Perhatikan Produksi Dalam Negeri

Selasa, 23 Maret 2021 - 06:44 WIB
loading...
A A A
“Tahun ini lebih spesifik karena ada kebakaran hutan di Australia dan banjir di tahun 2019 dan 2020 akibatnya mereka shorted dan mereka harus memilih polulasinya dan ekspor ke Indonesia menurun. Akibatnya barang tidak ada, padahal kita perlu 600.000 ekor setahun. Jadi tida ada barang, itu yang jadi masalah, permintaan tinggi. Ini persoalan tahun ini akan lebih parah dari sebelumnya karena saat ini juga sudah mulai recovery. Demand sudah menggeliat tapi barang tidak ada, jadi harga naik,” ungkapnya.

Lebih detail dijelaskan untuk landed cost daging sapi hidup impor saat ini adalah Rp57.000 per kilogram. Sementara harga dalam negeri di peternak Rp47.000. Padahal biasanya harga daging import lebih murah dibanding daging lokal. “Sekarang harga impor lebih mahal dari lokal padahal stok dalam negeri kurang. Ini harga akan naik lagi karena demand meningkat. Ini terjadi pengurasan populasi kalau impor ngga masuk,” tambahnya.

Sementara ekonom INDEF Agus Herta Sumarto mengatakan, kenaikan harga sembako pada saat Ramadan dan Hari Raya idul Fitri merupakan fenomena yang sifatnya rutinitas tahunan. Sebagai siklus tahunan maka kondisi ini seharusnya sudah bisa diprediksi jauh-jauh hari.

Pemerintah harus sudah bisa memprediksi berapa permintaan pasar terhadap komoditas sembako menjelang datangnya bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri dan berapa ketersediaannya. Sehingga bisa diketahui ketersediaan komoditas sembako di pasar apakah terjadi surplus atau defisit.

“Jika terjadi suprlus maka pemerintah harus membuat kebijakan harga dasar sehingga petani bisa terlindungi. Jika yang terjadi adalah defisit maka pemerintah harus menambah pasokan mlketersediaan komoditas sembako di pasar sehingga konsumen terlindungi,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, menambah ketersediaan di pasar bisa melalui beberapa cara. Salah satunya yang bisa dilakukan dalam jangka pendek adalah melalui impor. Ditegaskan Agus impor saat paceklik bukanlah hal yang tabu untuk dilakukan.

Bahkan impor di saat paceklik dan harga tinggi merupakan salah satu cara membangun ketahanan pangan nasional. Namun tentunya kebijakan impor ini harus didampingi dengan regulasi yang ketat sehingga tidak dimanfaatkan oleh para pemburu rente. Namun dalam jangka panjang, pemerintah harus bisa membangun teknologi pertanian yang bisa mengurangi pengaruh variabel musim.

Komoditas cabai harus bisa ditanam kapan saja tanpa dipengaruhi oleh musim hujan atau kemarau. Contohnya adalah dengan menanam cabai menggunakan teknologi rumah kaca sehingga tidak dipengaruhi oleh musim hujan atau musim kemarau. “Dengan tekonologi tersebut maka pasokan di pasar akan stabil sehingga harga sembako juga akan stabil,” ungkapnya.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (DPP APDI) Asnawi mengatakan, hingga saat ini Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dari hasil produksi dalam negeri. Akibatnya kekurangannya harus ditutupi dari produk impor.

Untuk impor daging, Indonesia mendapat pesaing dari negara-negara lain. Ketika ada banyak kompetitor untuk impor daging, barang yang diinginkan sama, dan kondisi produksi berkurang, maka secara otomatis harga daging impor ketika tiba dan dijual di Indonesia akan naik.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1168 seconds (0.1#10.140)