Industri Semen Mulai Bangkit Berkat Sejumlah Kebijakan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) optimistis industri semen di Tanah Air mulai bangkit, seiring dengan sejumlah stimulus dari pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional .
Direktur Indocement David Clarke mengatakan tahun 2020 memberikan tantangan yang sangat berbeda dari tahun-tahun yang pernah dialami sebelumnya. Sejak awal tahun, industri semen dilanda dengan lebatnya musim hujan sekitar dua bulan kemudian disusul oleh dampak pandemi Covid-19.
“Keseluruhan pertumbuhan ekonomi termasuk industri semen berada pada titik terendah selama kuartal ke-2 saat awal pandemi dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ketat. Kemudian pemulihan mulai terjadi secara gradual di paruh kedua tahun 2020, walau relatif lambat yang disebabkan oleh kasus baru Covid-19 harian yang masih meningkat seiring dengan berjalannya pembatasan mobilitas,” kata David dalam papara publik secara virtual di Jakarta, Jumat (19/3/2021).
Dia mengakui pada awal tahun 2021, industri semen masih tertekan karena siklus tahunan musim hujan termasuk meningkatnya kasus baru pasca libur akhir tahun. Namun dengan cuaca yang lebih kering dan kecenderungan penurunan kasus baru harian belakangan ini, termasuk proses vaksinasi yang sudah mulai berjalan sejak Januari, industri semen sudah mulai menunjukkan peningkatan permintaan semen dimana pada bulan Februari telah bertumbuh positif 1% year on year (yoy) untuk pertama kalinya sejak pandemi.
“Kami yakin dengan adanya beberapa kebijakan yang baru diterbitkan oleh pemerintah seperti pembentukan sovereign wealth funds (SWF), kebijakan kredit kepemilikan rumah (KPR) bunga rendah, dan PPN 0% untuk kepemilikan rumah jenis tertentu yang pastinya merupakan katalis positif bagi industri semen,” jelasnya.
David juga memperkirakan, pertumbuhan konsumsi semen yang lebih kuat akan terjadi pada semester ke-2 tahun ini, khususnya semen curah dengan dimulainya beberapa proyek besar baik infrastruktur, pembangunan pabrik-pabrik baru, proyek smelting dan pembangunan kawasan industri dan pariwisata baru serta proyek-proyek perumahan dari berbagai developer.
Indocement Tunggal Prakarsa membukukan volume keseluruhan penjualan domestik (semen dan klinker) sebesar 16,926 juta ton pada tahun 2020 atau lebih rendah 1,9 juta ton (-10,1%) dari tahun 2019. Volume domestik hanya untuk semen tercatat di angka 16,218 juta ton atau lebih rendah 1,63 juta ton atau (-9,1%), ini lebih baik dari penurunan permintaan semen domestik nasional sebesar -10,4% sehingga pangsa pasar INTP meningkat dari 25,5% di tahun 2019 menjadi 25,8% di tahun 2020.
“Pangsa pasar Indocement di Jawa dan luar Jawa mengalami pertumbuhan dari tahun lalu, dimana untuk Jawa meningkat 70 bps dari 34,1% menjadi 34,8% dan luar Jawa meningkat 80 bps dari 14,5% menjadi 15,3%,” jelasnya.
Pendapatan neto perusahaan juga menurun 11,0% menjadi Rp14.184,3 miliar dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp15.939,3 miliar yang disebabkan oleh kombinasi dari volume lebih rendah dan harga jual rata-rata campuran (konsolidasi) yang lebih rendah juga. Meskipuna harga jual semen rata-rata domestik sebenarnya dapat dipertahankan naik tipis sebesar 1% dibandingkan tahun lalu.
Disisi lain, beban pokok pendapatan pada tahun 2020 turun 13,1% dari Rp10.439,0 miliar menjadi Rp9.070,8 miliar sebagai dampak dari penurunan volume penjualan dan keseluruhan harga batu bara yang lebih rendah di tahun 2020, termasuk upaya penghematan yang berkelanjutan atas biaya produksi terutama biaya energi seperti peningkatan penggunaan bahan bakar alternatif.
Hasilnya, marjin laba bruto meningkat 1,6% menjadi 36,1% pada tahun 2020 dibandingkan tahun lalu sebesar 34,5% walaupun terjadi penurunan nilai rupiah sebesar 7,0% dari Rp5.500,3 miliar menjadi Rp5.113,6. Marjin EBITDA meningkat signifikan 3,5% dari 19,6% menjadi 23,1% dan marjin laba usaha meningkat 1,2% dari 12,0% menjadi 13,2% pada tahun 2020.
Perusahaan mencatat pendapatan keuangan-neto yang lebih rendah sebesar 27,0% dari Rp352,5,2 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp257,4 miliar pada tahun 2020 yang disebabkan oleh suku bunga yang relatif lebih rendah di tahun 2020.
Laba tahun berjalan menurun sebesar 1,6% menjadi Rp1.806,3 miliar pada tahun 2020 dibanding Rp1.835,3 miliar pada tahun lalu, namun penurunan persentase tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penurunan persentase total pendapatan yang disebabkan terutama oleh upaya penghematan biaya berkelanjutan yang disebutkan sebelumnya.
