Kisah Para Mantan Buruh yang Kini Berpenghasilan Belasan Juta
loading...
A
A
A
Masa lalu tidak selamanya menentukan masa depan seseorang. Jika mau bekerja keras dengan jujur, seseorang pasti mampu mengubah hidupnya ke arah yang lebih baik.
Salah satu contohnya adalah Hamka Didit Ardiansyah. Pria berusia 32 tahun ini, telah merasakan kerasnya menjadi tulang punggung sejak ditinggal wafat oleh ayahnya pada 2005 silam, menyusul ibunya yang berpulang sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kondisi tersebut memaksanya untuk menjadi sosok pengganti sang ayah bagi keempat saudara perempuannya. Hamka tak punya banyak pilihan kecuali merelakan jenjang pendidikannya yang kandas hanya sampai jenjang SMA.
"Saya tidak mau egois. Biarlah mereka yang melanjutkan sekolah. Saya sebagai anak laki-laki harus bertanggung jawab kepada adik dan kakak saya," tutur anak ketiga ini saat ditemui di salah satu warkop yang terletak di wilayah Sam Ratulangi, Makassar.
Hamka mengawali karirnya sebagai seorang pekerja toko. Setelah itu, ia bergabung dengan salah satu perusahaan yang memiliki ragam lini bisnis. Mulai koperasi, properti, bimbingan belajar (bimbel) hingga merambah pertambangan. Menjadi orang kepercayaan pimpinan toko, Hamka pernah ditempatkan di hampir semua lini bisnis itu.
"Saat bekerja di properti, posisi terakhir saya sebagai pengawas. Di bimbel saya pernah menjabat sebagai Direktur. Hanya kalau gaji selama saya di sana masih di bawah UMR," kata Hamka.
Namun perusahaan di mana tempat Hamka bekerja, perlahan menunjukkan kinerja yang kurang baik, sehingga berpengaruh ke gaji karyawan. Merasa kebutuhan keluarga tetap harus terpenuhi, namun penghasilan tidak mencukupi, Hamka pada akhirnya memilih angkat kaki.
"Dari situ saya ikut teman. Bisnis jual beli barang elektronik bekas saat itu," tuturnya. Bisnis barang elektronik yang dilakukan oleh Hamka bersifat musiman. Tentu saja tidak begitu bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan dapur.
Namun di saat bersamaan, Hamka memilih untuk bergabung sebagai mitra pengemudi layanan roda empat milik Grab, GrabCar.
"Awal-awal saya bergabung dengan GrabCar, saya pakai mobil mertua, kurang lebih dua bulan lamanya. Setelah menjalaninya, saya pikir penghasilan saya sangat menjanjikan, makanya saya berani keluarkan mobil sendiri," ucapnya.
Setelah bergabung sebagai mitra pengemudi GrabCar, ayah dari dua orang anak ini mengaku mampu mencatat pemasukan hingga Rp10 juta per bulannya. Angka tersebut cukup untuk menutupi biaya angsuran mobil, di mana totalnya sebesar Rp3,8 juta per bulan selama 4 tahun. Mobil berkapasitas 1,197 cc miliknya, kini sudah lunas.
Banyak hal positif yang ditemui sejak Hamka menekuni pekerjaannya sebagai mitra pengemudi GrabCar. Salah satunya adalah Grab memiliki banyak mitra pengemudi dengan beragam karakter dan tentunya dirasa menyenangkan. Paling utama, menurut Hamka, berkahnya lebih berdampak dibandingkan beberapa pekerjaan sebelumnya. Termasuk jauh lebih mudah mengatur waktu untuk beribadah.
"Prinsip saya, berapapun banyak rupiah yang didapat kalau tidak berkah, ya sama saja nol," tegasnya
“Biasanya saya mulai narik setelah salat Subuh dan pulang sore atau malam hari. Kalau mau lebih maksimal lagi, jalannya malam. Biasanya bisa dapat lebih banyak lagi,” katanya.
Rencana Hamka ke depan adalah mengincar rumah dengan estimasi angsuran yang sama dengan mobilnya. Ia optimis akan terealisasi secepatnya, komitmen, dan konsistensi menjadi kuncinya.
"Saya belajar dari cicilan mobil ini. Artinya kalau lancar, berarti saya bisa membeli rumah dengan angsuran yang sama,"tuturnya.
