Berwisata Aman Saat Lebaran

Senin, 10 Mei 2021 - 06:34 WIB
loading...
Berwisata Aman Saat Lebaran
Momen hari raya Lebaran biasanya dimanfaatkan masyarakat untuk berlibur. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Protokol kesehatan dan pembatasan jumlah pengunjung di objek wisata harus diterapkan secara ketat pada libur Lebaran kali ini. Hal ini penting agar wisatawan dapat menikmati liburan dengan aman, nyaman, sehat dan selamat.

Harapan tersebut merespons keputusan pemerintah membolehkan tempat wisata tetap buka selama libur Hari Raya Idulfitri mendatang. Pembukaan tempat wisata dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus korona (Covid-19). Setiap destinasi wisata juga harus membatasi jam operasional dan membatasi jumlah pengunjung.

Namun, destinasi wisata yang diijinkan beroperasi hanya di daerah yang berstatus zona hijau penyebaran Covid-19. Sedangkan destinasi di zona merah atau orange harus ditutup. Pengunjung yang datang ke destinasi pun hanya diperbolehkan bagi wisatawan lokal atau warga sekitar yang tempat tinggalnya masuk wilayah aglomerasi.

Aturan ketat di tempat wisata diberlakukan pemerintah demi mencegah penularan virus korona. Apalagi mengacu pada data tahun lalu, momentum liburan memicu lonjakan pasien Covid-19. Pemerintah membuka pariwisata intuk menggerakkan ekonomi, namun di sisi lain perlu aturan ketat agar tidak muncul kluster baru dari libur Lebaran.



Awal pekan ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengingatkan semua pihak untuk mematuhi protokol kesehatan, terutama pelaku wisata. Dia bahkan mengancam akan menindak tegas bagi siapapun pengusaha yang melanggar penerapan protokol kesehatan di lokasi wisata, dalam hal ini CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability).

“Kami tidak akan segan menindak tegas dengan memberikan sanksi hingga menutup tempat wisata bagi yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Protokol kesehatan ini sudah menjadi tanggung jawab bersama dan harus diterapkan sesuai dengan aturan yang sudah ada yakni sesuai dengan CHSE,” kata Sandiaga dalam Instagramnya (5/5).

Sandiaga dalam Weekly Press Briefing sebelumnya mengungkapkan adanya beberapa lokasi wisata di Bali yang tidak menerapkan CHSE. “Saat itu juga, saya langsung menghubungi pemilik usaha dan menyampaikan temuan-temuan itu kepada mereka, memberikan teguran, dan juga berkoordinasi dengan Pemda dan Satgas,” jelas dia.



Dia lantas eminta semua pihak mendukung kampanye CHSE. Ditandaskan bahwa tujuan CHSE tidak lain demi mewujudkan pariwisata yang aman dan nyaman, dengan output menciptakan peluang pekerjaan bagi penduduk setempat.

‘’Maka itu, peran dari masyarakat, pengusaha dan pemerintah sangat penting untuk mendukung terciptakan kawasan wisata yang tersertifikasi aman. Saya berikan pesan tegas dan lugas bahwa pentingnya menjaga protokol CHSE adalah menjadi tanggung jawab bersama,” katanya.

Pengamat pariwisata Taufan Rahmadi menegaskan pentingnya berwisata secara aman dan sehat meski di tengah kondisi pandemi. Untuk itu, wisatawan maupun pengelola destinasi harus memiliki paradigma responsible traveler. Artinya, harus ada rasa tanggungjawab terhadap keamanan pribadi maupun destinasi yang dikunjungi.

Dia juga mendorong wisatawan cari tempat berlibur yang relatif sepi, pengunjung dibatasi, tetapi pelayanannya tetap maksimal. Misalnya, wisata alam seperti kawasan hutan dan pantai. Kesadaran seperti ini penting untuk meminimalkan potensi tertular Covid-19.

