Rangkap Jabatan Komisaris dan Direksi BUMN Bisa Jadi Potensi Pasar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rangkap jabatan yang dilakukan dewan komisaris dan dewan direksi BUMN tidak melulu dipahami sebagai bentuk monopoli pasar atau berdampak pada persaingan tidak sehat. Justru, dualisme kepemimpinan petinggi perseroan negara di perusahaan non BUMN menjadi potensi bagi pasar itu sendiri.
Pernyataan itu diutarakan pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto. Dia menilai, praktik usaha tidak sehat bisa bermacam cara. Namun, rangkap jabatan komisaris dan direksi BUMN, tidak harus dipahami sebagai upaya monopoli pasar.
Rangkap jabatan akan menjadi potensi pasar, bila Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga pengawas dapat memainkan perannya secara maksimal.
"Praktek persaingan usaha tidak sehat bisa bermacam cara. Potensi rangkap dewan komisaris di dunia bisnis serupa bisa juga menjadi potensi. Tapi sepanjang otoritas KPPU sebagai pengawas dan stakeholder lainnya berfungsi baik, maka soal ini bisa dimonitor dengan baik," ujar Toto saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (23/3/2021).
Meski begitu, dia tak menafikkan bahwa dampak monopoli perusahaan yang memiliki kekuatan pasar bisa mendikte pasar baik dari sisi supply maupun harga.
Monopoli juga bisa dihindari dari pemaksimalan kontrol yang dilakukan manajemen di internal perusahaan. Untuk menghindari praktik melanggar regulasi itu, pengawasan di internal korporasi dan perseroan pelat merah harus dimaksimalkan.
Toto menyebut, setiap korporasi memiliki hak kontrol bagi kepentingan mereka sendiri. Langkah itu, bisa dilakukan lewat mekanisme transparansi dan praktek good governance.
"Bagi korporasi atau BUMN mereka punya hak kontrol kepentingan mereka di anak perusahaan sebagai hal yang tidak terhindarkan. Jadi internal control mereka lewat mekanisme transparansi dan praktek good governance bisa menjadi alat kontrol mencegah praktek yang dianggap melanggar ketentuan persaingan sehat," tuturnya.
Lebih jauh, dia menilai tidak ada persoalan dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor 10 Tahun 2020. Dimana, beleid itu menjadi payung hukum bagi dewan komisaris BUMN untuk merangkap jabatan di perusahaan di luar BUMN.
Kata Toto, dewan komisaris BUMN memang memerlukan keahlian (skill) tertentu yang terkadang tidak mudah bagi pemegang saham atau Kementerian BUMN untuk mendapatkan sosok komisaris dengan skill tinggi (high calibre profile). Sehingga aturan dibuat untuk memperoleh dewan komisaris, termasuk mereka yang bisa merangkap jabatan di sejumlah tempat.
"Tapi kalau terjadi situasi, maka syarat dan kewajiban dekom di satu BUMN tetap harus terpenuhi. Misalnya syarat kehadiran minimal dalam rapat direksi-komisaris terpenuhi, rapat dengan komite audit dan komite lainnya sebagai alat kelengkapan organ dekom terpenuhi, dll. Jadi untuk melihat kinerja dekom cukup produktif atau tidak bisa lihat kepada kinerja perusahaan tersebut dikaitkan dengan fungsi monitoring dan pengawasan yang dilakukan dekom-nya," kata dia.
KPPU mencatat terdapat 62 pejabat BUMN yang melakukan rangkap jabatan di perusahaan non BUMN. Jumlah tersebut terdiri dari dewan komisaris dan direksi yang berasal dari sejumlah klaster perseroan negara.
Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto merinci, dari 62 petinggi BUMN tersebut, 31 orang diantaranya adalah menduduki posisi sebagai direksi dan komisaris di klaster keuangan, asuransi, dan investasi.
"Pertama ada di sektor keuangan, 31 orang direksi dan komisaris ini rangkap jabatan setidaknya di satu perusahaan. Bahkan, ada yang di 11 perusahaan," ujar Taufik.
Sementara untuk klaster pertambangan, KPPU mengidentifikasi ada 12 direksi dan komisaris BUMN yang merangkap jabatan. Bahkan, ada sejumlah nama yang merangkap di satu perusahaan saja. Sebaliknya, terdapat satu nama yang berasal dari klaster konstruksi yang merangkap di 5 perusahaan yang berbeda.
Tak sampai di situ, ada satu petinggi BUMN dari klaster keuangan yang merangkap di 11 perusahaan. Dan satu nama lainnya merangkap di 22 perusahaan. "Bisa dipetakan, dimana, rangkap jabatan antara 1 sampai 22. Jadi kalau 22 ini artinya satu direksi atau komisaris di BUMN pertambangan itu, di saat yang sama, menjadi direksi atau komisaris di 22 perusahaan non BUMN. Jadi rangkapnya sampai 22,” kata dia.