Hamka adalah salah satu dari jutaan mitra pengemudi Grab yang berusaha keras untuk meraih impiannya. Semangat #TerusUsaha untuk berjuang demi keluarga dari Hamka perlu kita contoh. Meskipun ada aral melintang, tak menjadikan semangatnya kendor.
Mantan Buruh Pabrik yang Bisa Wujudkan Mimpi
Kisah lain datang dari pria bernama Joni Sius Tse. Ia bergabung menjadi mitra GrabBike sejak dua tahun yang lalu. Keputusan laki-laki kelahiran Timur Tengah Selatan, 26 Juni 1977 untuk menjadi mitra pengemudi berawal dari kebutuhan untuk mencari pekerjaan sampingan. Hingga pada akhirnya, kini pekerjaan ini menjadi mata pencaharian utamanya.
Sebelumnya, ayah tiga orang putra ini bekerja di sebuah pabrik sejak 1997. Sampai pada satu tahun lalu, pabrik tempatnya bekerja akan pindah ke kota kecil, Lamongan. Besaran Upah Minimum Regional (UMR) yang jauh berbeda membuat Joni, panggilan akrabnya berpikir ulang untuk tetap bekerja di sana. “Kalau pindah ke sana kan UMR-nya lebih sedikit. Hitungan saya dengan adanya tiga orang anak, saya pikir tidak akan cukup. Akhirnya saya coba daftar di Grab di akhir-akhir sebelum pabrik pindah,” tuturnya.
Keputusan Joni mendapat dukungan dari keluarga dan teman-temannya yang lebih dulu memutuskan untuk keluar dari pabrik dan lebih memilih menjadi mitra pengemudi. Saat Joni menanyakan perihal pekerjaan lain yang dapat dikerjakannya setelah pabrik pindah, teman-temannya justru menyarankan untuk turut bergabung menjadi mitra pengemudi Grab. “Sebelumnya dia tanya saya, surat-surat saya lengkap atau tidak, kemudian dia yang bantu saya untuk daftar,” ujarnya.
Mulanya, Joni sama sekali tidak tahu-menahu cara kerja menjadi mitra pengemudi Grab. Yang ia tahu, ia hanya bertugas mengantar penumpangnya. Pernah suatu ketika, ia telah selesai mengantar penumpangnya ke lokasi tujuan. Namun, ia tidak menyelesaikan order di aplikasinya. Alhasil, Joni harus kembali lagi ke tempat ia menurunkan penumpangnya tadi. “Saya bilang ke kawan-kawan, kemudian diberitahu caranya, jika sudah terima, antar, baru selesaikan. Karena kalau tidak diselesaikan sesuai titik dikira tidak menyelesaikan pekerjaan. Karena saya masih belajar, akhirnya kawan-kawan terus membantu memantau saya selama satu bulan,” katanya.
Akhirnya, Joni memutuskan untuk bekerja full time menjadi mitra pengemudi Grab. Menurutnya, hasilnya tidak hanya lumayan tetapi sangat cukup untuk menafkahi keluarganya. “Sampai-sampai teman saya bilang senang dan bangga sekali bisa mendaftarkan saya menjadi mitra pengemudi,” katanya.
Dalam satu hari, Joni bisa mendapatkan uang hingga Rp500.000. Bahkan, Joni mampu menempuh sampai 28 trip tergantung jarak jauh dan dekatnya trip. Joni pun memutuskan untuk bekerja penuh satu minggu. Biasanya, Joni akan mulai berangkat memburu penumpang setiap pukul 06.00 pagi dengan catatan sebelumnya ia telah pulang ke rumahnya pukul 12.00 malam.
“Sekaligus menjaga kondisi badan. Karena kalau sudah bekerja full seharian nonstop, akan muncul notifikasi Anda perlu istirahat. Jika sudah muncul notifikasi ini maka saya harus istirahat. Karena saya sudah terlalu banyak berjalan, kalau dipaksakan percuma, tidak akan diberi order meskipun keliling. Mungkin menurut pantauan mereka saya sudah terlalu banyak berjalan dan tidak ada habisnya. Aplikasi ini bagus untuk menjaga kesehatan mitra driver,” katanya.
