Terang Saja, Belum Cukup Membuat Indonesia Maju

Kamis, 25 Februari 2021 - 13:27 WIB
loading...
Terang Saja, Belum Cukup...
PLN Terus Berusaha Melistriki Desa-Desa Terpencil
A A A
JAKARTA - Februari 2021 jadi bulan yang menggembirakan bagi Blasius Juma warga Desa Nanga Bere, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Blasius begitu gembira, karena di desa tempat tinggalnya itu sudah dialiri listrik. Selain Desa Nanga Bere, ada 38 desa lainnya di NTT, yang juga sudah bisa menikmati aliran listrik.

Sebelum dilistriki oleh PLN , masyarakat di 39 desa tersebut hanya bisa menikmati penerangan melalui generator set (genset). Kini dengan hadirnya listrik, warga bisa menikmati aliran listrik dengan harga yang murah dan aman.

Blasius bercerita, setelah ada listrik, warga di desanya dapat menggunakan listrik di siang hari untuk usaha. Seperti membuat meubel dan es batu sendiri, sehingga hasil laut yang didapat bisa bertahan lebih lama. “Ini sungguh bermanfaat bagi kami," ujarnya senang.

Untuk melistriki 39 desa di NTT ini bukan pekerjaan gampang. General Manager PLN Unit Induk Wilayah Nusa Tenggara Timur, Agustinus Jatmiko mengatakan, pihaknya menghadapi sejumlah tantangan, diantaranya letak geografis yang cukup sulit dijangkau. “Namun dengan kerja keras, PLN berhasil merealisasikan hadirnya listrik untuk 8.234 calon pelanggan yang tersebar di 39 Desa di NTT,”ujar Jatmiko.



Kerja keras PLN melistriki desa-desa terpencil di NTT merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan Rasio Elektrifikasi (RE) di Provisni NTT. Data yang disampaikan PLN menyatakan, Rasio Desa Berlistrik (RDB) di NTT hingga Januari 2021 sudah mencapai 95,47%.

Sementara untuk RE di NTT, hingga Desember 2020 sudah mencapai 87,31%. Agustinus Jatmiko, menjelaskan, dalam kurun lima tahun terakhir, PLN telah berhasil meningkatkan RE di NTT sebesar 34,84 %, dari sebelumnya 52,47%.

Kegembiraan yang sama juga dirasakan oleh penduduk di enam desa yang berada di Provinsi Kepulauan Riau. Tepat di akhir tahun 2020 lalu aliran listrik sudah masuk ke desa-desa tersebut. Senyum sumringah pun terpancar dari warga Desa Cempa, Desa Tanjung Batu Kecil, Desa Tanjung Hutan, Desa Air Asuk, Desa Liuk dan Desa Lidi. Kini saat malam tiba, suasana di desa-desa terpencil itu tak lagi gelap gulita.

General Manager PT PLN Unit Induk Wilayah Riau dan Kepulauan Riau, Dispriansyah, mengatakan tepat pada 31 Desember 2020, PLN berhasil menghadirkan listrik di 17 desa terpencil yang ada di Provinsi Riau dan Provinsi Kepaluan Riau. Enam desa berada di Kepaluaran Riau dan 11 desa berlokasi di Provinsi Riau.

Dengan masuknya listrik ke 17 desa tersebut, menjadi momentum untuk Provinsi Riau. Seluruh desa di provinsi ini sudah 100% berlistrik. “Sementara untuk Provinsi Kepulauan Riau, rasio elektrifikas desa berlistrik mencapai 91,35%,”ujar Dispriansyah.


Gubernur Kepulauan Riau, Isdianto pun mengapresiasi kerja PLN yang telah membuat terang desa-desa terpencil di Kepulauan Riau. “Infastruktur yang telah dibangun PLN ini sangat membantu masyarakat Kepulauan Riau dalam meningkatkan kesejahteraan,” ujarnya.

Dalam kurun lima tahun terakhir ini PLN memang gencar mendongkrak elektrifikasi. Membangun infrastruktur untuk bisa mengalirkan listrik ke desa-desa atau wilayah terpencil di pelosok nusantara yang selama ini belum menikmati listrik.

Butuh Listrik yang Handal

Memasuki usianya yang ke 75 tahun, sebagai perusahaan negara yang bertugas menyediakan pasokan listrik bagi seluruh mayarakat, PLN terus berusaha untuk mewujudkan terang untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menjabarkan jumlah desa yang terlistriki oleh PLN, dalam lima tahun terakhir ini meningkat sebanyak 12 ribu desa. Pada 2015, jumlah desa berlistrik baru sebanyak 70.391, meningkat menjadi 83.028 desa berlistrik pada September 2020. Hal ini pun mendongkrak rasio elektrifikasi nasional dari 88,3% pada 2015 menjadi 99,15% per September 2020.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan hingga tahun 2020 rasio elektrifikasi telah mencapai 99,2%. Meningkat 14,85%, jika dibandingkan dengan rasio elektrifikasi di 2014 yang baru mencapai 84,35%.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menargetkan, di tahun 2021 ini RE dapat mencapai 99,9%. Menteri ESDM mengingatkan, selain memberikan rasa keadilan dalam memanfaatkan energi listrik, elektifikasi yang meningkat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Rasio elektrifikasi yang hampir mencapai 100%, menandakan sudah hampir semua penduduk di negeri ini bisa menikmati aliran listrik. Namun, bila dilihat dari pasokan listrik per kapita masih tergolong kecil. Data yang disampaikan oleh Kementerian ESDM hingga Juni 2020 menunjukkan, kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional mencapai 71 Giga Watt (GW).

