Komisaris BRI Dikukuhkan sebagai Guru Besar UI, Tegaskan Pentingnya Kolaborasi untuk Majukan UMKM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisaris PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Rofikoh Rokhim, dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Sabtu (13/3/2021). Dia menekankan pentingnya kolaborasi lembaga keuangan untuk memperluas akses pelaku UMKM dan ultra mikro dalam mendapatkan pembiayaan.
Dalam pidato berjudul Perbankan dan Keuangan Sosial: Aspek Berkelanjutan untuk Kesejahteraan, dia menyoroti pentingnya penerapan nilai keberlanjutan (sustainability) dilakukan lembaga keuangan khususnya bank dengan menyalurkan pembiayaan untuk UMKM. Pemberian kredit bagi pelaku UMKM akan berdampak pada naiknya tingkat inklusi keuangan masyarakat Indonesia.
Hingga 2019, tingkat inklusi keuangan masyarakat di Indonesia baru mencapai 76,19%. Angka ini dirasa masih kurang, dan perlu ditingkatkan dengan salah satunya melalui jalur pembiayaan secara luas kepada pelaku UMKM dan ultra mikro. (Baca juga; Bos BSI: Tidak Ada PHK Karyawan Bank BRI, Mandiri & BNI Syariah )
“Angka ini menunjukkan bahwa belum semua penduduk Indonesia dapat menikmati akses jasa keuangan, dan sebagian di antaranya bisa jadi merupakan pelaku UMKM. Padahal salah satu penentu keberlangsungan suatu usaha adalah kemampuannya memperoleh akses permodalan yang terjangkau. Data menunjukkan, bahwa UMKM mendapatkan pembiayaan dari perbankan sebesar Rp1.091 triliun pada Desember 2020, yaitu masih sekitar 25% dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan,” kata Rofikoh.
Dia menyebut ada empat penyebab sulitnya UMKM mendapat akses pembiayaan formal selama ini. Pertama, adanya information opacity (kekurangan informasi) karena UMKM biasanya tidak masuk audit lembaga perbankan, minim menggunakan teknologi, dan asetnya tidak dijamin.
Kedua, ada information asymmetry yang berujung pada terjadinya credit rationing dari bank. Rasionalisasi kredit menyebabkan banyak pelaku UMKM yang dibebankan biaya pembiayaan tinggi oleh bank, untuk mengantisipasi potensi default dari debitur. (Baca juga; Perubahan Direksi Bank BRI Disambut Baik, Ada Semangat Perubahan Baru )
Kemudian ketiga, adanya kondisi granularity yakni karakter pembiayaan UMKM yang selama ini banyak tapi tersebar kecil-kecil. Keempat, meningkatnya monitoring cost perbankan untuk mengawasi pembiayaan granular, sehingga mengurangi efisiensi lembaga keuangan.
“Hal ini menuntut transformasi antar lembaga-lembaga yang ada dalam industri keuangan di Indonesia, untuk lebih meningkatkan kolaborasi demi penguatan jejaring perbankan kepada sektor UMKM. Penyaluran kredit kepada UMKM ini tidak cukup hanya dilakukan oleh sektor perbankan, melainkan juga berbagai lembaga, di antaranya Permodalan Nasional Madani (PNM) dengan produk ultra mikro (UMi) Mekaar secara berkelompok kepada lebih dari 8 juta wanita dari keluarga pra-sejahtera. Pegadaian juga penyaluran pembiayaan UMi kepada sekitar 219.000 nasabah. Bahana Artha Ventura juga sekitar 270.000 nasabah UMi,” tuturnya.
Selain UMi, sejak 2007 ada kebijakan kredit usaha rakyat (KUR) yang ditujukan bagi UMKM. Penelitian menunjukkan KUR membantu UMKM, karena kemudahan persyaratan. Rofikoh menjelaskan, KUR banyak digunakan untuk perluasan usaha serta peningkatan kegiatan sektor produktif. Bahkan para penerima KUR ini telah menerapkan konsep creating shared value dengan memperhatikan aspek sosial dan aspek lingkungan dalam menjalankan bisnis.