Pekerjaan sebagai mitra pengemudi GrabBike juga sangat membantu keluarga Joni, terutama untuk uang sekolah anak-anak dan kebutuhan rumah tangga. “Sejak bekerja sebagai mitra pengemudi, kami tidak pernah meminjam lagi. Uang sekolah anak-anak tidak pernah terlambat dan tertunda,” tuturnya.
Selain itu, Grab juga telah menyediakan fasilitas BPJS untuk mitra dan keluarganya. Dengan adanya program Grab Mitra Sejahtera, yaitu program komprehensif yang diluncurkan untuk meningkatkan kesejahteraan para mitra pengemudi beserta keluarganya melalui berbagai inisiatif termasuk pendidikan, layanan kesehatan, layanan finansial, fasilitas kesejahteraan sosial dan fasilitas pendukung untuk aktivitas pekerjaan para mitra. “Ini sangat membantu sekali bagi kami,” katanya.
Kenyamanan bekerja sebagai mitra pengemudi juga tidak lepas dari dukungan komunitas sesama driver ojol. Joni mengaku, banyak manfaat yang didapatkannya dari komunitas ini. “Kalau ada teman yang perlu bantuan bisa dibantu. Misalnya, jika ada teman yang kecelakaan dapat ditangani lebih cepat. Share info di grup, pasti teman-teman langsung akan bergerak ke posisi tersebut meskipun sebenarnya lokasi mereka jauh. Mereka langsung matikan aplikasi dan meluncur. Saya pernah kecelakaan, tidak ada 5 menit mereka langsung muncul. Padahal posisinya jauh dari lokasi saya. Selain itu, saya juga bisa mengetahui informasi penting lainnya, seperti ada akun yang bermasalah langsung ditangani, dari pihak Grab juga akan ada yang mengecek dua minggu sekali. Kalau ada masalah pasti dibantu, tapi kalau kami yang salah juga tidak akan dibantu,” tuturnya.
Joni berharap ke depan Grab mampu terus mengembangkan layanannya. Joni mengapresiasi adanya tombol darurat bagi pelanggan. “Ini menjamin keamanan penumpang dan juga mitra pengemudi yang tahu bahwa akan ada bantuan yang didapatkan jika berada dalam kondisi darurat,” katanya. Di sisi lain, Joni juga berharap sampai tua bekerja di Grab. Pasalnya, menurutnya pekerjaan ini sangat bisa diandalkan. (CM)
Salah satu contohnya adalah Hamka Didit Ardiansyah. Pria berusia 32 tahun ini, telah merasakan kerasnya menjadi tulang punggung sejak ditinggal wafat oleh ayahnya pada 2005 silam, menyusul ibunya yang berpulang sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Kondisi tersebut memaksanya untuk menjadi sosok pengganti sang ayah bagi keempat saudara perempuannya. Hamka tak punya banyak pilihan kecuali merelakan jenjang pendidikannya yang kandas hanya sampai jenjang SMA.
"Saya tidak mau egois. Biarlah mereka yang melanjutkan sekolah. Saya sebagai anak laki-laki harus bertanggung jawab kepada adik dan kakak saya," tutur anak ketiga ini saat ditemui di salah satu warkop yang terletak di wilayah Sam Ratulangi, Makassar.
Hamka mengawali karirnya sebagai seorang pekerja toko. Setelah itu, ia bergabung dengan salah satu perusahaan yang memiliki ragam lini bisnis. Mulai koperasi, properti, bimbingan belajar (bimbel) hingga merambah pertambangan. Menjadi orang kepercayaan pimpinan toko, Hamka pernah ditempatkan di hampir semua lini bisnis itu.
"Saat bekerja di properti, posisi terakhir saya sebagai pengawas. Di bimbel saya pernah menjabat sebagai Direktur. Hanya kalau gaji selama saya di sana masih di bawah UMR," kata Hamka.
Namun perusahaan di mana tempat Hamka bekerja, perlahan menunjukkan kinerja yang kurang baik, sehingga berpengaruh ke gaji karyawan. Merasa kebutuhan keluarga tetap harus terpenuhi, namun penghasilan tidak mencukupi, Hamka pada akhirnya memilih angkat kaki.
"Dari situ saya ikut teman. Bisnis jual beli barang elektronik bekas saat itu," tuturnya. Bisnis barang elektronik yang dilakukan oleh Hamka bersifat musiman. Tentu saja tidak begitu bisa diharapkan untuk memenuhi kebutuhan dapur.
