Pakar ITB: Terlalu Dini Menyebut Petir Tidak Terjadi Saat Kebakaran Tangki Balongan

Jum'at, 02 April 2021 - 19:41 WIB
loading...
Pakar ITB: Terlalu Dini Menyebut Petir Tidak Terjadi Saat Kebakaran Tangki Balongan
Pakar ITB menerangkan, peralatan yang dipakai BMKG bukan evaluasi detail. Lebih banyak ke arah cuaca. Jadi masih terlalu pagi kalau BMKG mengatakan petir tidak terjadi di sekitar Balongan pada saat kebakaran tangki. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Lightning detector milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dinilai kurang akurat untuk melakukan evaluasi detail terkait insiden kilang Balongan . Demikian disampaikan Kepala Pusat Penelitian Petir, Lightning Research Center (LRC), Sekolah Teknik Elektro & Informatika (STEI)- Institut Teknologi Bandung (ITB) Profesor Reynaldo Zoro.

“Peralatan yang dipakai BMKG bukan untuk evaluasi detail. Lebih banyak ke arah cuaca. Jadi masih terlalu pagi kalau BMKG mengatakan petir tidak terjadi di daerah sekitar Balongan pada saat kebakaran tangki Pertamina,” kata Zoro, dalam pernyataannya kepada media hari ini.



Menurut Zoro, terdapat dua hal penting untuk melakukan evaluasi mengenai lightning detection system. Pertama adalah local accuration. Kedua adalah detection efficiency. Dan Zoro menilai, bahwa peralatan BMKG tidak bisa untuk kedua hal tersebut.

“Makanya kalau mau evaluasi, kita harus menggunakan data yang baik dan alat yang canggih. Kalau peralatan BMKG itu agak berbeda,” lanjut Zoro.

Zoro kemudian membandingkan, data-data lain yang justru berbeda dibandingkan data BMKG. Termasuk data satelit Himawari yang dikenal sangat akurat. Berbagai data menyebut, bahwa di sekitar Balongan sekitar pukul 00.00-03.00 WIB, terjadi pergerakan badai petir.

“Bahkan menurut pengamatan Himawari, dari sore sampai pukul 05.00 pagi. Dan konsentrasi petir tertinggi justru berada pada waktu yang diklaim BMKG,” lanjutnya.

Sedangkan hasil monitoring lighting detector BMKG, kerapatan petir sekitar pukul 00.00- 02.00 WIB, justru berkumpul pada bagian barat kilang minyak Balongan atau sejauh kurang lebih 77 kilometer. “Makanya tanya masyarakat lokal, apakah pada saat kebakaran mereka mendengar petir atau tidak? Jika berjarak 77 kilometer tentu tidak terdengar,” kata Zoro.

Ihwal kurangnya akurasi lightning detector milik BMKG, juga pernah terjadi beberapa kali. Pada 21 Juli 2020, misalnya, ketika terjadi sambaran petir di Tower 18 PT Inalum, dekat Danau Toba. “Ketika kami minta data petir ke BMKG, ternyata data mereka menyebut bahwa cluster petir berjarak 80 kilometer dari Tower 18 PT Inalum. Melencengnya jauh banget,” tegasnya.

Di sisi lain Zoro menyebut, bahwa petir memungkinkan menjadi penyebab terbakarnya tangki kilang. Terlebih, petir tropis yang memang memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan petir sub tropis. Petir tropis memiliki sambaran tinggi, amplitudo besar, gelombang sangat curam, impulse force-nya bisa mengancurkan, dan muatan arus petir jauh lebih besar.

“Sebenarnya tanki-tanki Pertamina memenuhi standar pengamanan. Hanya saja, karena petir tropis memang sangat kuat, bisa membuat tangki berlubang,” lanjutnya.



Dan ketika tangki berlubang, lanjut Zoro, memungkinkan terbakar. Karena tiga komponenan penyebab kebakaran adalah spark yang berasal dari petir, bahan bakar, dan oksigen. Tadinya oksigen tidak ada. Tetapi ketika tangki bolong, jelasnya, maka ada ruang untuk oksigen.

Zoro juga menyebut, secara historis banyak kebakaran tanki kilang yang disebabkan sambaran petir. “Saking banyaknya, sampai pernah dibukukan. Dalam buku tersebut dijelaskan mengenai tanki kilang yang pernah terbakar akibat petir. Termasuk di kilang Malaysia,” tutupnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1981 seconds (0.1#10.140)