Ketakutan Said Iqbal: Vaksin Gotong Royong Bakal Dikomersialiasi

Jum'at, 21 Mei 2021 - 10:19 WIB
loading...
A A A
“Akhirnya ada semacam komersialiasi, dari yang awalnya digratiskan. Bahkan perusahaan yang awalnya mengratiskan rapid tes bagi buruh di tempat kerja masing-masing akhirnya setiap buruh harus melakukannya secara mandiri (membayar sendiri)," terangnya.

“Ini yang disebut komersialiasi. Tidak menutup kemungkinan program vaksin gotong royong juga terjadi hal yang sama. Awalnya dibiayai perusahaan, tetapi ke depan biaya vaksin gotong royong akan dibebankan kepada buruh,” kata Said Iqbal.

Kedua, kemampuan keuangan tiap-tiap perusahaan berbeda. Said Iqbal memperkirakan, jumlah perusahaan menengah ke atas yang mampu membayar vaksin tidak lebih dari 10% dari total jumlah perusahaan di Indonesia atau dengan kata lain hanya 20% dari total jumlah pekerja di seluruh Indonesia yang perusahaannya mampu membayar vaksin gotong rotong tersebut.

Berarti hampir 90% dari total jumlah perusahaan di seluruh Indonesia atau lebih dari 80% dari total jumlah pekerja di Indonesia, perusahaannya tidak mampu membayar vaksin gotong royong.

“Maka ujung-ujungnya akan keluar kebijakan pemerintah bahwa setiap pekerja buruh harus membayar sendiri biaya vaksi gotong royongnya. Jika ini terjadi apakah Kadin dan Apindo akan ikut bertanggungjawab? Jangan membuat kebijakan yang manis di depan tapi pahit di belakang bagi buruh Indonesia,” tegasnya.

Jumlah buruh di Indonesia sangat besar. Menurut data BPS 2020 jumlah buruh formal sekitar 56,4 juta orang. Sedangkan buruh informal sekitar 75 juta orang. Dengan demikian, total jumlah buruh di Indonesia ada sekitar 130 jutaan orang. Bayangkan dengan keluarganya, maka total jumlah buruh dan keluarganya mendekati angka 200-an juta orang.



Pertanyaannya adalah, apakah seluruh perusahaan mampu membayar 200-an juta orang (setidak-tidaknya 130-an juta buruh) untuk mengikuti vaksin gotong royong? Kalau harga vaksin gotong royong 800-an ribu dikalikan 130-an juta buruh, maka dana yang harus disediakan mencapai 104 Trilyun.

“Jadi ini hanya proyek lip service yang hanya manis di retorika atau pemanis bibir tetapi sulit diimplementasikan di tingkat pelaksanaan. Ujung-ujungnya vaksin gotong royong hanya akan membebani buruh dari sisi pembiayaan,” tegasnya.

Ketiga, lanjut Said Iqbal, di tengah ledakan PHK, pengurangan upah buruh, dan resesi ekonomi yang saat ini masih mengancam (pertumbuhan ekonomi masih negatif); rasanya tidak mungkin memberikan tambahan beban biaya kepada perusahaan untuk menyelenggarakan vaksinisasi gotong royong tersebut. Pasti biaya vaksin gotong rotong akan memberatkan perusahaan dan pada gilirannya nanti justru akan menekan kesejahteraan buruh.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1839 seconds (0.1#10.140)