Ekonomi Indonesia Diprediksi Pulih Pertengahan Tahun 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah semakin gencar melakukan berbagai langkah, seperti insentif pajak dan bantuan langsung tunai (BLT) , untuk mengerek pertumbuhan ekonomi. Tahun ini, dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp627,9 triliun.
Ekonomi Indonesia masih lesu. Sampai kuartal IV tahun 2020, pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen. Imbasnya, ada 6,5 juta pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan. Pendapatan hilang, konsumsi rumah tangga langsung ambruk. Perekonomian Indonesia sekitar 57 persen ditopang konsumsi rumah tangga.
Dana PEN sebesar Rp695 triliun yang digelontorkan tahun lalu tak mampu mengangkat perekonomian. Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp133,7 triliun untuk sektor kesehatan, perlindungan sosial Rp148,66 triliun, program prioritas dan kementerian/lembaga Rp141,36 triliun, usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) serta korporasi Rp157,57 triliun, dan insentif pajak Rp47 triliun.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty menilai jumlah sebesar itu cukup untuk membangkitkan perekonomian Indonesia. Namun, pada kuartal I ini belum tentu positif. Dia memprediksi ekonomi akan tumbuh positif pada kuartal II. Hal itu seiring dengan tren data kasus Covid-19 yang terus menurun.
Dia menerangkan pada tahun lalu, pemerintah membantu dan mendorong masyarakat kelas bawah dengan perlindungan sosial. Namun, pertumbuhan ekonomi tetap minus. Setelah ditelusuri, konsumsi kelas menengah masih kurang besar. Maka tahun ini, pemerintah berusaha keras mendorong konsumsi dari masyarakat kelas menengah.
“Sekarang kebijakan-kebijakan banyak diarahkan untuk meningkatkan konsumsi kelas menengah. Makanya, PPnBM diturunkan dan pajak properti diperingan. Itu untuk mendorong konsumsi kelas menengah. Itu salah satu strategi agar kuartal I dan II sudah tumbuh positif. Menurut saya, sudah pada track yang tepat,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Selasa (2/3/2021).
Telisa memaparkan upaya lain memacu ekonomi dengan program penjaminan dan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI). Pemerintah telah menunjuk Askrindo dan Jamkrindo untuk penjaminan modal kerja. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI pun telah melakukan sejumlah relaksasi aturan untuk sektor properti dan kendaraan bermotor.
“Dengan itu, diharapkan pengusaha-pengusaha bisa berekspansi meningkatkan usahanya melalui pengambilan kredit baru untuk mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi. Kemudian pada sejumlah sektor tertentu diberikan penjaminan kredit UMKM. Kemudian, percepatan vaksin itu untuk meningkatkan confident pengusaha, makanya ada vaksin mandiri,” tuturnya.
Asosiasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memprediksi jika kasus Covid-19 dan vaksinasi berjalan cepat, pada pertengahan tahun ini ekonomi sudah membaik. Ketua Umum Asosiasi UMKM M Ikhsan Ingratubun mengungkapkan dampak pandemi Covid-19 cukup besar terhadap UMKM. Dari 64 juta, ada 30 juta UMKM yang gulung tikar.
Dia menyebut ada sekitar 7 juta orang di sektor UMKM yang kehilangan pekerjaan. Untuk menahan ambruknya UMKM, pemerintah memberikan bantuan sebesar Rp2,4 juta. Ikhsan menjelaskan bantuan itu dikhususkan untuk usaha mikro bukan kecil dan menengah. Dia memastikan bantuan itu sangat bermanfaat bagi pedagang, seperti gado-gado, bakso, dan buah-buahan, untuk kembali memulai usahanya.
Dia menuturkan untuk usaha kecil dan menengah itu membutuhkan modal sekitar Rp50-200 juta. Para pengusaha kecil dan menengah memang harus mencari permodalan ke lembaga keuangan, perbankan. “(Butuh) Bantuan untuk pembayaran utang (misal) di-reschedule atau direlaksasi. Tetap minta sampai 2021,” ujarnya.
Masalahnya, untuk memulai usaha dan meminjam uang ke bank itu membutuhkan agunan. “Kalau enggak punya agunan, sulit untuk bangkit. Makanya, koperasi sebagai penopang atau penjamin. Kalau Rp2,5 juta itu terlalu kecil (usaha kecil dan menengah). PNM juga masih kecil sekitar Rp2-3 juta yang diberikan. Kalau mikro ok lah,” tuturnya.
Usaha pemerintah dengan menurunkan suku bunga sepertinya belum akan berjalan. Iksan membenarkan para pengusaha masih menahan-nahan untuk mengajukan kredit di bank. Dia menyatakan omset usaha itu sekitar 15-20 persen dari normal. Dengan jumlah itu, tidak akan mampu membayar gaji, listrik, kredit kendaraan dan modal di bank. “Ini posisi yang sangat dilematis untuk mengambil kredit,” pungkasnya.