Sementara jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai sekitar 270 juta jiwa. Itu artinya pasokan listrik per kapita saat ini hanya 262,9 Watt. “Bisa apa dengan pasokan listrik sebesar itu?”, kata Tumiran, pengamat energi dari Univeritas Gajah Mada.

Tumiran pun membandingkan dengan China yang memiliki penduduk sekitar 1,4 miliar orang. Pasokan listrik di Negeri Panda itu sudah di atas 1.100 watt per kapita. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, pasokan listrik Indonesia juga tergolong kecil.

Seperti Malaysia yang sudah mencapai 950 Watt per kapita, lalu Singapura 2.500 Watt per kapita. Melihat angka-angka tersebut, menunjukkan semakin maju sebuah negara, maka makin besar pula pasokan listrik yang diterima warganya.

Dari sisi konsumsi listrik per kapita, Indonesia juga masih tergolong kecil. Kementerian ESDM mencatat, konsumsi listrik di 2019 sebesar 1.084 kWh per kapita, Tahun 2020 konsumsi listrik ditargetkan bisa mencapai 1.142 kWh per kapita. Sedangkan di tahun 2021 ini, konsumsi listrik kembali ditargetkan meningkat menjadi 1.203 kWh per kapita.

Jika target itu bisa dipenuhi, konsumsi listrik Indonesia juga masih di bawah rata-rata konsumsi listrik ASEAN, yang sudah mencapai 1.342 kWh per kapita. Direktur Pembinaan Program dan Ketenagalistrikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu mengatakan bila dibandingkan dengan negara ASEAN yang lain, konsumsi listrik Indonesia masih di atas Kamboja dan Laos. “Tapi bila dibandingkan dengan Brunei atau Singapura, kita jauhlah,”katanya.

Di era modern seperti saat ini, energi listrik sudah jadi kebutuhan utama. Hampir semua aktifitas masyarakat membutuhkan listrik. Apalagi di masa Pandemi Covid 19, saat semua kegiatan berlangsung dari rumah. Mulai dari belajar, bekerja, berbisnis, belanja, bersosialisasi, hingga beribadah. Listrik pun benar-benar dibutuhkan.

Sebagai sumber energi, listrik ikut menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Listrik juga punya kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Menjadi penentu pula dalam perang mengalahkan pandemi. Itu sebabnya meningkatkan elektrifikasi saja tidak cukup, untuk membuat Indonesia lebih maju dari saat ini.

Perlu didukung juga dengan kualitas dari pasokan listrik. Kualitas yang dimaksud, terkait dengan ketersediaan daya listrik sesuai dengan yang kebutuhan. Apakah dalam 24 jam sehari, seluruh masyarakat sudah dapat menikmati listrik ? dan sebagainya

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menuturkan untuk menjadi penggerak kemajuan, kualitas dari energi listrik harus dilihat dari kehandalannya, kecukupannya, keterjangkauannya dan juga tarifnya yang terjangkau. “Serta respon penerimaan masyarakat, kelayakan lingkungan, dan manfaatnya untuk sosial ekonomi,”ujarnya.

Sebenarnya gencar melistriki desa-desa tertinggal, bukan berarti PLN melupakan kualitas dari pasokan listrik. Buktinya, BUMN ini terus membangun pembangkit listrik, bahkan diantaranya merupakan pembangkit yang ramah lingkungan. Seperti tahun ini PLN mulai membangun Pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat. PLTS Waduk Cirata ini mampu menghasilkan setrum 145 Megawatt. Kemampuan menghasilkan setrum sebesar itu, menjadikan PLTS ini menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.


Didukung Green Loan

Menjaga kehandalan listrik juga bukan hanya membangun pembangkit. Ditegaskan oleh Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, kehandalan listrik juga berarti PLN harus bisa memastikan tidak pernah lagi terjadi pemadaman. Ini menjadi bagian dari komitmen PLN dalam meningkatan pelayanan kepada masyarakat.“Mandat yang paling utama dari PLN adalah menjaga kehandalan listrik tanpa padam,” tegasnya.

Dalam mengaja kehandalan listrik PLN jelas membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan. Untuk membangunan transmisi dalam kurun waktu 2021-2027, kebutuhan investasi mencapai USD 10,8 miliar.

Sebaagi perusahaan milik negara, untuk menyediakan listrik yang handal, PLN mendapat dukungan dana dari pemerintah. Melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN), pada 2020 PLN mendapat suntikan dana, sebanyak Rp5 triliun. Tahun ini, PLN juga akan mendapat PNM lagi dengan besaran yang sama Rp5triliun.