Nasabah KUR yakin penyaluran pembiayaan ini menciptakan nilai bersama secara mutual antara Bank dan juga debitur. Tidak heran jika di masa pendemi, para account officer rela menambah 20% jam kerja untuk tetap menyalurkan KUR demi terus menjaga kelangsungan bisnis dari sisi penawaran dan permintaan agar perekonomian terus bergerak.
Rofikoh menilai, keberadaan akses permodalan yang luas dan dukungan dari banyak lembaga membuat UMKM makin berkesempatan meningkatkan skala usaha. Peningkatan skala usaha UMKM akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Dia menyebut kolaborasi dari berbagai lembaga keuangan saat ini menjadi penting untuk menciptakan semangat sharing economy.
Kerja sama juga akan berdampak besar pada peningkatan inklusivitas, produktivitas, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Skala bisnis UMKM yang tumbuh juga akan membuat semakin banyaknya pendanaan bisa diraih lembaga keuangan. Kemudian, akan ada semakin banyak pelaku UMKM dan ultra mikro yang bertransaksi melalui perbankan/lembaga keuangan, sehingga meningkatkan traffic aktivitas lembaga keuangan.
Pada akhirnya, bank juga bisa meraih keuntungan dengan penyaluran pembiayaan yang meningkat kepada UMKM-UMKM naik kelas nanti. Hal ini sejalan dengan pengertian mengenai social banking atau social finance bahwa industri keuangan selayaknya mengembalikan penggunaan uang kepada kehidupan nyata atau ekonomi riil. Misi sosial ini mampu diperluas dengan adanya penyaluran dana dari perbankan melalui lembaga keuangan mikro.
“Dengan menggabungkan kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan, maka diharapkan lembaga keuangan dapat semakin memperkuat tujuan untuk menyeimbangkan peran secara sosial dan pencapaian profit. Hal ini merupakan salah satu cara untuk memperkuat peran sektor keuangan dalam membantu masyarakat dalam mencapai tujuannya dan menjadi sistem pendukung di dalam masyarakat,” ujar Rofikoh.
Dalam pidato berjudul Perbankan dan Keuangan Sosial: Aspek Berkelanjutan untuk Kesejahteraan, dia menyoroti pentingnya penerapan nilai keberlanjutan (sustainability) dilakukan lembaga keuangan khususnya bank dengan menyalurkan pembiayaan untuk UMKM. Pemberian kredit bagi pelaku UMKM akan berdampak pada naiknya tingkat inklusi keuangan masyarakat Indonesia.
Hingga 2019, tingkat inklusi keuangan masyarakat di Indonesia baru mencapai 76,19%. Angka ini dirasa masih kurang, dan perlu ditingkatkan dengan salah satunya melalui jalur pembiayaan secara luas kepada pelaku UMKM dan ultra mikro. (Baca juga; Bos BSI: Tidak Ada PHK Karyawan Bank BRI, Mandiri & BNI Syariah )
“Angka ini menunjukkan bahwa belum semua penduduk Indonesia dapat menikmati akses jasa keuangan, dan sebagian di antaranya bisa jadi merupakan pelaku UMKM. Padahal salah satu penentu keberlangsungan suatu usaha adalah kemampuannya memperoleh akses permodalan yang terjangkau. Data menunjukkan, bahwa UMKM mendapatkan pembiayaan dari perbankan sebesar Rp1.091 triliun pada Desember 2020, yaitu masih sekitar 25% dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan,” kata Rofikoh.
Dia menyebut ada empat penyebab sulitnya UMKM mendapat akses pembiayaan formal selama ini. Pertama, adanya information opacity (kekurangan informasi) karena UMKM biasanya tidak masuk audit lembaga perbankan, minim menggunakan teknologi, dan asetnya tidak dijamin.