Ekonomi Indonesia masih lesu. Sampai kuartal IV tahun 2020, pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen. Imbasnya, ada 6,5 juta pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan. Pendapatan hilang, konsumsi rumah tangga langsung ambruk. Perekonomian Indonesia sekitar 57 persen ditopang konsumsi rumah tangga.
Dana PEN sebesar Rp695 triliun yang digelontorkan tahun lalu tak mampu mengangkat perekonomian. Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp133,7 triliun untuk sektor kesehatan, perlindungan sosial Rp148,66 triliun, program prioritas dan kementerian/lembaga Rp141,36 triliun, usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) serta korporasi Rp157,57 triliun, dan insentif pajak Rp47 triliun.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty menilai jumlah sebesar itu cukup untuk membangkitkan perekonomian Indonesia. Namun, pada kuartal I ini belum tentu positif. Dia memprediksi ekonomi akan tumbuh positif pada kuartal II. Hal itu seiring dengan tren data kasus Covid-19 yang terus menurun.
Dia menerangkan pada tahun lalu, pemerintah membantu dan mendorong masyarakat kelas bawah dengan perlindungan sosial. Namun, pertumbuhan ekonomi tetap minus. Setelah ditelusuri, konsumsi kelas menengah masih kurang besar. Maka tahun ini, pemerintah berusaha keras mendorong konsumsi dari masyarakat kelas menengah.
“Sekarang kebijakan-kebijakan banyak diarahkan untuk meningkatkan konsumsi kelas menengah. Makanya, PPnBM diturunkan dan pajak properti diperingan. Itu untuk mendorong konsumsi kelas menengah. Itu salah satu strategi agar kuartal I dan II sudah tumbuh positif. Menurut saya, sudah pada track yang tepat,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Selasa (2/3/2021).
Telisa memaparkan upaya lain memacu ekonomi dengan program penjaminan dan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI). Pemerintah telah menunjuk Askrindo dan Jamkrindo untuk penjaminan modal kerja. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI pun telah melakukan sejumlah relaksasi aturan untuk sektor properti dan kendaraan bermotor.
“Dengan itu, diharapkan pengusaha-pengusaha bisa berekspansi meningkatkan usahanya melalui pengambilan kredit baru untuk mendorong tumbuhnya aktivitas ekonomi. Kemudian pada sejumlah sektor tertentu diberikan penjaminan kredit UMKM. Kemudian, percepatan vaksin itu untuk meningkatkan confident pengusaha, makanya ada vaksin mandiri,” tuturnya.
Asosiasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memprediksi jika kasus Covid-19 dan vaksinasi berjalan cepat, pada pertengahan tahun ini ekonomi sudah membaik. Ketua Umum Asosiasi UMKM M Ikhsan Ingratubun mengungkapkan dampak pandemi Covid-19 cukup besar terhadap UMKM. Dari 64 juta, ada 30 juta UMKM yang gulung tikar.
Dia menyebut ada sekitar 7 juta orang di sektor UMKM yang kehilangan pekerjaan. Untuk menahan ambruknya UMKM, pemerintah memberikan bantuan sebesar Rp2,4 juta. Ikhsan menjelaskan bantuan itu dikhususkan untuk usaha mikro bukan kecil dan menengah. Dia memastikan bantuan itu sangat bermanfaat bagi pedagang, seperti gado-gado, bakso, dan buah-buahan, untuk kembali memulai usahanya.
Dia menuturkan untuk usaha kecil dan menengah itu membutuhkan modal sekitar Rp50-200 juta. Para pengusaha kecil dan menengah memang harus mencari permodalan ke lembaga keuangan, perbankan. “(Butuh) Bantuan untuk pembayaran utang (misal) di-reschedule atau direlaksasi. Tetap minta sampai 2021,” ujarnya.
Masalahnya, untuk memulai usaha dan meminjam uang ke bank itu membutuhkan agunan. “Kalau enggak punya agunan, sulit untuk bangkit. Makanya, koperasi sebagai penopang atau penjamin. Kalau Rp2,5 juta itu terlalu kecil (usaha kecil dan menengah). PNM juga masih kecil sekitar Rp2-3 juta yang diberikan. Kalau mikro ok lah,” tuturnya.
Usaha pemerintah dengan menurunkan suku bunga sepertinya belum akan berjalan. Iksan membenarkan para pengusaha masih menahan-nahan untuk mengajukan kredit di bank. Dia menyatakan omset usaha itu sekitar 15-20 persen dari normal. Dengan jumlah itu, tidak akan mampu membayar gaji, listrik, kredit kendaraan dan modal di bank. “Ini posisi yang sangat dilematis untuk mengambil kredit,” pungkasnya.
(ind)