Curhat Peternak Ayam Rakyat Nasional, Dua Tahun Rugi Rp5,4 Triliun

Senin, 15 Maret 2021 - 17:48 WIB
loading...
Curhat Peternak Ayam Rakyat Nasional, Dua Tahun Rugi Rp5,4 Triliun
Alvino Antonio, peternak ayam rakyat ketika berada di kandang ayamnya di Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. (Foto: Dok. Pribadi)
A A A
JAKARTA - Sejak pertengahan 2018, harga ayam hidup/live bird (LB) jatuh di bawah harga pokok produksi (HPP) dan mengakibatkan ratusan ribu peternak ayam rakyat merugi. Kerugian itu ditaksir hingga Rp5,4 triliun.

Kondisi tersebut disebabkan kegagalan Pemerintah dalam mengendalikan harga ayam hidup yang selalu anjlok dari harga acuan. Pemerintah juga dianggap membiarkan over supply ketersediaan ayam hidup sebesar 63.280.823 ekor ayam atau kelebihan 26,18% dari kebutuhan daging ayam nasional. (Data Kementan, 8 Maret 2021)

(Baca juga:Solidaritas Peternak Ayam Ras, Kementan Gandeng Kerja sama dengan Organisasi Peternak Rakyat)

Alvino Antonio, seorang peternak ayam rakyat asal Bogor, melalui kuasa hukumnya mengirimkan Nota Keberatan kepada Kementerian Pertanian (Kementan) karena dianggap gagal menjalankan kebijakan, terlambat menjalankan kewajiban sesuai kewenangannya, keliru dalam menggunakan data, dan pelaksanaan kewenangan tanpa ada pengawasan.

Akibatnya, kata Alvino, pemerintah gagal memenuhi kewajibannya secara hukum untuk melindungi peternak rakyat atau mandiri, sesuai dengan Undang-Undang (UU) No.19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2013 tentang Pemberdayaan Peternak.

(Baca juga:Perusahaan Peternakan Ayam Cari Duit di Bursa Saham)

“Persoalan utamanya adalah pemerintah gagal mengendalikan supply and demand (tata niaga) unggas sehingga terjadi over supply dan mengakibatkan harga di pasar hancur. Karena itu, kami mengajukan keberatan dan berharap ada dialog dan komunikasi dengan pihak Kementan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Hermawanto, Kuasa Hukum Alvino Antonio saat menyerahkan somasi kepada Kementan RI, di lobby Gedung A, Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (15/3/2021).

Hermawanto menjelaskan, kerugian tersebut berdasarkan perhitungan estimasi dari fakta harga jual ternak yang kerap di bawah harga terendah acuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 7 Tahun 2020, yakni Rp.19.000 per kilogram (kg). Fakta tersebut didukung data Kementan yang menyebutkan produksi bibit anak ayam/Final Stock (FS) secara nasional 80.000.000 ekor per minggu.

(Baca juga:BUMN Dorong Limbah Peternakan Diubah Menjadi Biogas)

Dengan komposisi peternak rakyat yang hanya 20% dari produksi nasional. Diperkirakan rata-rata kerugian sekitar Rp2.000 per kg.

Menurut Hermawanto, jatuhnya harga unggas live bird akibat over supply, ditambah tingginya harga sarana produksi peternakan (sapronak) sangat merusak usaha peternak dan mengakibatkan timbulnya kerugian secara terus menerus dan berkepanjangan.

(Baca juga:Pemprov Jatim Optimalkan Komoditas Peternakan)

“Bahkan tercatat kerugian yang dialami peternak mandiri yang hanya memiliki 20% kontribusi produksi perunggasan nasional sekitar Rp5,4 triliun sepanjang 2019 dan 2020,” jelas Hermawanto.

Diakui Hermawanto, baru-baru ini Kementan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan berupaya menjaga supply and demand DOC FS ayam ras pedaging dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Ditjen PKH No.08068/PK.230/F/03/2021 tentang Pengaturan dan Pengendalian Produksi anak ayam (DOC) FS, pada 8 Maret 2021 lalu. SE yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No.32/Permentan/PK.230/09/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

(Baca juga:Kinerja Ekonomi Subsektor Peternakan dan Kesehatan Hewan Tumbuh Positif)

Meski demikian, faktanya Kementan belum melakukan stabilisasi perunggasan secara maksimal berkaitan dengan suplai LB, pakan, dan DOC dengan didukung data yang valid dengan pengawasan dan sanksi yang tegas terhadap pihak-pihak yang mengabaikan kebijakan pemerintah sesuai kewenangannya. Kementan harus mengganti seluruh kerugian yang selama ini dialami peternak ayam rakyat sepanjang dua tahun terakhir.

“Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, Pemerintah berkewajiban untuk menghentikan kerugian yang terus terjadi pada peternak mandiri Cq. Sdr. Alvino Antonio dengan melakukan tindakan sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan mengganti kerugian peternak rakyat sejumlah Rp5,4 triliun,” imbuh Hermawanto.

(Baca juga:Industri Peternakan Masih Terkendala Rantai Pasok Produk Pertanian)

Alvino menambahkan, dirinya merintis usahanya di bidang peternakan atau budidaya ayam broiler yang sejak 2013 dengan menjalankan prinsip kerja sama usaha dengan perusahaan kemitraan. Pada 2016 sampai dengan pertengahan 2018, usahanya berkembang cukup baik dan meraih hasil usaha yang memuaskan.

Namun, di akhir 2018 usahanya mengalami gejolak yang sangat serius karena ketidakstabilan harga jual LB dan harga pakan ternak yang sangat tinggi. “Jadi tidak akan sebanding dengan harga jualnya. Saya terus menerus merugi dan utang terus menumpuk. Kalau ekosistemnya seperti ini, berapa pun modal usaha kami (peternak ayam rakyat) pasti rugi,” pungkas Alvino yang berharap pemerintah benar-benar dan melakukan intervensi melindungi peternak ayam rakyat.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1690 seconds (0.1#10.140)