Mengungkit Sektor Konsumsi

Selasa, 23 Februari 2021 - 05:53 WIB
loading...
A A A
Totok juga menyoroti kemudahan dalam pengajuan kredit. “Sebelum relaksasi diturunkan oleh OJK, kami maksimal di 20% dari pengajuan. Jadi, misalnya, 10 end user, sebelum Covid-19 itu disetujui 8-10. Sekarang dapat dua saja sudah untung. Ekonomi gimana mau jalan kalau seperti itu. sedangkan, penempatan dana di perbankan sampai Desember (2020) itu meningkat,” paparnya.

Pengusaha asal Surabaya ini lantas menuturkan, pihaknya meminta pemerintah untuk merelaksasi pajak. Relaksasi itu berupa pengurangan PPh Badan, penurunan PPh final sewa dari 10% menjadi 5% penghapusan PPh 21, dan penurunan PPh final transaksi dari 2,5% menjadi 1% berdasarkan nilai aktual transaksi.

“Relaksasi pajak masih berjalan, kami negosiasi. Penurunan dan pembebasan. Kami ini terkait dengan 174 industri lain dari 185 industri,” terangnya.

Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himpera) juga menyambut baik kebijakan DP nol persen ini. Ketua Umum Himperra Endang Kawidjaja mengatakan kebijakan ini berguna untuk memperlebar dan mempermudah keterjangkauan. Namun, dia mengingatkan agar seluruh stakeholder hati-hati mengenai kemungkinan ada konsumen sudah membeli rumah, kemudian mengambil lagi perumahan yang down payment yang nol persen.

Kebijakan ini, menurutnya, bisa menambah omzet penjualan. Alasannya, konsumen yang tadinya 80 persen ragu akan berubah untuk berkomitmen membeli properti baru.

“Lebih bagus tetap membayar uang muka. Pada saat akad uang muka dibayarkan itu dikembalikan sehingga sesungguhnya nol persen. Karena orang pindah rumah itu membutuhkan dana,” ujarnya saat dihubungi Koran SINDO.

Berdasarkan data Himpera, pada tahun 2020 itu ada sisa 60.000 rumah dengan skema subsidi selisih bunga (SSB) dan 67.000 bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT). Pada tahun 2019, sekitar 170-180 ribu untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ludes terjual. Tahun sebelumnya, dari total rumah yang tersedia 285 ribu, terjual 260 ribu. “Kalau kami lihat persentase dari avalaible anggaran, tahun lalu cukup parah. Walaupun secara angka meningkat dari 170 ribu menjadi 195.000. Akan tetapi, dari 195.000, ada 100.000 anggaran yang tidak terserap. Kalau 2019, anggaran terserap semua,” tuturnya.

Lalu, bagaimana target Himpera tahun ini? Endang menerangkan tahun ini ada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sekitar 154.000. Kemudian, ada 20.000 dari pengembalian pokok FLPP yang sebelum-sebelumnya dan 31 ribu BP2BT sekitar 31 ribu. Jadi total ada sekitar 205.000.

“Kalau bisa 90% dari itu, 180.00, ya hampir sama dengan 2020. Kalau lebih juga enggak ada anggarannya kecuali SSB diperkenalkan (kembali). Kalau potensi demand bisa mencapai 220.000-230.000 Covid-19 masih ada, tapi orang sudah terbiasa. Kalau Covid-19 menggana, ya tidak bisa sampai 220.000-230.000 karena banknya menjadi selektif,” pungkasnya.

Sementara itu, dari sisi pelaku industri automotif, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto menyatakan, pihaknya memiliki dua harapan atas penerapan kebijakan DP 0% bagi sektor automotif. Pertama, bisa menjadi faktor penunjang dalam penjualan Kendaraan Bermotor (KBM) yang dilakukan oleh para Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM).
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2314 seconds (0.1#10.140)