Budidaya Benur Lobster Perlu Didorong di Masa Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Budidaya benur lobster sejak dini amat penting di masa pandemi Covid-19. Budidaya lobster bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad) Yudi Nurul Ihsan menyebutkan budidaya lobster dalam fase larva dan juvenile atau biasa disebut benih bening lobster (BBL) seharusnya sudah dilaksanakan sejak dahulu.
(Baca juga:Daerah Masih Terkendala Birokrasi Soal Ekspor Benur Lobster)
“Harusnya dari dulu, lobster sebagai potensi besar kita arahkan ke budidaya, sehingga masyarakat memiliki kemampuan. Pembudidayaan yang ideal itu dari benur atau BBL,” ujar Yudi Nurul Ihsan dalam keterangannya, Kamis (1/4/2021).
Ia menyebutkan karena sejak awal Indonesia belum membudidayakan dari tahap benur, maka saat ini Indonesia amat tertinggal dengan Vietnam. Padahal Vietnam selama ini kebanyakan mengambil BBL dari kekayaan laut Indonesia.
(Baca juga:Masa Pandemi, Tangkapan Benur Lobster Cukup Membantu Kebutuhan Nelayan)
“Selama ini keberhasilan membudidayakan BBL, karena kita lama tidak membudidayakan, kita kalah dari Vietnam. Jadi yang terjadi membudidayakan dari lobster 40 gram-50 gram. Lobster muda padahal sulit bertahan hidup karena peluang bertahan hidup hanya 0,01%. Bila diambil budidaya justru semakin menghilangkan jumlah populasi lobster,” tambah Yudi.
Untuk itu, kata Yudi, pembudidayaan lobster sejak tahap benur atau BBL amat penting untuk keberlanjutan populasi lobster serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(Baca juga:KPK Sebut Tak Perlu Mintai Keterangan Sekjen KKP dalam Kasus Suap Ekspor Benur)
“Kalau sudah dewasa bisa diambil dengan melihat stok yang ada. Stok lobster dewasa mengalami degradasi. Over eksploitasi. Satu-satunya cara dengan membudidayakan dari BPL. Kita harus banyak belajar ke Vietnam soal teknologi pembudidayaan lobster dari tahap BBL ini,” kata Yudi.
Lebih lanjut ia menyebutkan pengelolaan lobster perlu diperbaiki pada berbagai isu dan masalah dalam budidaya yaitu isu tata kelola, tata niaga, lingkungan, kebijakan, dan sosial budidaya.
(Baca juga:KPK Sita Rp3 Miliar dari Eks Caleg Gerindra Soal Kasus Suap Ekspor Benur)
“Dengan hadirnya sektor perikanan yang dikelola dengan baik dan juga budidaya lobster diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perlu ada kontribusi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan berkelanjutan, distribusi kesejahteraan secara adil, serta kelestarian ekosistem dan sumber daya kelautan dan perikanan,” tutur Yudi.
Ada empat jenis lobster yang kita miliki yaitu lobster pasir, lobster mutiara, lobster batik, dan lobster bambu. Untuk keberlanjutan budidaya lobster, kata Yudi, diperlukan satu manajemen lobster yang baik terkait peluang riset, manajemen budidaya, konservasi, dan manajemen untuk mengatasi berbagai tantangan.
(Baca juga:Juragan Jengkol Berakhir di Penjara, Nyambi Selundupkan Benur ke Vietnam)
“Ancaman terbesar dari lobster ini disebabkan oleh kerusakan habitat dan predator. Lobster dalam fase larva dan juvenile (BBL) mengalami kematian massal akibat kerusakan habitat dan predator. Oleh karena itu, untuk budidaya hematnya harus dimulai dengan membudidayakan dari benur lobster (BBL),” ungkap Yudi.
Nelayan juga perlu didorong untuk tidak sebatas menjadi nelayan atau pembudidaya, tetapi juga menjadi scientist di bidang lobster. Manajemen juga perlu dilakukan dengan pendekatan dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Terkait penangkapan, perlu dilakukan pendataan stok BBL, lobster muda, dan lobster dewasa berdasarkan WPP.
(Baca juga:Usut Bank Garansi Ekspor Benur, KPK Sita Dokumen dari Kepala BBKIPM Soetta dan KKP)
Penangkapan benur atau BBL diharapkan sebagai upaya memanfaatkan SDA untuk sebesar besar kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan sesuai amanat undang-undang serta menjadi bagian dari upaya membangun industri lobster yang hebat berbasis budidaya (mariculture).
Masyarakat hendaknya juga diberikan arahan untuk tidak menangkap lobster muda yang berukuran 40-100 gram. “Begitu juga aturan pembatasan penangkapan lobster dewasa berdasarkan WPP untuk menjaga keberlanjutan lobster di alam,” jelas Yudi.
(Baca juga:Diduga Hasil Suap Benur, KPK Sita Mobil Stafsus Edhy Prabowo)
Ia berharap adanya kolaborasi pentahelic antara perguruan tinggi, pemerintah, industri, masyarakat, serta dukungan media untuk membangun budidaya lobster sebagai kebanggaan Indonesia.
Terutama melakukan riset bersama terkait pendataan stok BBL, lobster muda, lobster dewasa berdasarkan WPP, dampak ekologi, ekonomi, dan sosial dari pengelolaan lobster, serta pengelolaan kawasan konservasi lobster. Di samping penguatan teknologi budidaya lobster yang meliputi pakan, penyakit, parasite, dan teknik budidaya yang tepat,” tutup Yudi.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad) Yudi Nurul Ihsan menyebutkan budidaya lobster dalam fase larva dan juvenile atau biasa disebut benih bening lobster (BBL) seharusnya sudah dilaksanakan sejak dahulu.