Zulkifli Zaini, mengatakan PMN yang diterima in tidak hanya bermanfaat untuk PLN, namun juga akan berdampak pada pemerintah dan masyarakat. Bagi pemerintah, menurutnya dampaknya yaitu akan meningkatkan ketersediaan daya mampu dan reserve margin (cadangan listrik) untuk dapat meningkatkan aktivitas produksi, perdagangan, dan kegiatan masyarakat. “Jadi bisa menciptakan multiplier effect, seperti peningkatan pajak, sektor riil dan mendorong perekonomian daerah dan nasional," jelasnya.

Sementara dampak yang bisa dirasakan masyarakat antara lain, meningkatkan taraf hidup, mendongkrak aktifitas ekonomi yang berkeadilan, mendukung pelayanan kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan transportasi. Serta meningkatkan kesejahteraan dengan peningkatan produksi, perdagangan, dan kegiatan masyarakat lainnya.

Selain kucuran dana dari pemerintah, PLN juga baru saja (10/2/2021) mendapat kepercayaan dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), yang memberikan pembiayaan sebesar USD310 juta. Dana ini khusus akan digunakan untuk membiayai Proyek Pengembangan Jaringan Distribusi di wilayah Jawa Timur dan Bali.

Pengembangan jaringan distribusi di wilayah Jawa Timur dan Bali ini dilakukan untuk meningkatkan tambahan akses listrik hingga 2,26 juta pelanggan, serta meningkatkan kualitas layanan listrik untuk 13,48 juta pelanggan di wilayah Jawa Timur dan Bali.

Kawasan Jawa Timur dan Bali memiliki potensi besar untuk memacu sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Pasokan listrik yang makin handal di kawasan ini diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi di daerah tersebut.

Keseriusan PLN dalam membangun pembangkit listrik ramah lingkungan yang memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) menarik perhatian lembaga keuangan internasional. MIGA (Multilateral Investment Guarantee Agency), contohnya, tak ragu untuk mengucurkan dana sebesar USD500 juta. Pembiayaan ini berasal dari perbankan internasional yang masuk dalam kelompok MIGA. Diantaranya Citibank, DBS Bank, JPMorgan, KfW IPEX, LBBW, OCBC, Standard Chartered Bank dan SMBC.

Direktur Keuangan PLN, Sinthya Roesly mengatakan dana dari MIGA ini, merupakan transaksi pinjaman green loan pertama yang diperoleh BUMN di Indonesia. Melalui skema Non-Honouring of Finansial Obligation by State-Owned Enterprise (NHFO-SOE), MIGA akan menjamin 95% pembiayaan PLN selama 5 tahun ke depan. Transaksi ini juga jadi transaksi yang pertama bagi MIGA dengan menggunakan skema NHFO-SOE.

Komitmen PLN yang terus berupaya menyediakan listrik berkualitas bagi seluruh masyarakat, juga mendapat dukungan dari dua lembaga keuangan internasional lainnya, Asian Development Bank (ADB) dan Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW). Kedua lembaga keuangan ini memberikan dukungan senilai USD910 juta, untuk mendukung investasi kelistrikan di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Dukungan ini dari ADB dan KfW ini amat berarti bagi masyarakat di KTI. Masyarakat di sana tentunya membutuhkan layanan listrik yang berkualitas, guna meningkatkan aktifitas perekonomian di sana.

Dari dalam negeri, PLN juga mendapat dukungan dari perbankan nasional. Beberapa bank nasional mengucurkan kredit investasi untuk PLN yang total mencapai Rp 12 Triliun. Bank yang ikut mengucurkan kredit ke PLN diantaranya, Bank Mandiri, Bank Central, Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia, BPD Jawa Barat dan BPD Banten. Dukungan juga diperoleh dari perbankan syariah, yakni Bank Syariah Mandiri dan BCA Syariah.

Kucuran kredit dari perbankan nasional ini, menurut Sinthya Roesly akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan investasi PLN yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2019-2028. Investasi juga akan digunakan untuk pengembangan listrik pedesaan (lisdes) dan pengembangan jaringan listrik sistem kecil tersebar (daerah isolated).

Pada program listrik pedesaan, selain melistriki desa lama (desa yang sudah memiliki infrastruktur listrik namun belum seluruh penduduknya memperoleh listrik), PLN dan pemerintah juga akan melistriki desa-desa yang berada di Kawasan 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal).

Rencana investasi PLN itu hanya akan jadi rencana di atas kertas, bila tak didukung dengan pendanaan yang memadai. Pendanaan dibutuhkan agar PLN dapat menyediakan pasokan listrik yang cukup, handal dan efisien guna mengantisipasi pertumbuhan konsumsi tenaga listrik dan mendukung tercapainya ketahanan energi nasional. Listrik yang handal, dibutuhkan masyarakat, industri serta pelaku bisnis, agar dapat menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
(eko)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1401 seconds (0.1#10.140)