“Tren berwisata sekarang itu bukan lagi mass tourism, tetapi quality tourism. Kalau saya jadi wisatawan, saya akan cari tempat-tempat yang tidak cenderung ramai orang-orang. Lebih ke yang privat, premium tourism. Saya tidak ingin pergi berwisata tapi adanya kerumunan,” ujarnya sat dihubungi kemarin.

Bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, menurut dia bisa menikmati datang ke desa-desa wisata. Destinasi ini umumnya menawarkan biaya penginapan (homestay) yang lebih terjangkau hingga pemandangan alam desa yang hijau dan tak kalah apik dengan destinasi populer lainnya.

“Desa-desa wisata itu justru dengan gaya hidup homestay, gaya hidup pedesaan itu justru murah. Dan itu menjadi tren,” kata dia.

Pilihan lainnya yaitu wisata alam (nature tourism). Misalnya, mengunjungi pantai yang relatif murah dan sepi atau jumlah pengunjungnya dibatasi. “Tipsnya, carilah tempat yang memang ketika dikunjungi itu jauh atau selama ini tidak menjadi pusat perhatian. Misalnya, pantai A menjadi favorit, jangan lagi ke sana. Cari tempat lain yang bisa kita eksplor,” sarannya.



Lalu, bagaimana dengan penduduk di perkotaan, seperti di Jabodetabek? Taufan menilai alternatif berwisata dapat dilakukan secara virtual (virtual tourism). Memang pilihan tersebut kurang diminati karena tidak merasakan langsung destinasi yang dituju. Namun, masyarakat juga harus memahami dan bisa beradaptasi dengan kondisi sekarang ini, terlebih lagi dengan pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah.

Ia melanjutkan, alternatif wisata lainnya yang dapat dilakukan masyarakat perkotaan yaitu mencari tempat atraksi yang dekat dengan huniannya. Misalnya, staycation dengan fasilitas menginap dan private pool. Pilihan lainnya yaitu berlibur di taman kota. Namun, objek tersebut harus disiapkan lebih dahulu oleh pengelola yakni menciptakan taman kota dengan konsep bubble park.

“Wisata itu soal feeling, relaxing. Jadi, masyarakat bisa mencari tempat-tempat yang dekat, atraksi-atraksi buatan yang dekat rumah. Kalau di kawasan perumahan real estate, biasanya ada sarana-sarana hiburan bagi mereka yang tinggal di sana,” tukas dia.

Daerah Siap Sambut Wisatawan
Sejumlah pemerintah daerah menyambut positif kebijakan pemerintah pusat tersebut. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyatakan akan membuka 68 destinasi wisata untuk dikunjungi warga.

“Keputusan pemerintah daerah tetap membuka destinasi pariwisata. Masyarakat bisa menyebar ke 68 destinasi yang di Banyuwangi meskipun berwisatanya dengan pengaturan-pengaturan yang ketat,” ujar M Yanuarto Bramuda, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, kepada KORAN SINDO, Sabtu (8/5).

Keputusan Banyuwangi membuka seluruh objek wisatanya didasarkan pada beberapa pertimbangan. Salah satunya untuk mencegah kerumunan warga di tempat umum seperti mal, pasar, restoran, warung dan kafe, yang tetap buka.

“Maka detinasi wisata dibuka karena kami ingin memberikan ruang kepada masyarakat, ingin agar pikiran mereka fresh saat berkunjung ke destinasi meskipun sifatnya lokal. Berwisata bisa membuat imunnya meningkat,” kata Yanuarto.

Pengaturan ketat di destinasi siap diberlakukan. Selain menerapkan protokol kesehatan ketat, setiap destinasi juga hanya dibuka selama enam jam setiap harinya, yakni mulai pukul 09.00-15.00. Selain itu dilakukan pembatasan jumlah wisatawan di setiap destinasi. Dengan menerapkan sistem transaksi online, jumlah pengunjung bisa ditentukan melalui pemesanan tiket.

