Ibu Kota Baru Untungkan Kalimantan Timur, tapi Bisa Rugikan Provinsi Lain

Minggu, 21 Maret 2021 - 15:44 WIB
loading...
Ibu Kota Baru Untungkan...
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meragukan proyeksi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bahwa ibu kota negara (IKN) baru akan rampung pada 2024.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai, akibat pandemi Covid-19 membuat ketertarikan investor dalam dan luar negeri cukup rendah terhadap proyek pembangunan infrastruktur IKN. Di sisi lain, tingkat keuntungan proyek infrastruktur dinilai relatif tidak menarik karena sebagian besar proyek fokus pada pembangunan fasilitas pemerintahan. ( Baca juga:Otak-Atik Direksi BUMN, Pengamat: Muncul Dugaan Ada Kepentingan )

"Jika investor mau bantu proyek IKN pun terbilang sulit karena tingkat keuntungan proyek infrastruktur relatif kurang menarik. Apalagi proyek bangun gedung pemerintahan. Kalau ada investor mau masuk lebih baik buat pabrik mobil listrik, bukan gedung pemerintahan baru, jelas lebih bermanfaat," ujar dia saat dihubungi MNC Portal Indonesia Munggu (21/3/2021).

Dari riset Indef, pemindahan ibu kota ke Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, tidak berdampak signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Dalam catatannya, IKN hanya menyumbang 0,0001% terhadap PDB nasional.

Meski begitu, dampak terhadap pendapatan domestik regional bruto (PDRB) cukup tinggi atau sebesar 1,77% untuk kawasan tersebut. Sebaliknya, IKN baru justru berkontribusi negatif pada PDRB provinsi lain hingga 0,04%.

"Berdampak 1,77% terhadap PDRB di Kalimantan Tengah. Namun, kontribusinya pada PDB nasional hanya 0,0001%. Sebaliknya, pemindahan ibu kota ini berkontribusi negatif pada PDRB provinsi lain hingga 0,04%," kata dia.

Karena itu, Bhima menilai, anggaran pembangunan IKN perlu difokuskan sementara waktu untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sebab, pembangunan yang dipaksakan akan mengganggu keuangan negara karena kondisi rasio pajak hanya 8,3% atau terendah dalam delapan tahun terakhir.

"Pasti ujungnya kan menambah utang baru. Beban lagi ke ruang fiskal. Untuk PEN, tahun lalu saja serapan PEN kan tidak mencapai 100% karena masalah klasik serapan anggaran dan pendataan yang belum optimal. Itu saja dulu dibenahi dengan keterbatasan anggaran yang ada," tutur dia. ( Baca juga:Satlantas Polrestro Jakarta Pusat Tilang 18 Pengguna Knalpot Bising )

Dalam kajiannya, pembangunan IKN ditunda dulu dan fokus anggaran untuk belanja kesehatan dan perlindungan sosial. Dampak pembangunan IKN menurut studi Indef relatif kecil terhadap permasalahan pembangunan wilayah, terutama untuk mengurangi ketimpangan ekonomi.

"Saran untuk tunda dulu bangun IKN. Pemerintah harus fokus ke masalah saat ini (pandemi). Stimulusnya difokuskan jangan lompat-lompat ke urusan lain. Ekonomi bisa tumbuh 2% saja sudah syukur di 2021," ujar dia.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2254 seconds (0.1#10.140)