Kedua, ada information asymmetry yang berujung pada terjadinya credit rationing dari bank. Rasionalisasi kredit menyebabkan banyak pelaku UMKM yang dibebankan biaya pembiayaan tinggi oleh bank, untuk mengantisipasi potensi default dari debitur. (Baca juga; Perubahan Direksi Bank BRI Disambut Baik, Ada Semangat Perubahan Baru )
Kemudian ketiga, adanya kondisi granularity yakni karakter pembiayaan UMKM yang selama ini banyak tapi tersebar kecil-kecil. Keempat, meningkatnya monitoring cost perbankan untuk mengawasi pembiayaan granular, sehingga mengurangi efisiensi lembaga keuangan.
“Hal ini menuntut transformasi antar lembaga-lembaga yang ada dalam industri keuangan di Indonesia, untuk lebih meningkatkan kolaborasi demi penguatan jejaring perbankan kepada sektor UMKM. Penyaluran kredit kepada UMKM ini tidak cukup hanya dilakukan oleh sektor perbankan, melainkan juga berbagai lembaga, di antaranya Permodalan Nasional Madani (PNM) dengan produk ultra mikro (UMi) Mekaar secara berkelompok kepada lebih dari 8 juta wanita dari keluarga pra-sejahtera. Pegadaian juga penyaluran pembiayaan UMi kepada sekitar 219.000 nasabah. Bahana Artha Ventura juga sekitar 270.000 nasabah UMi,” tuturnya.
Selain UMi, sejak 2007 ada kebijakan kredit usaha rakyat (KUR) yang ditujukan bagi UMKM. Penelitian menunjukkan KUR membantu UMKM, karena kemudahan persyaratan. Rofikoh menjelaskan, KUR banyak digunakan untuk perluasan usaha serta peningkatan kegiatan sektor produktif. Bahkan para penerima KUR ini telah menerapkan konsep creating shared value dengan memperhatikan aspek sosial dan aspek lingkungan dalam menjalankan bisnis.
Nasabah KUR yakin penyaluran pembiayaan ini menciptakan nilai bersama secara mutual antara Bank dan juga debitur. Tidak heran jika di masa pendemi, para account officer rela menambah 20% jam kerja untuk tetap menyalurkan KUR demi terus menjaga kelangsungan bisnis dari sisi penawaran dan permintaan agar perekonomian terus bergerak.
Rofikoh menilai, keberadaan akses permodalan yang luas dan dukungan dari banyak lembaga membuat UMKM makin berkesempatan meningkatkan skala usaha. Peningkatan skala usaha UMKM akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Dia menyebut kolaborasi dari berbagai lembaga keuangan saat ini menjadi penting untuk menciptakan semangat sharing economy.
Kerja sama juga akan berdampak besar pada peningkatan inklusivitas, produktivitas, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Skala bisnis UMKM yang tumbuh juga akan membuat semakin banyaknya pendanaan bisa diraih lembaga keuangan. Kemudian, akan ada semakin banyak pelaku UMKM dan ultra mikro yang bertransaksi melalui perbankan/lembaga keuangan, sehingga meningkatkan traffic aktivitas lembaga keuangan.
Pada akhirnya, bank juga bisa meraih keuntungan dengan penyaluran pembiayaan yang meningkat kepada UMKM-UMKM naik kelas nanti. Hal ini sejalan dengan pengertian mengenai social banking atau social finance bahwa industri keuangan selayaknya mengembalikan penggunaan uang kepada kehidupan nyata atau ekonomi riil. Misi sosial ini mampu diperluas dengan adanya penyaluran dana dari perbankan melalui lembaga keuangan mikro.
“Dengan menggabungkan kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan, maka diharapkan lembaga keuangan dapat semakin memperkuat tujuan untuk menyeimbangkan peran secara sosial dan pencapaian profit. Hal ini merupakan salah satu cara untuk memperkuat peran sektor keuangan dalam membantu masyarakat dalam mencapai tujuannya dan menjadi sistem pendukung di dalam masyarakat,” ujar Rofikoh.
(poe)