(Baca juga:Daerah Masih Terkendala Birokrasi Soal Ekspor Benur Lobster)
“Harusnya dari dulu, lobster sebagai potensi besar kita arahkan ke budidaya, sehingga masyarakat memiliki kemampuan. Pembudidayaan yang ideal itu dari benur atau BBL,” ujar Yudi Nurul Ihsan dalam keterangannya, Kamis (1/4/2021).
Ia menyebutkan karena sejak awal Indonesia belum membudidayakan dari tahap benur, maka saat ini Indonesia amat tertinggal dengan Vietnam. Padahal Vietnam selama ini kebanyakan mengambil BBL dari kekayaan laut Indonesia.
(Baca juga:Masa Pandemi, Tangkapan Benur Lobster Cukup Membantu Kebutuhan Nelayan)
“Selama ini keberhasilan membudidayakan BBL, karena kita lama tidak membudidayakan, kita kalah dari Vietnam. Jadi yang terjadi membudidayakan dari lobster 40 gram-50 gram. Lobster muda padahal sulit bertahan hidup karena peluang bertahan hidup hanya 0,01%. Bila diambil budidaya justru semakin menghilangkan jumlah populasi lobster,” tambah Yudi.
Untuk itu, kata Yudi, pembudidayaan lobster sejak tahap benur atau BBL amat penting untuk keberlanjutan populasi lobster serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(Baca juga:KPK Sebut Tak Perlu Mintai Keterangan Sekjen KKP dalam Kasus Suap Ekspor Benur)
“Kalau sudah dewasa bisa diambil dengan melihat stok yang ada. Stok lobster dewasa mengalami degradasi. Over eksploitasi. Satu-satunya cara dengan membudidayakan dari BPL. Kita harus banyak belajar ke Vietnam soal teknologi pembudidayaan lobster dari tahap BBL ini,” kata Yudi.
Lebih lanjut ia menyebutkan pengelolaan lobster perlu diperbaiki pada berbagai isu dan masalah dalam budidaya yaitu isu tata kelola, tata niaga, lingkungan, kebijakan, dan sosial budidaya.
(Baca juga:KPK Sita Rp3 Miliar dari Eks Caleg Gerindra Soal Kasus Suap Ekspor Benur)
“Dengan hadirnya sektor perikanan yang dikelola dengan baik dan juga budidaya lobster diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perlu ada kontribusi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi secara cepat dan berkelanjutan, distribusi kesejahteraan secara adil, serta kelestarian ekosistem dan sumber daya kelautan dan perikanan,” tutur Yudi.
Ada empat jenis lobster yang kita miliki yaitu lobster pasir, lobster mutiara, lobster batik, dan lobster bambu. Untuk keberlanjutan budidaya lobster, kata Yudi, diperlukan satu manajemen lobster yang baik terkait peluang riset, manajemen budidaya, konservasi, dan manajemen untuk mengatasi berbagai tantangan.
(Baca juga:Juragan Jengkol Berakhir di Penjara, Nyambi Selundupkan Benur ke Vietnam)
“Ancaman terbesar dari lobster ini disebabkan oleh kerusakan habitat dan predator. Lobster dalam fase larva dan juvenile (BBL) mengalami kematian massal akibat kerusakan habitat dan predator. Oleh karena itu, untuk budidaya hematnya harus dimulai dengan membudidayakan dari benur lobster (BBL),” ungkap Yudi.
Nelayan juga perlu didorong untuk tidak sebatas menjadi nelayan atau pembudidaya, tetapi juga menjadi scientist di bidang lobster. Manajemen juga perlu dilakukan dengan pendekatan dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial. Terkait penangkapan, perlu dilakukan pendataan stok BBL, lobster muda, dan lobster dewasa berdasarkan WPP.
(Baca juga:Usut Bank Garansi Ekspor Benur, KPK Sita Dokumen dari Kepala BBKIPM Soetta dan KKP)
Penangkapan benur atau BBL diharapkan sebagai upaya memanfaatkan SDA untuk sebesar besar kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan sesuai amanat undang-undang serta menjadi bagian dari upaya membangun industri lobster yang hebat berbasis budidaya (mariculture).
Masyarakat hendaknya juga diberikan arahan untuk tidak menangkap lobster muda yang berukuran 40-100 gram. “Begitu juga aturan pembatasan penangkapan lobster dewasa berdasarkan WPP untuk menjaga keberlanjutan lobster di alam,” jelas Yudi.
(Baca juga:Diduga Hasil Suap Benur, KPK Sita Mobil Stafsus Edhy Prabowo)
Ia berharap adanya kolaborasi pentahelic antara perguruan tinggi, pemerintah, industri, masyarakat, serta dukungan media untuk membangun budidaya lobster sebagai kebanggaan Indonesia.
Terutama melakukan riset bersama terkait pendataan stok BBL, lobster muda, lobster dewasa berdasarkan WPP, dampak ekologi, ekonomi, dan sosial dari pengelolaan lobster, serta pengelolaan kawasan konservasi lobster. Di samping penguatan teknologi budidaya lobster yang meliputi pakan, penyakit, parasite, dan teknik budidaya yang tepat,” tutup Yudi.
(dar)