pihak BPJS Kesehatan meninjau kembali kenaikan tarif, hususnya untuk tarif kelas 3 yang diberlakukan sejak tahun lalu berdasarkan Peraturan Presiden No 64 Tahun 2020.
"Berdasarkan Perpres tarif peserta kelas 1 naik menjadi Rp150 ribu, kelas 2 Rp100 ribu dan kelas 3 Rp35 ribu dengan adanya subsidi Rp7.000. Dengan surplus ini, sudah selayaknya iuran BPJS khususnya kelas 3 dikembalikan seperti semula yaitu Rp25.500," ujarnya.
Kurniasih menganggap, dengan mengembalikan iuran seperti semula, maka direksi BPJS Kesehatan yang akan berakhir masa kerjanya, bisa menutup masa kerjanya dengan memberikan kado terbaik untuk rakyat dengan menurunkan premi BPJS Kesehatan sama dengan besaran premi yang lama.
"Sejak awal pemberlakukan Perpres 64/2020 FPKS DPR RI sudah menolak kenaikan iuran peserta kelas 3 pada kelompok Bukan Pekerja (BP) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Kenaikan iuran pas ekonomi masyarakat terpukul akibat pandemi Covid-19 tentu saja memberatkan," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, bagi kelompok bukan Pekerja dan PBPU yang sangat terdampak usahanya akibat pandemi ini. Menurut dia, akibat kenaikan tarif yang dibelakukan pemerintah, banyak peserta kelas 1 dan kelas 2 yang turun kelas. Dia menyebutkan, ada sekitar 2,2 juta peserta yang turun kelas.
"Keuangan BPJS Kesehatan mengalami surplus cukup besar yaitu Rp18,7 triliun justru di saat pandemi Covid-19. BPJS Kesehatan bahkan tidak lagi gagal membayar klaim ke rumah sakit maupun faskes lainnya," jelas anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayanti seperti dikutip MNC Portal Indonesia, Rabu (17/2/2021).
Menurut Kurniasih, surplus ini sebagaimana disampaikan direktur utama BPJS Kesehatan setelah pihak manajemen bersama pemerintah melakukan pembenahan berdasarkan hasil audit menyeluruh yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 2018-2019.
Karena itu, pihaknya meminta agar pihak BPJS Kesehatan meninjau kembali kenaikan tarif, hususnya untuk tarif kelas 3 yang diberlakukan sejak tahun lalu berdasarkan Peraturan Presiden No 64 Tahun 2020.
"Berdasarkan Perpres tarif peserta kelas 1 naik menjadi Rp150 ribu, kelas 2 Rp100 ribu dan kelas 3 Rp35 ribu dengan adanya subsidi Rp7.000. Dengan surplus ini, sudah selayaknya iuran BPJS khususnya kelas 3 dikembalikan seperti semula yaitu Rp25.500," ujarnya.
Kurniasih menganggap, dengan mengembalikan iuran seperti semula, maka direksi BPJS Kesehatan yang akan berakhir masa kerjanya, bisa menutup masa kerjanya dengan memberikan kado terbaik untuk rakyat dengan menurunkan premi BPJS Kesehatan sama dengan besaran premi yang lama.
"Sejak awal pemberlakukan Perpres 64/2020 FPKS DPR RI sudah menolak kenaikan iuran peserta kelas 3 pada kelompok Bukan Pekerja (BP) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Kenaikan iuran pas ekonomi masyarakat terpukul akibat pandemi Covid-19 tentu saja memberatkan," ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, bagi kelompok bukan Pekerja dan PBPU yang sangat terdampak usahanya akibat pandemi ini. Menurut dia, akibat kenaikan tarif yang dibelakukan pemerintah, banyak peserta kelas 1 dan kelas 2 yang turun kelas. Dia menyebutkan, ada sekitar 2,2 juta peserta yang turun kelas.