Namun di saat bersamaan, Hamka memilih untuk bergabung sebagai mitra pengemudi layanan roda empat milik Grab, GrabCar.
"Awal-awal saya bergabung dengan GrabCar, saya pakai mobil mertua, kurang lebih dua bulan lamanya. Setelah menjalaninya, saya pikir penghasilan saya sangat menjanjikan, makanya saya berani keluarkan mobil sendiri," ucapnya.
Setelah bergabung sebagai mitra pengemudi GrabCar, ayah dari dua orang anak ini mengaku mampu mencatat pemasukan hingga Rp10 juta per bulannya. Angka tersebut cukup untuk menutupi biaya angsuran mobil, di mana totalnya sebesar Rp3,8 juta per bulan selama 4 tahun. Mobil berkapasitas 1,197 cc miliknya, kini sudah lunas.
Banyak hal positif yang ditemui sejak Hamka menekuni pekerjaannya sebagai mitra pengemudi GrabCar. Salah satunya adalah Grab memiliki banyak mitra pengemudi dengan beragam karakter dan tentunya dirasa menyenangkan. Paling utama, menurut Hamka, berkahnya lebih berdampak dibandingkan beberapa pekerjaan sebelumnya. Termasuk jauh lebih mudah mengatur waktu untuk beribadah.
"Prinsip saya, berapapun banyak rupiah yang didapat kalau tidak berkah, ya sama saja nol," tegasnya
“Biasanya saya mulai narik setelah salat Subuh dan pulang sore atau malam hari. Kalau mau lebih maksimal lagi, jalannya malam. Biasanya bisa dapat lebih banyak lagi,” katanya.
Rencana Hamka ke depan adalah mengincar rumah dengan estimasi angsuran yang sama dengan mobilnya. Ia optimis akan terealisasi secepatnya, komitmen, dan konsistensi menjadi kuncinya.
"Saya belajar dari cicilan mobil ini. Artinya kalau lancar, berarti saya bisa membeli rumah dengan angsuran yang sama,"tuturnya.
Hamka adalah salah satu dari jutaan mitra pengemudi Grab yang berusaha keras untuk meraih impiannya. Semangat #TerusUsaha untuk berjuang demi keluarga dari Hamka perlu kita contoh. Meskipun ada aral melintang, tak menjadikan semangatnya kendor.
Mantan Buruh Pabrik yang Bisa Wujudkan Mimpi
Kisah lain datang dari pria bernama Joni Sius Tse. Ia bergabung menjadi mitra GrabBike sejak dua tahun yang lalu. Keputusan laki-laki kelahiran Timur Tengah Selatan, 26 Juni 1977 untuk menjadi mitra pengemudi berawal dari kebutuhan untuk mencari pekerjaan sampingan. Hingga pada akhirnya, kini pekerjaan ini menjadi mata pencaharian utamanya.
Sebelumnya, ayah tiga orang putra ini bekerja di sebuah pabrik sejak 1997. Sampai pada satu tahun lalu, pabrik tempatnya bekerja akan pindah ke kota kecil, Lamongan. Besaran Upah Minimum Regional (UMR) yang jauh berbeda membuat Joni, panggilan akrabnya berpikir ulang untuk tetap bekerja di sana. “Kalau pindah ke sana kan UMR-nya lebih sedikit. Hitungan saya dengan adanya tiga orang anak, saya pikir tidak akan cukup. Akhirnya saya coba daftar di Grab di akhir-akhir sebelum pabrik pindah,” tuturnya.
Keputusan Joni mendapat dukungan dari keluarga dan teman-temannya yang lebih dulu memutuskan untuk keluar dari pabrik dan lebih memilih menjadi mitra pengemudi. Saat Joni menanyakan perihal pekerjaan lain yang dapat dikerjakannya setelah pabrik pindah, teman-temannya justru menyarankan untuk turut bergabung menjadi mitra pengemudi Grab. “Sebelumnya dia tanya saya, surat-surat saya lengkap atau tidak, kemudian dia yang bantu saya untuk daftar,” ujarnya.