Untuk klaster konstruksi, ada 19 direksi atau komisaris yang merangkap jabatan di perusahaan swasta. KPPU menilai, rangkap jabatan yang dilakukan komisaris dan direksi BUMN di perusahaan non BUMN berpotensi memunculkan praktik monopoli pasar.
Pernyataan itu diutarakan pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto. Dia menilai, praktik usaha tidak sehat bisa bermacam cara. Namun, rangkap jabatan komisaris dan direksi BUMN, tidak harus dipahami sebagai upaya monopoli pasar.
Rangkap jabatan akan menjadi potensi pasar, bila Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga pengawas dapat memainkan perannya secara maksimal.
"Praktek persaingan usaha tidak sehat bisa bermacam cara. Potensi rangkap dewan komisaris di dunia bisnis serupa bisa juga menjadi potensi. Tapi sepanjang otoritas KPPU sebagai pengawas dan stakeholder lainnya berfungsi baik, maka soal ini bisa dimonitor dengan baik," ujar Toto saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (23/3/2021).
Meski begitu, dia tak menafikkan bahwa dampak monopoli perusahaan yang memiliki kekuatan pasar bisa mendikte pasar baik dari sisi supply maupun harga.
Monopoli juga bisa dihindari dari pemaksimalan kontrol yang dilakukan manajemen di internal perusahaan. Untuk menghindari praktik melanggar regulasi itu, pengawasan di internal korporasi dan perseroan pelat merah harus dimaksimalkan.
Toto menyebut, setiap korporasi memiliki hak kontrol bagi kepentingan mereka sendiri. Langkah itu, bisa dilakukan lewat mekanisme transparansi dan praktek good governance.
"Bagi korporasi atau BUMN mereka punya hak kontrol kepentingan mereka di anak perusahaan sebagai hal yang tidak terhindarkan. Jadi internal control mereka lewat mekanisme transparansi dan praktek good governance bisa menjadi alat kontrol mencegah praktek yang dianggap melanggar ketentuan persaingan sehat," tuturnya.
Lebih jauh, dia menilai tidak ada persoalan dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor 10 Tahun 2020. Dimana, beleid itu menjadi payung hukum bagi dewan komisaris BUMN untuk merangkap jabatan di perusahaan di luar BUMN.
Kata Toto, dewan komisaris BUMN memang memerlukan keahlian (skill) tertentu yang terkadang tidak mudah bagi pemegang saham atau Kementerian BUMN untuk mendapatkan sosok komisaris dengan skill tinggi (high calibre profile). Sehingga aturan dibuat untuk memperoleh dewan komisaris, termasuk mereka yang bisa merangkap jabatan di sejumlah tempat.
"Tapi kalau terjadi situasi, maka syarat dan kewajiban dekom di satu BUMN tetap harus terpenuhi. Misalnya syarat kehadiran minimal dalam rapat direksi-komisaris terpenuhi, rapat dengan komite audit dan komite lainnya sebagai alat kelengkapan organ dekom terpenuhi, dll. Jadi untuk melihat kinerja dekom cukup produktif atau tidak bisa lihat kepada kinerja perusahaan tersebut dikaitkan dengan fungsi monitoring dan pengawasan yang dilakukan dekom-nya," kata dia.
KPPU mencatat terdapat 62 pejabat BUMN yang melakukan rangkap jabatan di perusahaan non BUMN. Jumlah tersebut terdiri dari dewan komisaris dan direksi yang berasal dari sejumlah klaster perseroan negara.
Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto merinci, dari 62 petinggi BUMN tersebut, 31 orang diantaranya adalah menduduki posisi sebagai direksi dan komisaris di klaster keuangan, asuransi, dan investasi.
"Pertama ada di sektor keuangan, 31 orang direksi dan komisaris ini rangkap jabatan setidaknya di satu perusahaan. Bahkan, ada yang di 11 perusahaan," ujar Taufik.
Sementara untuk klaster pertambangan, KPPU mengidentifikasi ada 12 direksi dan komisaris BUMN yang merangkap jabatan. Bahkan, ada sejumlah nama yang merangkap di satu perusahaan saja. Sebaliknya, terdapat satu nama yang berasal dari klaster konstruksi yang merangkap di 5 perusahaan yang berbeda.
Tak sampai di situ, ada satu petinggi BUMN dari klaster keuangan yang merangkap di 11 perusahaan. Dan satu nama lainnya merangkap di 22 perusahaan. "Bisa dipetakan, dimana, rangkap jabatan antara 1 sampai 22. Jadi kalau 22 ini artinya satu direksi atau komisaris di BUMN pertambangan itu, di saat yang sama, menjadi direksi atau komisaris di 22 perusahaan non BUMN. Jadi rangkapnya sampai 22,” kata dia.
Untuk klaster konstruksi, ada 19 direksi atau komisaris yang merangkap jabatan di perusahaan swasta. KPPU menilai, rangkap jabatan yang dilakukan komisaris dan direksi BUMN di perusahaan non BUMN berpotensi memunculkan praktik monopoli pasar.
(ind)