“Misalnya, untuk destinasi Pulau Merah, jika sudah ada 1.000 pemesanan tiket secara online, maka sudah seperti itu, tidak cetak tiket lagi karena memang sudah kita kunci maksimal segitu. Meski biasanya kapasitasnya 3.000 pengunjung,” ujarnya.

Wisatawan yang datang ke Banyuwangi juga dipastikan hanya untuk wistawan lokal. Ini sejalan dengan kebijakan larangan mudik yang diberlakukan pemerintah pusat.

Menurut Yanuarto Banyuwangi melakukan penyekatan di empat titik untuk mengantisipasi wisatawan dari luar Banyuwangi yang datang dengan tujuan berlibur.

“Kecuali sebagaimana yang disyaratkan, misalnya menengok orang sakit, itu boleh. Termasuk wisatawaan dalam satu rayon Banyuwangi seperti dari Jember dan Bondowoso. Mereka bisa datang ke Banyuwangi, dan sebaliknya, karena satu rayon,” paparnya.

Pada liburan Lebaran ini Banyuwangi tidak mematok jumlah wisatawan. Yanuarto mengatakan, ekonomi daerah bergerak saja sudah cukup. “Paling utama adalah keselamatan, sekarang bukan lagi ajang promosi dan cari wisatawan. Kalau wisatawan enjoy lalu pulang dengan aman dan selamat, itu sudah cukup,” katanya.

Karena itu dia berharap pengunjung memilih destinasi alam, termasuk berkunjung ke desa-desa dengan menginap di homestay. “Kami ingin mereka lihat desa, laut, sawah, gunung. Mengapa? Agar perputaran ekonomi tidak hanya di hotel saja. Bagaimana uang bisa jatuh ke masyarakat desa juga agar pariwisata bisa berdampak pada penghidupan ekonomi di tengah pandemi,” tandasnya.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga siap membuka destinasi wisata. Mengikuti instruksi pemerintah pusat, DIY akan menerapkan peraturan yang ketat yang dituangkan melalui instruksi gubernur. Menurut Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo, hingga Jumat, (7/5) pihaknya belum mendapat laporan destinasi mana yang akan ditutup atau tidak menerima kunjungan wisatawan.

“Pada prinsipnya semua destinasi di DIY siap menerima kunjungan, namun kalau kemudian dalam perjalanan masa liburan ada daerah yang zona merah dan orange, kita akan patuh, tidak akan terima tamu di wilayah itu,” ujarnya saat dihubungi Jumat (7/5).

Singgih mengatakan, dari laporan pemerintah kabupaten/kota, ada beberapa wilayah DIY yang masuk zona merah namun itu hanya 5% dari total wilayah. Dia memastikan bahwa pengunjung yang diperbolehkan masuk ke destinasi adalah dari wilayah aglomerasi DIY saja meliputi, Bantul, Kulonprogo, Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta. Pembatasan wisatawan sebagai konsekuensi larangan mudik tersebut dinilai tidak begitu berpengaruh pada jumlah kunjungan.

Menurut Singgih, wistawan lokal DIY selama ini juga cukup mendominasi. Data pada aplikasi Visiting Jogja, kata dia, jika dibandingkan dengan 33 provinsi lain, maka 43% wisatawan di DIY berasal dalam DIY sendiri.

“Dari total 2,9 juta wisatawan yang kami data dari aplikasi Visiting Jogja, sejak Juli 2020 hingga hari ini, hampit setengah itu dari dalam DIY. Jadi program staycation kami berhasil,” tandasnya.

Dia menyebut selama pandemi pantai dan destinasi yang sifatnya outdoor paling diminati wisatawan. Hal yang sama diperkirakan terjadi pada libur Lebaran kali ini. Pantai di Gunung Kidul dan Parantritis di Bantul, serta hutan pinus Mangunan disebut destinasi outdoor yang selama ini jadi favorit wisatawan. “Ecotourism paling digemari. Ini juga bukti bahwa para wisatawan sudah bijak, smart traveler-nya sudah bagus jadi mereka memilih datang ke destinasi yang sehat,” tandasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3191 seconds (0.1#10.140)