Lama Tak Ada Temuan Besar di Indonesia, Kepercayaan Investor Migas Terpengaruh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengakui pencapaian target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) dan produksi gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030 tidak mudah dicapai.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, produksi minyak di Indonesia pun telah lama dalam periode menurun atau decline. Butuh investasi untuk mendongkrak kembali produksi migas.
"Telah lama sejak Indonesia menemukan giant discovery. Hal ini cukup mempengaruhi tingkat kepercayaan investor untuk berinvestasi di sisi hulu migas ini," ujarnya dalam webinar SKK Migas, Rabu (28/4/2021).
Menurutnya, untuk mencapai target tersebut sangat diperlukan pengungkit untuk meningkatkan investasi. Beberapa kebijakan yang telah dilakukan antara lain kemudahan proses perizinan melalui one door service policy.
"Ini sudah di-launching di SKK Migas pada Januari 2020 dan proses perizinan semakin cepat dari sebelumnya 4 hari kerja menjadi 3,1 hari kerja," ungkapnya.
Selain itu, ada upaya peningkatan produksi melalui 4 pilar utama dalam mencapai target di tahun 2030. Pertama, optimalisasi produksi lapangan eksisting. Kedua, transformasi sumber daya kontijen ke produksi. Ketiga, mempercepat chemical EOR, dan keempat, eksplorasi untuk penemuan besar.
Sekretaris SKK Migas Taslim Yunus mengatakan, ada tiga kondisi global yang mempengaruhi industri hulu migas, yaitu pengendalian pandemi Covid-19, fluktuasi harga minyak, dan tren investasi global. Imbas masif pandemi dan anjloknya harga minyak membuat investasi turun tajam.
Pada tahun 2020-2025, investasi migas diperkirakan turun tajam sebesar USD500 miliar. Asia Pasifik turun USD64 miliar atau 13% dari total penurunan. Dengan begitu, porsi investasi yang masuk ke Asia Tenggara dan Indonesia semakin kecil
"Beberapa perusahaan migas besar juga memangkas investasinya. Seperti ExxonMobil memangkas 30%, Shell dan Chevron 20%, BP dan ENI mengurangi hingga 25%," jelasnya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, produksi minyak di Indonesia pun telah lama dalam periode menurun atau decline. Butuh investasi untuk mendongkrak kembali produksi migas.
"Telah lama sejak Indonesia menemukan giant discovery. Hal ini cukup mempengaruhi tingkat kepercayaan investor untuk berinvestasi di sisi hulu migas ini," ujarnya dalam webinar SKK Migas, Rabu (28/4/2021).
Menurutnya, untuk mencapai target tersebut sangat diperlukan pengungkit untuk meningkatkan investasi. Beberapa kebijakan yang telah dilakukan antara lain kemudahan proses perizinan melalui one door service policy.
"Ini sudah di-launching di SKK Migas pada Januari 2020 dan proses perizinan semakin cepat dari sebelumnya 4 hari kerja menjadi 3,1 hari kerja," ungkapnya.
Selain itu, ada upaya peningkatan produksi melalui 4 pilar utama dalam mencapai target di tahun 2030. Pertama, optimalisasi produksi lapangan eksisting. Kedua, transformasi sumber daya kontijen ke produksi. Ketiga, mempercepat chemical EOR, dan keempat, eksplorasi untuk penemuan besar.
Sekretaris SKK Migas Taslim Yunus mengatakan, ada tiga kondisi global yang mempengaruhi industri hulu migas, yaitu pengendalian pandemi Covid-19, fluktuasi harga minyak, dan tren investasi global. Imbas masif pandemi dan anjloknya harga minyak membuat investasi turun tajam.
Pada tahun 2020-2025, investasi migas diperkirakan turun tajam sebesar USD500 miliar. Asia Pasifik turun USD64 miliar atau 13% dari total penurunan. Dengan begitu, porsi investasi yang masuk ke Asia Tenggara dan Indonesia semakin kecil
"Beberapa perusahaan migas besar juga memangkas investasinya. Seperti ExxonMobil memangkas 30%, Shell dan Chevron 20%, BP dan ENI mengurangi hingga 25%," jelasnya.
(fai)