Awas Sertifikat Tanah Palsu, Sudah 40 Kasus di Jawa Timur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus mendorong penyelesaian konflik dan pencegahan kejahatan pertanahan di Indonesia. Mengingat, masih kerap terjadi kasus kejahatan pertanahan yang berujung sengketa.
Direkur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR R.B. Agus Widjayanto mengatakan, masih ada beberapa kasus kejahatan pertanahan yang terjadi dan merugikan masyarakat. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Jawa Timur.
Terdapat kasus pemalsuan 40 sertifikat palsu yang kemudian dijadikan jaminan kredit dengan nilai masing-masing puluhan juta rupiah. Karena tidak diperlukan akta hak tanggungan, sehingga tidak dilakukan pengecekan sertifikat tanah.
"Namun ketika hendak melakukan pengajuan kredit untuk kedua kalian baru dilakukan pengecekan dan ternyata sertipikat tanah tersebut terbukti palsu. Terbukti palsu karena nama-nama yang tercetak pada sertipikat tidak sesuai dengan nama yang tercetak di buku tanah,” ujarnya dalam keteranganya, Sabtu (13/3/2021).
Menurut Agus, sengketa tanah ini sifatnya multi dimensi. Dalam dimensi hukum, permasalahan sengketa pertanahan cukup kompleks karena terkandung persoalan hukum perdata dan pidana.
Oleh karena itu, penyelesaian target operasi ini tak hanya terpacu pada jumlah target operasi. Akan tetapi juga bagaimana hasil kegiatan penyelesaian target operasi juga dapat mengembalikan hak-hak bagi masyarakat yang berhak, adil dan kepastian masyarakat terpenuhi. “Kami hadir dan berkomitmen penuh memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi masyarakat,” tandasnya.
Direkur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR R.B. Agus Widjayanto mengatakan, masih ada beberapa kasus kejahatan pertanahan yang terjadi dan merugikan masyarakat. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di Jawa Timur.
Terdapat kasus pemalsuan 40 sertifikat palsu yang kemudian dijadikan jaminan kredit dengan nilai masing-masing puluhan juta rupiah. Karena tidak diperlukan akta hak tanggungan, sehingga tidak dilakukan pengecekan sertifikat tanah.
"Namun ketika hendak melakukan pengajuan kredit untuk kedua kalian baru dilakukan pengecekan dan ternyata sertipikat tanah tersebut terbukti palsu. Terbukti palsu karena nama-nama yang tercetak pada sertipikat tidak sesuai dengan nama yang tercetak di buku tanah,” ujarnya dalam keteranganya, Sabtu (13/3/2021).
Menurut Agus, sengketa tanah ini sifatnya multi dimensi. Dalam dimensi hukum, permasalahan sengketa pertanahan cukup kompleks karena terkandung persoalan hukum perdata dan pidana.
Oleh karena itu, penyelesaian target operasi ini tak hanya terpacu pada jumlah target operasi. Akan tetapi juga bagaimana hasil kegiatan penyelesaian target operasi juga dapat mengembalikan hak-hak bagi masyarakat yang berhak, adil dan kepastian masyarakat terpenuhi. “Kami hadir dan berkomitmen penuh memberikan kepastian hukum serta keadilan bagi masyarakat,” tandasnya.
(ind)