Merger Operator Telekomunikasi Tak Otomatis Alihkan Frekuensi

Senin, 08 Maret 2021 - 11:30 WIB
loading...
Merger Operator Telekomunikasi...
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menegaskan operator telekomunikasi yang melakukan konsolidasi atau merger tidak otomatis bisa mengalihkan frekuensi yang dimiliki. Operator tersebut harus mendapatkan persetujuan Menkominfo terlebih dahulu sebelum melakukan pengalihan frekuensi.

Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenkominfo Adis Alifiawan mengatakan, seperti yang tercantum dalam pasal 55 ayat 1 Peraturan Pemerintah No46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran yang berlaku sejak 2 Februari lalu bahwa Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi pemegang izin penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dapat melakukan pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio kepada penyelenggara Jaringan Telekomunikasi lainnya.

Namun, para pemegang izin spektrum tetap harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika, sebagai regulator.

"Jadi tidak dilepas begitu saja. Karena antara dua perusahaan ada kecocokan, mereka langsung bisa membuat kesepakatan untuk melakukan pengalihan? Tidak seperti itu. Mereka harus minta persetujuan pemerintah," kata Adis dalam perbincangan, Jumat (5/3/2021).



Hal itu jelas diatur dalam pasal 57 PP No 46/2021 yaitu Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri berdasarkan hasil evaluasi.

Dia menjabarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan prinsip pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dan tujuan pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) dan/atau ayat (4).

Apabila izin telah diberikan, lanjut dia, pemerintah pun tidak lepas tangan menyerahkan seluruhnya kepada operator. Pemerintah juga terus melakukan pengawasan. Akan dilakukan evaluasi secara berkala terhadap apa yang telah diperjanjikan akan dilaksanakan saat pengajuan izin pengalihan dilakukan.

"Intinya pemerintah dalam melakukan pemberian izin dan pengawasan berdasarkan kepentingan industri dan masyarakat yang lebih luas. Jadi tidak hanya berdasarkan kepentingan operator atau pelaku usaha, tapi jauh lebih luas," tandasnya.



Adapun bagi pemegang hak frekuensi yang ingin mengjukan pengalihan, setidaknya harus lolos memenuhi persyaratan administratif ini.
Pertama, tidak memiliki kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang kepada Kementerian;

Kedua, telah memenuhi kewajiban pembangunan penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari seluruh kewajiban pembangunan 5 (lima) tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Dan terakhir, mememuhi ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan/atau optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Hal itu tercantum dalam ketentuan pasal 56 pin a,b dan c PP No 46/2021.

Seperti diketahui, rencana konsolidasi antara PT Indosat Tbk dengan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) terus bergulir. Jika rencana ini terjadi maka spektrum yang dimiliki dua perusahaan ini akan digabung.

Bila ISAT punya jumlah spektrum selebar 47,5 MHz ditambah 25 MHz bekas dari Tri, maka dengan jumlah pelanggan gabungan 95 juta, perusahaan hasil M/A itu punya 72,5 MHz yang sangat memadai, kalau tidak bisa dikatakan mewah untuk mengelola 95 juta pelanggan.

Jumlah lebar frekuensi tersebut membuka kesempatan luas bagi operator untuk memperluas jaringan yang berarti juga memudahkan mereka mendapat tambahan pelanggan baru.

Bandingkan saja dengan Telkomsel yang punya 177 juta pelanggan tetapi lebar pita frekuensinya tidak lebih dari 82,5 MHz, termasuk 30 MHz di spektrum 2300 MHz hasil lelang tahun 2017 lalu.

Menanggapi wacana tersebut, pengamat telekomunikasi Heru Sutadi berpendapat awalnya harus jelas dulu bentuk konsolidasi Indosat dan Tri akan seperti apa.

"Kalau keduanya tetap ada, tentu tidak akan ada perubahan dengan frekuensi. Bila hanya konsolidasi penggunaan frekuensi bersama juga akan didorong oleh Undang-Undang Cipta Kerja ," ujar Heru saat dihubungi MNC Portal Indonesia.



Namun bila bentuknya menjadi satu perusahaan, ini yang akan dievaluasi Kementerian Kominfo. "Apakah ini layak atau tidak harus mendapat persetujuan Menkominfo," katanya.

Sementara Pengamat telekomunikasi Moch S Hendrowijono mengatakan, aturan baru ini merupakan sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu industri. Karena aturan lama menahan operator melakukan M/A. Sebab sebagian frekuensinya harus 'dikandangkan'.

Bahkan sampai hasil merger mencapai jumlah pelanggan yang 'dirasa pantas' untuk memiliki lebar pita sebanyak hasil merger. "Padahal operator mau melakukan akuisisi, merger atau apapun, tentu yang dicari tambahan frekuensinya," kata Hendrowijono.

Menurut dia, semua operator akan bergairah melakukan M/A. Dengan adanya PP tersebut kedua operator akan menggabungkan semua spektrum frekuensinya.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1683 seconds (0.1#10.140)