Mulanya, Joni sama sekali tidak tahu-menahu cara kerja menjadi mitra pengemudi Grab. Yang ia tahu, ia hanya bertugas mengantar penumpangnya. Pernah suatu ketika, ia telah selesai mengantar penumpangnya ke lokasi tujuan. Namun, ia tidak menyelesaikan order di aplikasinya. Alhasil, Joni harus kembali lagi ke tempat ia menurunkan penumpangnya tadi. “Saya bilang ke kawan-kawan, kemudian diberitahu caranya, jika sudah terima, antar, baru selesaikan. Karena kalau tidak diselesaikan sesuai titik dikira tidak menyelesaikan pekerjaan. Karena saya masih belajar, akhirnya kawan-kawan terus membantu memantau saya selama satu bulan,” katanya.
Akhirnya, Joni memutuskan untuk bekerja full time menjadi mitra pengemudi Grab. Menurutnya, hasilnya tidak hanya lumayan tetapi sangat cukup untuk menafkahi keluarganya. “Sampai-sampai teman saya bilang senang dan bangga sekali bisa mendaftarkan saya menjadi mitra pengemudi,” katanya.
Dalam satu hari, Joni bisa mendapatkan uang hingga Rp500.000. Bahkan, Joni mampu menempuh sampai 28 trip tergantung jarak jauh dan dekatnya trip. Joni pun memutuskan untuk bekerja penuh satu minggu. Biasanya, Joni akan mulai berangkat memburu penumpang setiap pukul 06.00 pagi dengan catatan sebelumnya ia telah pulang ke rumahnya pukul 12.00 malam.
“Sekaligus menjaga kondisi badan. Karena kalau sudah bekerja full seharian nonstop, akan muncul notifikasi Anda perlu istirahat. Jika sudah muncul notifikasi ini maka saya harus istirahat. Karena saya sudah terlalu banyak berjalan, kalau dipaksakan percuma, tidak akan diberi order meskipun keliling. Mungkin menurut pantauan mereka saya sudah terlalu banyak berjalan dan tidak ada habisnya. Aplikasi ini bagus untuk menjaga kesehatan mitra driver,” katanya.
Pekerjaan sebagai mitra pengemudi GrabBike juga sangat membantu keluarga Joni, terutama untuk uang sekolah anak-anak dan kebutuhan rumah tangga. “Sejak bekerja sebagai mitra pengemudi, kami tidak pernah meminjam lagi. Uang sekolah anak-anak tidak pernah terlambat dan tertunda,” tuturnya.
Selain itu, Grab juga telah menyediakan fasilitas BPJS untuk mitra dan keluarganya. Dengan adanya program Grab Mitra Sejahtera, yaitu program komprehensif yang diluncurkan untuk meningkatkan kesejahteraan para mitra pengemudi beserta keluarganya melalui berbagai inisiatif termasuk pendidikan, layanan kesehatan, layanan finansial, fasilitas kesejahteraan sosial dan fasilitas pendukung untuk aktivitas pekerjaan para mitra. “Ini sangat membantu sekali bagi kami,” katanya.
Kenyamanan bekerja sebagai mitra pengemudi juga tidak lepas dari dukungan komunitas sesama driver ojol. Joni mengaku, banyak manfaat yang didapatkannya dari komunitas ini. “Kalau ada teman yang perlu bantuan bisa dibantu. Misalnya, jika ada teman yang kecelakaan dapat ditangani lebih cepat. Share info di grup, pasti teman-teman langsung akan bergerak ke posisi tersebut meskipun sebenarnya lokasi mereka jauh. Mereka langsung matikan aplikasi dan meluncur. Saya pernah kecelakaan, tidak ada 5 menit mereka langsung muncul. Padahal posisinya jauh dari lokasi saya. Selain itu, saya juga bisa mengetahui informasi penting lainnya, seperti ada akun yang bermasalah langsung ditangani, dari pihak Grab juga akan ada yang mengecek dua minggu sekali. Kalau ada masalah pasti dibantu, tapi kalau kami yang salah juga tidak akan dibantu,” tuturnya.
Joni berharap ke depan Grab mampu terus mengembangkan layanannya. Joni mengapresiasi adanya tombol darurat bagi pelanggan. “Ini menjamin keamanan penumpang dan juga mitra pengemudi yang tahu bahwa akan ada bantuan yang didapatkan jika berada dalam kondisi darurat,” katanya. Di sisi lain, Joni juga berharap sampai tua bekerja di Grab. Pasalnya, menurutnya pekerjaan ini sangat bisa diandalkan. (CM)
(atk)