Direktur Indocement David Clarke mengatakan tahun 2020 memberikan tantangan yang sangat berbeda dari tahun-tahun yang pernah dialami sebelumnya. Sejak awal tahun, industri semen dilanda dengan lebatnya musim hujan sekitar dua bulan kemudian disusul oleh dampak pandemi Covid-19.
“Keseluruhan pertumbuhan ekonomi termasuk industri semen berada pada titik terendah selama kuartal ke-2 saat awal pandemi dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ketat. Kemudian pemulihan mulai terjadi secara gradual di paruh kedua tahun 2020, walau relatif lambat yang disebabkan oleh kasus baru Covid-19 harian yang masih meningkat seiring dengan berjalannya pembatasan mobilitas,” kata David dalam papara publik secara virtual di Jakarta, Jumat (19/3/2021).
Dia mengakui pada awal tahun 2021, industri semen masih tertekan karena siklus tahunan musim hujan termasuk meningkatnya kasus baru pasca libur akhir tahun. Namun dengan cuaca yang lebih kering dan kecenderungan penurunan kasus baru harian belakangan ini, termasuk proses vaksinasi yang sudah mulai berjalan sejak Januari, industri semen sudah mulai menunjukkan peningkatan permintaan semen dimana pada bulan Februari telah bertumbuh positif 1% year on year (yoy) untuk pertama kalinya sejak pandemi.
“Kami yakin dengan adanya beberapa kebijakan yang baru diterbitkan oleh pemerintah seperti pembentukan sovereign wealth funds (SWF), kebijakan kredit kepemilikan rumah (KPR) bunga rendah, dan PPN 0% untuk kepemilikan rumah jenis tertentu yang pastinya merupakan katalis positif bagi industri semen,” jelasnya.
David juga memperkirakan, pertumbuhan konsumsi semen yang lebih kuat akan terjadi pada semester ke-2 tahun ini, khususnya semen curah dengan dimulainya beberapa proyek besar baik infrastruktur, pembangunan pabrik-pabrik baru, proyek smelting dan pembangunan kawasan industri dan pariwisata baru serta proyek-proyek perumahan dari berbagai developer.
Baca Juga
Indocement Tunggal Prakarsa membukukan volume keseluruhan penjualan domestik (semen dan klinker) sebesar 16,926 juta ton pada tahun 2020 atau lebih rendah 1,9 juta ton (-10,1%) dari tahun 2019. Volume domestik hanya untuk semen tercatat di angka 16,218 juta ton atau lebih rendah 1,63 juta ton atau (-9,1%), ini lebih baik dari penurunan permintaan semen domestik nasional sebesar -10,4% sehingga pangsa pasar INTP meningkat dari 25,5% di tahun 2019 menjadi 25,8% di tahun 2020.
“Pangsa pasar Indocement di Jawa dan luar Jawa mengalami pertumbuhan dari tahun lalu, dimana untuk Jawa meningkat 70 bps dari 34,1% menjadi 34,8% dan luar Jawa meningkat 80 bps dari 14,5% menjadi 15,3%,” jelasnya.
Pendapatan neto perusahaan juga menurun 11,0% menjadi Rp14.184,3 miliar dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp15.939,3 miliar yang disebabkan oleh kombinasi dari volume lebih rendah dan harga jual rata-rata campuran (konsolidasi) yang lebih rendah juga. Meskipuna harga jual semen rata-rata domestik sebenarnya dapat dipertahankan naik tipis sebesar 1% dibandingkan tahun lalu.
Disisi lain, beban pokok pendapatan pada tahun 2020 turun 13,1% dari Rp10.439,0 miliar menjadi Rp9.070,8 miliar sebagai dampak dari penurunan volume penjualan dan keseluruhan harga batu bara yang lebih rendah di tahun 2020, termasuk upaya penghematan yang berkelanjutan atas biaya produksi terutama biaya energi seperti peningkatan penggunaan bahan bakar alternatif.
Hasilnya, marjin laba bruto meningkat 1,6% menjadi 36,1% pada tahun 2020 dibandingkan tahun lalu sebesar 34,5% walaupun terjadi penurunan nilai rupiah sebesar 7,0% dari Rp5.500,3 miliar menjadi Rp5.113,6. Marjin EBITDA meningkat signifikan 3,5% dari 19,6% menjadi 23,1% dan marjin laba usaha meningkat 1,2% dari 12,0% menjadi 13,2% pada tahun 2020.
Perusahaan mencatat pendapatan keuangan-neto yang lebih rendah sebesar 27,0% dari Rp352,5,2 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp257,4 miliar pada tahun 2020 yang disebabkan oleh suku bunga yang relatif lebih rendah di tahun 2020.
Laba tahun berjalan menurun sebesar 1,6% menjadi Rp1.806,3 miliar pada tahun 2020 dibanding Rp1.835,3 miliar pada tahun lalu, namun penurunan persentase tersebut lebih rendah dibandingkan dengan penurunan persentase total pendapatan yang disebabkan terutama oleh upaya penghematan biaya berkelanjutan yang disebutkan sebelumnya.
(her)